Hari Kamis tanggal 16 Bulan Maret 2023 Densus menangkap 5 orang teroris anggota jamaah Islamiyah di Sulteng. Tujuh bulan kemudian, 27 Oktober 2023, 2 orang kembali ditangkap saat sedang nongkrong disebuah cafe di Poso Kota. Mereka disebut terlibat jaringan Jamaah islamiyah dan JAD. Dua peristiwa ini menunjukkan, ancaman terorisme belum hilang meskipun seluruh anggota MIT sudah ditangkap atau ditembak mati, namun kelompok ini mungkin sedang mencari pola lain untuk bangkit kembali.
Dalam laporan penelitian berjudul “Militant Groups in Poso Down But Not Out “yang diterbitkan Institut For Policy Analysis of Conflict (IPAC) bulan Juni 2023 menunjukkan masih adanya kekhawatiran itu.
Dalam wawancara dengan puluhan warga, mantan narapidana, pejabat setempat, tokoh agama dan polisi, menurut laporan itu, menunjukkan gambaran yang suram. Dengan lebih dari 100 anggota kelompok militan yang dibebaskan setelah menjalani hukuman penjara, Poso memiliki lebih banyak mantan narapidana terorisme daripada kabupaten lain di Indonesia.
Dalam catatan mosintuwu.com, tahun lalu ada sekitar 28 orang mantan narapidana terorisme Poso yang selesai menjalani masa hukuman di penjara, mereka bagian dari 105 orang yang ditangkap dan menjalani hukuman sejak tahun 2014.
Masih menurut laporan ini, program rehabilitasi dan reintegrasi yang dilakukan pemerintah bisa dibilang tidak begitu berhasil. Apa yang disampaikan di penelitian ini mungkin ada benarnya. Beberapa orang yang ditangkap Densus 88 di tahun 2022-2023 adalah mereka yang pernah menjalani program deradikalisasi. Beberapa orang diantara yang ditangkap kembali itu, Hasanudin contohnya, dia bahkan menjadi semacam ‘duta’ keberhasilan program itu karena beberapa kali menjadi pembicara dalam seminar membahas tentang perdamaian. Dia adalah alumnus Kamp Hudaibiyah tahun 2000, lalu menjadi ketua JI pertama di Poso tahun 2002.
Pengalaman dari Hasanudin
Pendapat Hasanudin tentang bahaya radikalisme dan pentingnya membangun perdamaian sangat meyakinkan.
“Pemberian bantuan modal belum tentu tepat. Kalau ada mantan napiter dibantu sampai 75 juta jangan-jangan nanti justru membuat banyak anak muda ingin jadi teroris“kata Hasanudin dihadapan perwakilan kepolisian dan Pemda Poso dalam sebuah diskusi 19 Februari 2019 yang diadakan oleh Wisdom Institut di Hotel Ancyra Poso Kota. Kritik ini berdasarkan pengalamannya dengan beberapa eks napiter lainnya saat mengikuti program deradikalisasi . Hasanuddin bersama napi terorisme lainnya di Poso mengikuti program deradikalisasi menjalani bertahun-tahun hukuman penjara ( baca : Mengurusi isi Kepala di Program Deradikalisasi )
Di forum lainnya, sebuah Workshop berjudul Penanganan Radikalisme dan Strategi Memperkuat Peran Pemuda dalam Pembangunan Perdamaian di Poso yang diselenggarakan sebuah organisasi masyarakat sipil tahun 2018, Hasanudin juga tampil sebagai pembicara. Dia menyampaikan pandangan tentang radikalisme di Poso yang berbeda dengan di Jawa. Di Poso menurut dia, ketika mantan napi teroris keluar dari penjara masyarakat menerima mereka dengan tangan terbuka. Mereka adalah pahlawan. Dia sendiri yakin menjaga perdamaian di Poso membutuhkan kesadaran bersama, dan menjaga keadilan untuk semua Baca : Poso butuh Early Warning System .
Laporan IPAC sesuai judulnya, Radikalisme Menurun Namun Tidak Keluar memang memperlihatkan fenomena seperti itu. Beberapa penangkapan yang dilakukan Densus 88 sepanjang pertengahan 2022 dan 2023 menunjukkan pengaruh paham radikal yang terus menerus disebarkan oleh jaringan organisasi militan yang terus bekerja diam-diam.
Di bulan Maret 2023, Densus menangkap 5 orang anggota JI, selanjutnya di bulan Oktober 2023, Densus 88 kembali menangkap 3 orang yang disebut anggota JI.
Kuatnya pengaruh JI dan JAD di Poso dan Sulteng bisa dilihat dari penangkapan 22 orang yang dilakukan Densus 88 pada rentang 14 hingga 16 Mei 2022 lalu. Polisi menyebut, 19 orang yang ditangkap itu merupakan warga Poso, 3 orang warga Tojo Una-Una. Mereka disebut melakukan Idad yakni pelatihan sebelum melakukan aksi teror.