Ekspedisi Poso untuk Taman Bumi Danau Poso

0
1731
Perjalanan tim Ekspedisi Poso 2 yang terdiri dari tim biodiversity, tim geodiversity dan tim cultural diversity di Padamarari. Foto : Dok. Mosintuwu/RayRarea

Sebuah perjalanan menelusuri keragaman hayati, keragaman geologi, dan keragaman budaya di Danau Poso sedang berlangsung. Ekspedisi Poso, demikian para nelayan, petani, agamawan, tokoh adat bersama dengan akademisi dan peneliti ahli geologi, biologi, arkeologi dan antropologi  menyebutnya. Lian Gogali, ketua Ekspedisi Poso menyebutkan perjalanan  Ekspedisi Poso tahun 2021 adalah perjalanan ekspedisi Poso yang kedua.  Keduanya dinisiasi oleh komunitas.

“Ekspedisi Poso diinisiasi oleh komunitas, dibantu oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk mengenal dan menemukan model pembangunan yang berkelanjutan tapi juga mensejahterakan tanpa mengeksploitasi alam” ujar Lian.

Sementara itu, Herry Yogaswara, Kepala Puslit Kependudukan LIPI yan juga seorang peneliti bidang ekologi manusia dan bergabung menjadi tim ahli dalam Ekspedisi Poso, mengatakan :  

“ Ekspedisi Poso ini bukti kolaborasi antara komunitas, aktivis, peneliti dan akademisi yang peduli Poso. Modal sosial berupa kepercayaan dan jejaring itu jauh lebih efektif daripada sekedar modal kapital. Kolaborasi ini relatif jarang bisa dilakukan untuk sebuah ekspedisi yang melibatkan para pihak. Pemerintah Daerah Poso sejatinya bangga dengan pencapaian ini “

Sebelumnya, Ekspedisi Poso pertama tahun 2019  dilakukan untuk menginventarisasi keanekaragaman budaya dan alam di Poso, mendokumentasikan catatan, pengalaman, ingatan atas peristiwa alam dan bencana yang terjadi di Kabupaten Poso serta bagaimana masyarakat meresponnya, menganalisis rencana kontijensi dan melihat kesiapsiagaan Pemerintah dan masyarakat menghadapinya,  menganalisis dan merekomendasikan kebutuhan model pembangunan yang mempertimbangkan kearifan lokal dan bersahabat dengan alam . Singkatnya, untuk mitigasi bencana. Pemikiran mengenai mitigasi bencana ini 

Baca Juga :  Mompaho, Tradisi Tanam Berirama di Ladang

Ekspedisi Poso kedua kali ini dimaksudkan untuk menelusuri keragaman biodiversity, geodiversity, cultural diversity untuk merancang bersama Danau Poso sebagai taman bumi. 

Tengkorak di salah satu situs budaya di sekitar Danau Poso, ditemukan dalam perjalanan pertama Ekspedisi Poso kedua, 2021. Foto : Dok.Mosintuwu/LaniMokonio

Danau Poso, salah satu dari 15 danau prioritas nasional. Keberadaan sidat Anguilla marmorata yang melimpah dibandingkan tempat lain di seluruh Indonesia menjadi salah satu alasan ditetapkannya Danau Poso sebagai danau prioritas.  Namun, Danau Poso memiliki banyak hal lain yang perlu dilindungi selain sidat. Sebagai danau tektonik, danau Poso merupakan salah satu bukti sejarah peristiwa terbentuknya bumi. Sebagai danau purba, danau Poso memiliki keanekaragaman hayati endemik yang dimiliki dunia. 

Danau Poso juga dilihat sebagai aset sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk keuntungan ekonomi. Selama ratusan tahun, danau Poso dimanfaatkan oleh warga sebagai sumber air minum dan irigasi, membuka lapangan pekerjaan menunjang perekonomian warga, menjadi sarana transportasi, menciptakan kebudayaan masyarakat, menjadi obyek wisata dan sebagainya. 

Perjalanan Ekspedisi Poso I di 2019 yang pernah dilakukan, telah membuka dan menguatkan cara baru membicarakan Danau Poso. Proses dan hasil awal perjalanan Ekspedisi Poso menemukan jalan untuk mengeksplorasi sejarah, kebudayaan, keanekaragaman hayati  Danau Poso tanpa merusak lingkungan; menguatkan pilihan pengembangan kekayaan Danau Poso tanpa menghilangkan kebudayaan; mengembangkan alternatif untuk pembangunan dengan tidak meninggalkan masyarakat yang berada di sekitarnya. 

Baca Juga :  Sawah-sawah Tenggelam, Kerbau Mati: Nasib Warga Tepi Danau Poso

Perjalanan Ekspedisi Poso  I di wilayah Danau Poso menemukan bagaimana orang Poso melihat Danau Poso bukanlah sekumpulan air tapi bagian dari ekosistem kehidupan, bagian dari kehidupan masyarakat. Karenanya pembangunan dengan memanfaatkan Danau Poso perlu didorong untuk melampaui cara pikir danau Poso sebagai aset saja. 

Perairan di salah satu situs budaya diduga menyimpan beberapa ikan purba. Ditemukan dalam perjalanan pertama Ekspedisi Poso 2 , 2021. Foto : Dok.Mosintuwu/RayRarea

Taman bumi atau geopark di wilayah Danau Poso menjadi pilihannya. Taman Bumi berdasarkan Peraturan Presiden no 9 tahun 2019 adalah sebuah wilayah geografi tunggal atau gabungan, yang memiliki situs warisan geologi  dan bentang alam yang bernilai terkait aspek warisan geologi, keragaman geologi , keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya serta dikelola untuk keperluan konservasi, edukasi dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan.

Menurut UNESCO, unsur utama di dalam Geopark terbagi 3 yaitu unsur Geodiversity, Biodiversity dan Culturaldiversity. Konsep asas Geopark menurut UNESCO adalah pembangunan ekonomi secara mapan melalui warisan geologi atau geotourism. Tujuan dan sasaran dari Geopark adalah untuk melindungi keragaman Bumi (geodiversity) dan konservasi lingkungan, pendidikan dan ilmu kebumian secara luas sehingga pengusulan danau Poso sebagai Geopark adalah pilihan yang sangat tepat.

Memulai perjalanan Ekspedisi Poso 2, tim melakukan serangkaian pertemuan dengan Pemerintah Daerah Poso dan OPD terkait dengan harapan agar Pemerintah Daerah menjadi bagian aktif dalam merancang taman bumi danau Poso.  Menghadapi konteks pandemi Covid-19 , perjalanan ekspedisi Poso 2 ini dilakukan dalam beberapa kali perjalanan di mulai pada akhir Maret 2021. 

Baca Juga :  Perempuan Poso, Memimpin Pembaharuan DesaPerempuan Poso, Pembaharu Desa

Tim ahli Ekspedisi Poso yang menyertai perjalanan ini antara lain : Lian Gogali ( Direktur Institut Mosintuwu ) ;Dr. Herry Yogaswara,M.A (Kepala Puslit Kependudukan LIPI, Peneliti Bidang Ekologi Manusia);  Ir. Sukmandaru Prihatmoko (  Ikatan Ahli Geologi Indonesia ) ; Abang Mansyursyah Surya Nugraha, Ph.D ( Geolog , peneliti geologi Sulawesi); Drs. IKSAM M.Hum (Arkeolog, Wakil Kepala Museum Sulawesi Tengah); Drs. Abdullah, M.T (Pengamat Kebencanaan Sulawesi Tengah, Universitas Tadulako); Reza Permadi , S.T.( geology, Ketua Forum Geosaintis Muda Indonesia ); Dr. Nur Sangaji ( akademisi / dosen Universitas Tadulako, peneliti , tim ahli Kajian LingkunganHidup Strategis ) ; Dr. Fadly Y. Tantu  ( akademisi / dosen Universitas Tadulako, Presiden Asosiasi Sidat Indonesia  ); Muh. Herjayanto, S.Pi., M.Si ( Peneliti ikan, Dosen Fakultas Perikanan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)  ; Abdul Gani, S.Pi., MP  ( Peneliti ikan, Dosen Universitas Muhammadiyah Luwuk ); Neneng Susilawasih (Peneliti ); Trinirmalaningrum ( ketua Ekspedisi Palu Koro , direktur SKALA ) ; Neni Muhidin (Pegiat Literasi Bencana, penulis ) ; Resti Samyati , S.T., M.Sc.( Palaentologist,  Dosen Universitas Pertamina Jakarta ); Rahman Hakim S.T., M.T. ( Ikatan Ahli Geologi Indonesia , dosen Universitas Pertamina Jakarta ); Muh. Herjayanto, S.Pi., M.Si ( Peneliti ikan, Dosen Fakultas Perikanan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) ; Abdul Gani, S.Pi., MP  ( Peneliti ikan, Dosen Universitas Muhammadiyah Luwuk ); Dr. Meria Tirsa Gundo ( peneliti air tawar Danau Poso, Universitas Sintuwu Maroso ) ; Fhirdha Rizqi  ( geolog / Ikatan Ahli Geologi Indonesia); Muh. Abduh ( peneliti muda); Kurniawan Bandjolu ( peneliti muda , Institut Mosintuwu ).

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda