Ada 18 spesies sidat di dunia, 9 spesies ada di Indonesia, 5 spesies diantaranya ada di kabupaten Poso. Sidat-sidat ini ditemukan di sepanjang aliran sungai Poso hingga ke danaunya.
Lima jenis Sidat, orang Poso menyebutnya Masapi yang paling banyak dijumpai di Danau Poso adalah Anguilla marmorata, Anguilla bicolor pasifica, Anguilla celebensis, Anguilla borneensis, dan Anguilla interioris.
Anguilla marmorata menjadi spesies yang paling dominan di Danau Poso, nelayan disini menyebutnya Beta’u. Dengan berat antara 4 sampai 15 kg. Jumlahnya dapat mencapai 80% dari total hasil tangkapan alam di Danau Poso.
Penangkapan Masapi di Danau Poso dan DAS Poso merupakan salah satu mata pencaharian yang menjanjikan bagi nelayan. Fredrik Kalengke (53) seorang nelayan generasi ketiga pemilik Waya Masapi, membiayai 2 orang anaknya yang kuliah di jurusan Teknik Elektro dari hasil dari tangkapan sidat. Dia masing menyimpan kuitansi-kuitansi pembayaran hasil penangkapan sidat sebagai bukti usaha Waya Masapi adalah usaha yang menguntungkan tapi juga menjaga tradisi di Danau Poso. Tentang tradisi Waya Masapi bisa dibaca di Wayamasapi, Ketika Bambu dan Ikan Merajut Kekeluargaan
Hingga tahun 2019 masih ada sekitar 30 Waya Masapi di sepanjang sungai Poso dari kelurahan Sangele, Pamona hingga ke kelurahan Tendeadongi. Namun saat ini hanya tersisa 4 saja. Sisanya telah dibongkar setelah dikompensasi oleh PT Poso Energi yang melakukan proyek pengerukan outlet Danau Poso sepanjang 12,8 Km. Proyek ini bertujuan memenuhi kebutuhan debit air PLTA milik perusahaan keluarga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu. Proses kompensasi atas pagar warisan nenek moyang ini bukanlah hal mudah bagi banyak nelayan yang sudah mengelola Waya Masapi puluhan tahun. Di Desa Saojo, beberapa Waya Masapi dibongkar tanpa informasi kepada pemilik Waya Masapi. Bahkan, beberapa belum mendapatkan kompensasi.
Sebelum proyek pengerukan ini, perusahaan sudah membangun bendungan PLTA Poso I di desa Saojo dan Bendung PLTA Poso 2 di desa Sulewana. Keduanya diduga sebagai sebab turunnya hasil tangkapan Masapi.
Yusuf Manarang (48) nelayan Toponyilo di Danau Poso mengatakan, sebelum adanya bendungan PLTA dan proyek pengerukan sungai Poso, dalam satu musim Sidat pendapatannya pernah mencapai 60 juta rupiah.
“Saya hidup dan menghidupi keluarga dari hasil danau. Pendapatan saat ini menurun drastis, aktivitas pengerukan mengganggu nelayan karena lampu kapal pengeruk sangat terang, sidat jadi bersembunyi di tempat yang lebih dalam”kata Yusuf. Kalender musim Sidat bisa dibaca disini Kalender Masapi Danau Poso
Turunnya populasi Masapi yang dilihat juga dari berkurangnya hasil tangkapan nelayan dipengaruhi juga oleh perubahan kondisi habitat, yaitu pembangunan bendungan dan bendung PLTA I dan PLTA 2 pada DAS Poso. Dua dinding beton yang membatasi sungai ini dapat memutus alur ruaya anak Masapi dari laut Teluk Tomini ke Danau Poso. Berdasarkan dokumen Amdal perusahaan, nantinya jumlah bendungan akan bertambah 2 lagi sehingga total akan ada 4 pembangkit listrik di sepanjang DAS Poso.
Menurut penelitian Sarnita yang dipublikasikan tahun 1973, estimasi produksi Masapi di Danau Poso pada tahun 1970 mencapai 22 ton per tahun. Perkiraan ini didasarkan pada alat tangkap yang terpasang di Sungai Poso saat itu. Pada tahun 1980 produksinya naik jadi 41,5 ton dan tahun 1998 sebesar 30,5 ton.
Produksi sidat pada tahun 1990 mencapai 41,5 ton, sementara pada tahun 1998 sekitar 30,5 ton (Laporan Dinas Perikanan DT II Poso; Tidak dipublikasikan).
Hasil penelitian tahun 2004-2005 menunjukkan, hasil tangkapan Sidat di Danau Poso diperkirakan sekitar 22-54 ton/tahun atau sekitar 40 % dari rata-rata hasil tangkapan total ikan di danau tersebut (Husnah, dkk. 2008.)
Selanjutnya Produksi sidat pada tahun 2006 mencapai 9,1 ton yang merupakan 51% dari hasil produksi total perikanan di perairan Danau Poso. Ini merupakan data dari KCD Perikanan, Kec. Pamona, 2006.
Karena jalur ruaya yang sudah terganggu, diperlukan cara agar Glass Eel atau anak Masapi bisa berenang melewati dua bendungan di badan sungai Poso, dari muara Teluk Tomini ke Danau Poso.
Tapi apakah 2 bendungan itu atau ada sebab lain yang membuat hasil penangkapan Masapi terus berkurang? Penelitian yang dilakukan Navy Novy Jefry dan Krismono dari Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan serta Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan pada tahun 2015 menyebutkan, terjadinya penurunan produksi induk maupun glass eel karena penangkapan terus menerus yang belum memperhatikan kelestariannya.
Penangkapan ini dilakukan baik saat Masapi beruaya ke laut maupun saat anakannya hendak naik ke danau. Tapi bukan hanya karena itu, penelitian ini juga menyebutkan, keberadaan dan pembangunan dam atau bendungan PLTA milik PT Poso Energi di desa Sulewana juga jadi sebabnya. Bendungan PLTA memutuskan jalur ruaya sidat ke laut dan dari laut ke danau yang berakibat hilangnya sidat dari danau Poso.
Melestarikan Masapi Lewat Restocking
Dr. Triyanto, peneliti dari Pusat Riset Limnologi dan Sumberdaya Air BRIN mengatakan, pada tahun 2021 ada sekitar 60 juta glass eel di muara Sungai Poso yang akan naik ke Sungai Poso dan seharusnya bisa terus ke Danau Poso sehingga perlu dilakukan pembesaran di BBI Pandiri yang ditargetkan bisa 100 ribu ekor per tahun untuk restocking di Danau Poso.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melihat permasalahan sidat di Indonesia termasuk di kabupaten Poso perlu penanganan khusus untuk menjaga kelangsungan kelestarian dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Karena itu menerbitkan beberapa serulasi antara lain panduan teknis penebaran kembali (Restocking) Sidat (Anguilla spp.) melalui Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 7 Tahun 2021 dan panduan teknis penangkapan dan penanganan Ikan Sidat (Anguilla spp.) pada stadium glass eel melalui Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 8 Tahun 2021.
Awal tahun 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan BRIN melakukan uji petik pelepasan anakan Masapi di Danau Poso. Anak-anak Masapi ini diambil dari lokasi proyek percontohan pembesaran milik dinas perikanan kabupaten Poso. Proyek pembesaran itu dikerjakan oleh BRIN.
Dua kegiatan ini, pembesaran dan pelepasan Masapi mengindikasikan bahwa jalur ruaya alami Masapi yakni sungai Poso tidak lagi bisa diharapkan untuk bisa dilalui anak-anak Masapi untuk kembali ke Danau Poso.
Bukan hanya keputusan nomor 8 tahun 2021, sebelumnya kebijakan lain telah dikeluarkan pemerintah untuk membuat Masapi bisa tetap ada di Danau Poso, yakni keputusan menteri KKP nomor 80/kepmen-kp/2020 tentang Tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat (Anguilla spp.) Perlindungan terbatas Ikan Sidat (Anguilla spp.) sebagaimana dimaksud diktum KESATU meliputi:
a. benih semua spesies Ikan Sidat (Anguilla spp.)pada stadium glass eel tidak boleh ditangkap setiap bulan gelap tanggal 27-28 Hijriah;
b. Anguilla bicolor dan Anguilla interioris dewasa dengan berat diatas dua kilogram tidak boleh ditangkap sepanjang waktu; dan
c. Anguilla marmorata dan Anguilla celebesensis dewasa, dengan berat diatas lima kilogram tidak boleh ditangkap sepanjang waktu.
Kebijakan ini memerlukan sosialisasi intens ditengah nelayan agar bisa berjalan. Sebab bagaimanapun, menjual daging Masapi sudah menjadi kebiasaan masyarakat pinggir Danau Poso turun temurun. Masakan daging Masapi bahkan menjadi salah satu kuliner paling dicari orang ketika berkunjung ke Poso.