Banjir Ditengah Pandemi, Warga Makin Susah, Kebijakan Tidak Berubah

0
1399
Banjir bandang di Desa Lengkeka, 3/3/2020 menghancurkan puluhan rumah, dan korban jiwa 1 orang. Foto : Dok. Mosintuwu/Ray

Hujan di akhir bulan April 2020 membawa banjir ke desa-desa di kabupaten Poso. Di desa Meko, kecamatan Pamona Barat, para petani baru saja menanam padi ketika hujan mulai mengguyur wilayah sepanjang pinggir danau Poso. Air danau Poso naik, sungai Meko meluap. Lebih dari 90 hektar sawah yang baru saja ditanami disapu banjir. Kepala desa Meko, Gede mengatakan, sawah-sawah itu hampir dipastikan gagal panen. Selain sawah, kebun warganya disepanjang pinggir danau juga terancam gagal panen. 

Banjir ini menjadi pukulan keras bagi para petani di desa penghasil beras itu. Setelah air surut sawah memang bisa menanam kembali. Namun petani butuh modal lagi. Disini persoalan lain muncul. Hutang yang makin sulit dibayar. Di lembah Bada, banjir membuat lebih dari 10 hektar sawah petani di desa Gintu, Pada, Bomba rusak hingga tidak bisa diharapkan memberi hasil panen bulan Juli nanti.

Untuk biaya mengolah sawah, sebagian besar petani meminjam uang dengan perjanjian akan dibayar saat panen tiba. Gede, mengatakan, sebagian petani sawah meminjam uang ke pemilik gilingan atau tengkulak. Meskipun sawah gagal panen, hutang tidak diputihkan. Harus tetap dibayar. Caranya, petani harus membuat pinjaman baru untuk modal mengolah sawah lagi. Artinya saat panen nanti, jumlah pokok dan bunga hutang sudah 2 kali lipat. 

Nasib sama juga dialami petani sayur di lembah Napu. Di Desa Bayusari kecamatan Lore Utara, Sabtu, 2 Mei 2020, sungai Lariang meluap menerjang sekitar 80 hektar kebun-kebun sayur warga. Sawing, kepala desa Banyusari mengatakan, sayur yang sudah siap dipanen maupun yang baru ditanam lenyap. Selain harus memperbaiki kembali rumah mereka yang rusak dihantam material kayu dan lumpur saat banjir, para petani harus memikirkan cara membayar hutang. Sebelum mengolah kebun, banyak yang harus mengajukan pinjaman modal yang jumlahnya dari 5 juta tampai puluhan juta rupiah ke bank atau lembaga pinjaman lain. 

Meskipun pemerintah memberi kelonggaran pembayaran hutang hingga 6 bulan kedepan untuk para petani kecil. Namun tidak semua petani, khususnya di kabupaten Poso yang meminjam uang di lembaga keuangan resmi. Banyak diantaranya meminjam kepada rentenir dan tengkulak, sehingga tidak ada aturan yang membuat mereka bisa menunda pembayaran hutangnya. Baik Gede maupun Sawing mengatakan, akan berupaya berbicara kepada bank maupun pemberi pinjaman lain agar memberi kelonggaran waktu pembayaran kepada petani mereka terancam gagal membayar hutang itu.

Baca Juga :  Kukis Ubi : Penganan Desa yang Berjuang Tetap Hadir di Atas Meja

Sejak bulan Februari 2020 BMKG sebenarnya sudah memperingatkan fenomena Madden Julian Oscilitation (MJO) akan membuat curah hujan akan sangat tinggi di Sulawesi Tengah, termasuk kabupaten Poso. Ini adalah gelombang atmosfer di wilayah tropis yang tumbuh dan berkembang di Samudera Hindia, akibat interaksi atmosfer dan lautan secara global dengan periode 30-90 hari dan bergerak merambat ke arah timur. BMKG menghimbau semua daerah waspada akan potensi terjadinya banjir. Selanjutnya lembaga prediksi cuaca itu memberikan informasi prediksi cuaca ekstrem yang akan terjadi pada 1 sampai 3 Maret 2020 di Sulawesi termasuk Sulawesi Tengah.

Prakiraan itu benar-benar terjadi. Pada 3 Maret 2020 sekitar pukul 15:00 wita, banjir bandang menghantam desa Lengkeka. Sebanyak 257 kepala keluarga yang terdiri atas 952 jiwa harus mengungsi ke kantor Camat yang dinilai aman. Air bercampur lumpur pekat membawa potongan kayu dan batu-batu besar datang dari arah utara desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) menerjang Selasa sore, 3 Maret 2020. 

W.R Tobingki,  warga Lengkeka menceritakan, dirinya sedang menikmati kopi sambil bermain bersama tiga orang cucunya ketika mendengar suara gemuruh dari arah bukit. Lalu air tiba-tiba menghantam pintu rumahnya. Sebelumnya hujan deras mengguyur lembah Bada sejak beberapa hari terakhir. Hermon Kewewo, kaur umum pemerintah desa Lengkeka merinci, 120 rumah warga termasuk 1 gereja dan 1 sekolah dan 1 puskesdes rusak berat. 5 rumah permanen hilang.

3 Maret 2020 itu, sekitar 952 orang warga Lengkeka mengungsi di aula kantor camat Lore Barat yang tidak seberapa besar, sebagian dirumah keluarga, tidur berdesakan. Sehari sebelumnya Presiden Jokowi mengumumkan, seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya positif Covid19. Ini adalah kasus pertama di Indonesia. Sejak virus Sars-Cov2 penyebab Covid19 muncul di Wuhan akhir tahun 2019 hampir tidak ada langkah preventif dilakukan pemerintah Indonesia. Pun ketika negara-negara tetangga mulai terjangkit, pemerintah malah mau menarik wisatawan asing masuk kemari. Langkah memandang remeh terhadap penyebaran virus Corona kemudian diteruskan para petinggi negeri ini. Akibatnya, hingga 8 Mei 2020, menurut data resmi, orang yang tertular sudah mencapai 13,112 orang dengan 943 orang meninggal. Langkah abai pusat ini rupanya ditiru daerah. Contohnya pengabaian terhadap peringatan BMKG terhadap potensi banjir. Padahal di kabupaten Poso, setiap tahun banjir pasti terjadi di desa-desa yang sudah diperkirakan sebelumnya.

Baca Juga :  Raru Topuha, Menghidupkan Ekonomi Desa dari Hasil Hutan

Warga di Lore Barat berusaha melalui jalan yang longsor saat banjir untuk bisa ke kebun . Foto : Mosintuwu/RaruWarga di Lore Barat berusaha melalui jalan yang longsor saat banjir untuk bisa ke kebun . Foto : Mosintuwu/Raru

Banjir di Poso membuat kebijakan jaga jarak dimasa pandemi Covid 19 menjadi tidak berarti. Terutama ketika panik saat banjir merendam rumah-rumah. Di Poso Kota Selatan, per 30 April 2020 terdapat 3 Orang Tanpa Gejala (OTG) dan 5 Orang Dalam Pengawasan (ODP) yang harus mengisolasi diri. Jika kebetulan rumah mereka terkena banjir, tentu harus keluar hingga potensi bersentuhan dengan orang lain menjadi terbuka. Hal sama di kecamatan Poso Kota yang beberapa titik wilayahnya menjadi langganan banjir seperti disekitar jalan pulau Tarakan kelurahan Gebang Rejo dan kelurahan Kayamanya. Di kecamatan Poso Kota, merupakan asal dari 1 pasien positif Covid19, 5 orang berstatus OTG, 1 ODP dan 1 PDP. Kecamatan lainnya adalah Poso Pesisir Selatan, pada banjir yang terjadi 30 April 2020, di desa Tangkura sebagian besar rumah terkena banjir. Data BPBD Poso menyebutkan sebanyak 400 kepala keluarga terdampak. di desa Betalemba tercatat sebanyak 15 kepala keluarga terdampak banjir, artinya rumah mereka terendam bahkan rusak. Diwilayah ini ada 1 pasien positif Covid19 dan 12 kategori OTG yang berpotensi menyebarkan virus ketika kepanikan atau pada saat saling bantu ditengah banjir terjadi.

Desa Langganan Banjir, Kebijakan Tidak Berubah

Catatan Institut Mosintuwu menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir, ada 46 kali banjir datang menerjang desa dan kelurahan di kabupaten Poso, peristiwa ini hampir berulang setiap tahun. Misalnya yang menimpa puluhan kepala keluarga di dusun Bonelanto kelurahan Ranononcu, warga yang bermukim di pinggiran sungai Poso di kelurahan Sayo, Gebang Rejo hingga Kayamanya, desa Tangkura dan Maranda, Poso Pesisir Utara. Di Pamona Utara, desa Saojo yang menjadi langganan banjir. Semua wilayah ini dirundung banjir pada bulan Mei hingga Juni, sebuah pengulangan yang terjadi terus menerus.

Baca Juga :  Merasakan Hidup Saling Percaya di Jelajah Kebudayaan Laut Tokorondo

Banjir bandang pertama terjadi di desa Lengkeka kecamatan Lore Barat hari Selasa 3 Maret 2020 sekitar pukul 16:00 wita, sebanyak 952 orang harus mengungsi ke kantor Camat yang dinilai aman. 29 April 2020 banjir merendam 4 desa dan kelurahan di kecamatan Lage, Poso Kota Selatan dan Poso Kota. Semua wilayah yang terendam ini selalu mengalami hal serupa dari tahun ke tahun.

Di kecamatan Poso Pesisir, banjir bandang juga terjadi pada 30 April 2020,  membuat sekitar 400 rumah warga di desa Tangkura dan 15 warga desa Betalemba terendam hingga setinggi perut orang dewasa. Dua hari kemudian, pada 2 Mei 2020, hujan yang terus menerus membuat luapan banjir menerjang jembatan Samalera di desa Maranda kecamatan Poso Pesisir Utara. Jembatan di jalur trans Sulawesi itu sempat putus dan tidak bisa dilalui selama beberapa jam.

Seringnya banjir terjadi berulang di tempat yang sama membuat respon atas peristiwa ini biasa saja. Saat air danau Poso meluap, sekitar 42 rumah warga desa Taipa kecamatan Pamona Barat terendam. Kepala desa Taipa, Weliones Gintu mengatakan, rumah-rumah warganya disepajang pinggir danau sudah sejak dahulu terendam saat air danau pasang. Begitu juga respon sejumlah warga yang rumahnya terendam di pinggir sungai Poso. Semua menganggap ini merupakan peristiwa rutin.

Karena banjir menjadi seperti rutinitas biasa saja setiap tahun, maka kebijakan mengatasinya juga biasa saja. Seperti yang bisa kita baca di media massa, respon pejabat kita terhadap banjir juga berupa rutinitas dari tahun ke tahun, periode ke periode, yaitu, meninjau, memberikan bantuan makanan instan dan selimut. Kita tidak mendengar ada kebijakan mendorong mitigasi bencana agar rutinitas bencana tahunan ini tidak semakin besar atau sering terjadi. 

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda