Orasi Kebudayaan : Tanah, Air, Hutan dan Manusia yang Bersahaja

0
1103
Ibu-ibu dari desa-desa mempersembahkan kuliner dari alam yang diolah dengan cara tradisional di Festival Mosintuwu. Foto : Josua Marunduh

Pengantar Redaksi :

Festival Mosituwu 2022 diselenggarakan Institut Mosintuwu bersama desa-desa peserta Sekolah Pembaharu Desa, didukung oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada Malam kebudayaan, Festival Mosintuwu dibuka dengan orasi kebudayaan yang disampaikan oleh Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Hilmar Farid melalui video , pada hari Rabu  9 November 2022.   Selengkapnya orasi kebudayaan Dirjen Kebudayaan sebagai berikut :

“ Selamat malam, Ass.Wr.Wb, salam sejahtera untuk kita semua. 

Salam budaya. 

Yang saya hormati pimpinan Institut Mosintuwu, Lian Gogali beserta seluruh jajaran teman-teman yang hadir dalam kesempatan, tentunya hadirin yang hadir pada saat Festival Mosintuwu ini.  Terimakasih atas undangannya. Saya mohon maaf tidak dapat hadir langsung. Tentunya sangat ingin pergi ke Poso, sudah lama tidak ke sana. Tapi ada tugas yang tidak bisa saya tinggalkan pada minggu ini , jadi mohon maaf, tapi mudah-mudahan kali berikut saya juga bisa hadir secara langsung. 

Saya pertama-tama tentu ingin mengucapkan juga selamat , atas terselenggaranya Festival Mosintuwu.

Tema yang dipilih kali ini untuk festival ini juga sangat penting, soal tanah, air dan hutan. Karena kita tahu bahwa salah satu tantangan besar yang kita hadapi sekarang ini justru terletak pada hubungan manusia dengan alam. 

Ya, kita mungkin mengikuti berita-berita tentang perubahan iklim,  yang manifestasi nya itu sangat buruk. Banjir besar terjadi di mana-mana, tempat lain justru yang terjadi sebaliknya adalah kekeringan yang berkepanjangan sehingga gagal panen. Belum lagi naiknya permukaan air laut di banyak tempat seperti di negara-negara Pasifik sekarang sudah dalam keadaan yang sangat genting, karena air laut itu naik terus. Dan tentu pengalaman kita, pengalaman kolektif kita baru-baru ini yaitu pandemi covid yang tidak lain juga adalah buah dari kerusakan habitat hewan liar yang membuat mereka bercampur dengan habitat manusiasehingga lahir pandemi COVID-19. 

Baca Juga :  Mewarisi Ilmu Pengetahuan dan Toleransi, Semangat dari Haul Guru Tua

Nah semua ini, membuat kita sekarang berpikir ulang tentang hubungan manusia, hubungan kita ini dengan alam sekitar. Kenapa saya bilang berpikir ulang, karena  untuk waktu yang cukup lama kita sudah terbiasa menganggap alam itu seperti sumber yang tidak ada habisnya. Alam itu sesuatu yang ada di luar sana berbeda tidak terlalu kita pikirkan, dan timbul juga jarak yang saya kira cukup besar antara masyarakat manusia dengan alamnya, terutama kita yang hidup di kota merasa tidak punya kepentingan untuk menjaga kelestarian hutan ,atau menjaga laut, menjaga sungai.  Karena yang hadir pada kita yang hidup di kota ini adalah produk akhirnya, hanya dalam bentuk pangan. Jadi kita punya jarak yang kemudian menimbulkan banyak soal ketika yang namanya alam  dengan budaya itu terpisah. Dan tentu ini sesuatu yang disayangkan, apalagi jarak ini kemudian punya implikasi yang luar biasa dalam kehidupan sosial kita. 

Kita bersyukur, bahwa di banyak sekali masyarakat kita ini tradisi yang mengingatkan kembali bahwa alam ini adalah saudara kita, bahwa kita sebetulnya adalah bagian dari alam, itu cukup kuat. Kita melihat di banyak ekosistem seperti gunung, danau, hutan , sungai,  punya ekspresi budaya yang sangat spesifik, yang sangat khas. 

Baca Juga :  Kritik Atas Politik Pangan Negara di Karnaval Festival Mosintuwu

Di Poso sendiri saya kira, ini sudah disadari juga sejak lama. Di setiap pesta adat kita tahu ada  Mobolingoni, ada orang juru dongeng yang mengisahkan tradisi,  mengisahkan legenda cerita bagaimana alam sekitar melahirkan manusia pertama, dan mengajari bagaimana caranya hidup. Disitu kita melihat bagaimana keterikatan antara manusia dengan alam begitu eratnya. Kita tahu tarian adat Modero juga adalah lingkaran persaudaraan dengan alam sekitar.  Jadi, nampaklah segala ekspresi budaya seperti ini yang menunjukkan betapa masyarakat di masa lalu memiliki hubungan yang sangat erat, sebuah kesadaran yang sangat erat  bahwa mereka adalah bagian dari alam.  Saya kira ini adalah sesuatu yang sangat penting karena disini membuat kita sebagai manusia menjadi lebih bersahaja ketika kesadaran itu timbul. Bahwa kita sebenarnya adalah komponen dari sesuatu yang lebih besar dan kita sangat bergantung juga sebetulnya pada alam itu, sehingga sikap congkak, arogan, merasa lebih dari yang lain itu, bisa diredam bisa diperkecil membuat kita menjadi lebih bersahaja. Dan saya kira itu esensi dari kebudayaan. Yaitu mengerti betul posisinya di dalam alam raya ini, menyadari segala keterbatasan yang kita miliki bersikap terbuka karena keterbatasan itu. Ini akan dengan sendirinya membuat sikap atau membangun sikap yang sifatnya lebih inklusif, lebih melibatkan, lebih memahami hubungan satu sama lain yang saling bergantung itu. 

Tentu ini adalah nilai-nilai yang tidak bisa di pidatokan. Tidak bisa diajarkan secara verbal, tapi  harus melalui praktik bersama . Apa yang dilakukan melalui Festival ini menurut saya adalah itu. Bagaimana caranya menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran, praktik yang mendekatkan kita dengan alam sekitar serta betul-betul memberi tempat yang pantas kepada ekspresi budaya ini menghargainya, mempelajarinya dan juga menjadikannya sebagai sarana kita untuk membangun satu kebudayaan, satu kebiasaan bersama yang kembali menghargai alam itu tadi. 

Baca Juga :  Festival Mosintuwu, Ikhtiar Memuliakan Alam & Kebudayaan untuk Kehidupan Kini dan Kelak

Saya mendengar laporan bahwa Festival ini pertama kali diadakan 2016, sebagai Festival hasil bumi. Sekarang ini sudah berhasil mengkonsolidasi lebih banyak desa, ada anggota-anggota yang juga semakin banyak , masyarakat yang terlibat semakin banyak . Saya kira ini adalah capaian yang luar biasa, bukan karena jumlahnya tetapi memperlihatkan bahwa gerak bersama kita untuk memuliakan alam ini, panggilan itu mendapat sambutan yang baik dalam masyarakat. Saya kira bagi kita yang sering menyelenggarakan kegiatan adalah kebahagiaan yang paling tinggi ketika masyarakat merasa memiliki Festival itu. Jadi bukan hanya keinginan dari satu dua orang tapi sudah menjadi satu keinginan dan gerak bersama. 

Tentu harapan saya ke depan Festival ini dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman di banyak daerah yang lain dan sama-sama kita nanti bergerak untuk terus memajukan kebudayaan dan menghidupkan kembali kekuatan alam , kehadiran alam di dalam kebudayaan kita. 

Saya kira itu yang bisa disampaikan. Terima kasih sekali lagi undangannya. Mudah-mudahan kali berikut, kita bisa berjumpa secara langsung.

Wassalamualakum Wr.Wb.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda