Tokoh Agama Poso rancang bersama Sekolah Lintas Iman

0
2663

Poso – Sejumlah tokoh organisasi keagamaan di Kabupaten Poso mendiskusikan rancangan bersama Sekolah Lintas Iman yang diinisiasi Institut Mosintuwu pada 26 Februari 2018 di Dodoha Mosintuwu. Para tokoh keagamaan itu berasadl dari Alkhairaat, Muhammadiyah, STT GKST, Theolog Muda GKST (TMG) dan Parisada Hindu Dharma.

Direktur Institut Mosintuwu, Lian Gogali mengatakan Sekolah Lintas Iman menjembatani dialog antar pemeluk agama di Kabupaten Poso terkait dengan isu-isu di masyarakat. Konsep sekolah akan menjadi tempat diskusi informal para tokoh agama membahas teologi bermasyarakat dalam konteks di Kabupaten Poso.

“Misalnya istilah Teologi, itu dipahami sebagai khas orang Kristen, padahal dalam agama lain juga dipakai. Begitu juga dalam hal sebagian umat Islam yang memberikan ucapan Natal perlu dijelaskan, nah didalam sekolah ini nantinya kita bisa mendapatkan dalil-dalil yang disampaikan oleh narasumber yang kita datangkan,”kata Lian di Dodoha Mosintuwu, Jumat 3 Maret 2018.

Sekolah Lintas Iman, tambah Lian tidak selalu membahas persoalan keagamaan tapi juga masalah lainnya seperti isu kesehatan, pendidikan, lingkungan, ekonomi dan politik.

“Mengapa yang digunakan adalah kata iman dan bukan agama? Karena materi dan konten sekolah informal ini adalah dialog kehidupan sehari-hari, nilai-nilai kemanusiaan. Kita percaya semua agama memiliki nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan isu sehari-hari” tambahnya.

Baca Juga :  Sawah-sawah Tenggelam, Kerbau Mati: Nasib Warga Tepi Danau Poso

Sejumlah poin penting disepakati dalam diskusi tersebut mulai dari siapa yang menjadi peserta, bagaimana metodenya sampai bentuk kemasan sekolah ini nantinya.

Menurut Ketua Pengurus Muhammadiyah Poso, Abduh kemasan penting dirancang agar tidak disalah tafsirkan oleh orang banyak sehingga tujuan didirikannya sekolah ini justru tidak tercapai.

“Nanti kalau kemasannya tidak disusun dengan jelas akan mudah disalahartikan sehingga isunya bisa melenceng kemana-mana,”kata Abduh.

Sama seperti Abduh, Selvitriani Kulla dari Teolog Muda Gereja juga menekankan pentingnya membangun sistem dan kemasan agar tidak menimbulkan salah tafsir ditengah masyarakat.

Bukan hanya membicarakan agama di dalam kelas. Asyer Tandapai dari STT GKST mengusulkan agar sekolah ini juga memberikan perhatian pada fenomena sosial yang terjadi ditengah masyarakat, seperti potensi konflik di desa Malei Tojo yang disebabkan munculnya rasa ketidakadilan atas penanganan kasus perkelahian antar pemuda yang terjadi akhir 2017 lalu.

“Saya rasa penting untuk memberikan perhatian khusus di wilayah kecamatan Lage, khususnya Malei Lage dan Malei Tojo. Sebab ada tiga peristiwa yang belakangan terus berulang. Kita harus mencermati fenomena ini,”kata Asyer.

Baca Juga :  Agamamu Agamaku di Kunjungan Sekolah Perempuan

Menanggapi bacaan situasi di wilayah itu, Ibrahim Ismail dari Alkhairaat Poso mengusulkan agar ada orang-orang dari sekolah lintas iman yang ditempatkan di desa-desa yang dianggap penting itu. Peringatan dari Asyer Tandapai mengingat wilayah Lage khususnya beberapa desa seperti Malei memiliki peta demografi yang unik. Di desa ini letak pemukiman seakan terbagi dua, mereka yang beragama Islam tinggal dipinggir laut, sementara yang beragama Kristen berada dibagian atas dibawah bukit. Namun sejak deklarasi Malino di teken pada 2003 silam, desa Malei menjadi salah satu tempat dimana kondisi keamanannya paling cepat pulih.

Selain memperkaya pengetahuan para tokoh agama di kampung-kampung tentang ajaran agama lain, sekolah lintas iman juga menjadi sarana untuk mengkader agamawan agar lebih terbuka dan mengerti ajaran agama lain, pada saatnya ketika berdiri dihadapan umatnya masing-masing mereka akan menyampaikan ajaran agama yang terbuka dan toleran kepada pemeluk agama lain. Pada saat yang bersamaan para agamawan saling bekerjasama merespon situasi sehari-hari yang dialami umatnya, misalnya kemiskinan dan ketidakadilan.

Sekolah Lintas Iman rencananya akan dibuka hanya 3 kelas yang terdiri dari 20 – 25 orang peserta. Lokasinya juga dibagi dalam 3 wilayah besar yakni  Tentena dan sekitarnya meliputi Pamona, Leboni, Salukaia, Pendolo, Mayoa dan Bangun Jaya.Sementara untuk wilayah kedua adalah Poso Kota bersaudara yakni kelurahan Tegal Rejo dan Madale serta desa Malei di kecamatan Lage. Adapun di wilayah ketiga yakni Poso Pesisir bersaudara akan diadakan di desa Trimulya, Betalemba, Kilo, Tangkura dan Masamba.

Baca Juga :  Telusuri Budaya Peradaban Danau Poso : Cara Anak Muda Mengingat dan Jaga Warisan

Peran para pemuka agama dari masing-masing organisasi yang akan terlibat sangat penting, sebab selain akan menjadi narasumber di kelas, mereka juga akan menyiapkan peserta yang akan ikut.

“Sekolah ini menjadi semacam ajang pengkaderan. Karena akan melibatkan organisasi secara resmi, rencananya, setelah diskusi awal itu, Institut Mosintuwi akan melakukan diskusi lanjutan kepada masing-masing organisasi untuk menjelaskan secara rinci maksud dan tujuan serta bagaimana sekolah ini akan berjalan,” kata Lian.

Kelas-kelas sekolah informal rencananya akan mengundang beberapa agamawan yang sudah dikenal public seperti KH Husein dari Cirebon, putri Gus Dur yakni Alissa Wahid, mantan narapidana kasus bom Bali, Ali Fauzi, Romo Benny Susetyo hingga tokoh agama dari Poso dan Palu.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda