Tentena – Mempersiapkan perempuan menjadi pemimpin dalam desanya, Institut Mosintuwu menyelenggarakan workshop Sekolah Pembaharu. Workshop ini sebagai tahap persiapan mereka sebelum mengikuti Sekolah Perempuan Pembaharu selama setahun ke depan.
Penanggungjawab Sekolah Pembaharu, Sri Ratna Mbaresi mengatakan workshop tersebut bertujuan untuk memperkenalkan konsep Sekolah Pembaharu dan kurikulumnya. Keterlibatan mereka kali ini bertujuan agar perempuan dapat terlibat lebih aktif pembangunan desa, bahkan memimpin pembaharuan dalam desa menjadi pembangunan yang adil dan damai.
Para peserta workshop yang terdiri dari angkatan pertama hingga angkatan ketiga sekolah perempuan, serta kelompok perempuan lainnya yang meskipun tidak bergabung di kelas sekolah perempuan aktif mengikuti workshop yang diselenggarakan Institut Mosintuwu. Terdapat 74 perempuan dari 24 desa hadir dalam workshop yang difasilitasi oleh Lian Gogali. Semuanya bersemangat menyambut hadirnya sekolah perempuan pembaharu desa. Sekolah Pembaharu, kata Sri Ratna akan diikuti 100 orang perempuan dari 30 desa. Mereka yang mengikuti kelas dipilih berdasarkan pengamatan atas praktek mereka dalam keterlibatan di desa masing-masing.
“Mereka adalah lulusan sekolah perempuan yang setelah lulus mengembangkan pengetahuan dari sekolah perempuan di dalam masyarakat” Kata Sri Ratna “ ada yang menjadi kepala dusun, membuka usaha ekonomi, menjadi pemimpin dalam organisasi atau aktif melakukan pendampingan kasus kekerasan”
“Setiap kelas akan dibatasi maksimal 25 orang, untuk memaksimalkan proses belajarnya,” tambah Sri Ratna
Sri Ratna menambahkan terdapat 6 materi penting dalam Sekolah Pembaharu Desa, yakni Kepemimpinan Perempuan, Keterampilan Berbicara dan Bernalar, Analisis Sosial, bagaimana membaca dan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa serta bagaimana menyusun Anggaran pendapatan dan belanja desa, dan pendidikan politik tentang pemilihan umum.
Materi tersebut menjadi bekal peserta Sekolah Perempuan untuk berkontribusi dalam perencanaan dan penyusunan program pembangunan desa. Sehingga pembangunan pelaksanaan pembangunan desa juga dapat diarahkan untuk memiliki visi memastikan generasi di desa tumbuh dengan baik. Karena itu dalam pembahasan pembangunan desa tidak mengesampingkan bidang pendidikan dan kesehatan, isu yang sangat dekat dengan perempuan dan persoalan masyarakat.
Dalam workshop yang dilaksanakan pada hari Selasa, 20 Februari 2018 ini dibicarakan juga perbedaan sekolah perempuan dan sekolah pembaharu. Sri Ratna menjelaskan sekolah perempuan membawa pengetahuan, ketrampilan dan membangun jaringan antar perempuan untuk memiliki kepercayaan diri , dan bisa berjuang atas hak mereka bersuara. “Sekolah pembaharu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan serta jaringan perempuan untuk digunakan menyusun rencana pembangunan, aktif mengambil keputusan dalam masyarakat” tambah Sri Ratna.
Sekolah Pembaharu direncanakan akan dimulai pada bulan April 2018.