“Hidup petani, petani merdeka !”
Seruan seorang ibu menggema di jalanan kota Tentena, pagi itu tanggal 18 September 2017 pukul 08.00. Seruan ini disambut penuh semangat rombongan petani bertelanjang kaki dengan bernyanyi “ Hidup-hiduplah orang tani, orang merdeka, orang yang kucinta, orang yang termasyur di seluruh Indonesia “ Di bagian depan, empat orang memukul gendang dan gong bertalu-talu mengajak orang-orang di sepanjang jalanan keluar dari rumah.
Sepanjang 500 meter, rombongan petani dan nelayan dari 17 desa dan kelurahan di Kabupaten Poso membuka Festival Hasil Bumi dengan parade hasil bumi. Berbagai hasil bumi yang dibawa langsung dari desa dan kelurahan dihias unik dan menarik membentuk berbagai hiasan orang-orangan atau menara. Menunjukkan kekayaan hasil bumi, Desa Tokorondo membawa berbagai hasil laut dan hasil kebun. Desa Dulumai nampak membawa roda kecil berisi beragam hasil bumi, termasuk ikan. Peserta dari Desa Kelei memikul baso, berisi padi dan beragam hasil bumi lainnya. Desa Panjo menghias berbagai hasil bumi mereka dengan membentuk orangan sawah. Desa Trimulya memberikan ciri khas petani dari suku Bali dengan gunungan hasil bumi di atas kepala.
Berpakaian petani dan nelayan, sejak berkumpul pada pukul 07.00 di Taman Kota Tentena, rombongan petani ini menarik perhatian masyarakat Tentena. Tanpa acara seremonial, parade hasil bumi dibuka dengan lagu-lagu daerah Pamona yang juga mengiringi peserta parade sepanjang perjalanan.
Masyarakat Tentena menyambut antusias parade hasil bumi dengan merekam perjalanan parade atau ikut bertepuk tangan juga ikut berteriak memberi semangat. “ Bagus sekali ada parade hasil bumi seperti ini, ini mengingatkan kita orang desa atas kekayaan hasil bumi dan membuat orang bangga dengan desanya masing-masing” ujar Dedy, saat diwawancarai oleh Radio Mosintuwu yang menyiarkan langsung parade hasil bumi di gelombang 107,7 FM.
“Masyarakat yang cerdas adalah masyarakat yang menanam dan menuai, tanpa merusak lingkungan” demikian seru ibu dari Desa Bancea. “ Ayo ke desa kami, di desa kami ada kopi Kojo yang terkenal hingga ke luar negeri, ke Belanda, ke Amerika bahkan ke Jerman” Seruan ini disambut teriakan “ ayo, ayo ke desa “ Masing-masing desa melakukan kampanye tentang desa-nya dengan mengajak masyarakat untuk menikmati hasil bumi desa dengan mengunjungi lokasi festival hasil bumi atau langsung datang ke desa.
Parade hasil bumi memberikan simbol kekuatan desa untuk membangun Poso yang damai dan adil, demikian penjelasan Lian. “Kita ingin membicarakan perdamaian dan keadilan yang berkelanjutan dari meja makan, dari tanah dan air yang kita kelola, dari kerjasama antar komunitas dalam desa untuk menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat. Institut Mosintuwu yakin bahwa desa dan masyarakat desa khususnya perempuan memiliki kemampuan dan kekuatan untuk membangun Poso dan Indonesia dengan menguatkan desa” Selanjutnya menurut Lian, parade hasil bumi adalah simbol kekuatan desa sekaligus upaya untuk membangun kepercayaan diri desa atas kekuatan yang dimiliki. Melalui desa-lah, menurut Lian, perdamaian dan keadilan di Poso dapat berkelanjutan.
Perjalanan parade hasil bumi dimulai di Taman Kota Tentena berakhir di lokasi Festival Hasil Bumi di wilayah Yosi, Pamona. Setiba di lokasi festival, masing-masing peserta parade melakukan yel-yel semangat membangun desa melalui alam di sekitarnya. Parade diakhiri dengan pembagian hasil bumi kepada pengunjung secara gratis. “Pembagian hasil bumi gratis pada para pengunjung ini adalah simbol kekuatan bersama adalah dengan saling berbagi” jelas Cici, koordinator program festival.