Kasus perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah krisis global. Terjadi di semua negara di seluruh dunia, termasuk di Kabupaten Poso. Di Poso, setiap hari terjadi 5 – 10 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga, lalu kekerasan seksual, pemerkosaan terhadap anak-anak. Pada awal tahun 2013 ini saja, ada 3 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak yang sudah dilaporkan, ini belum termasuk kasus-kasus lain yang didiamkan, tidak dilaporkan karena malu atau takut. Satu di antara tiga perempuan dari berbagai latar belakang yang berbeda menjadi korbannya. Bukan tidak mungkin, anda, saudara perempuan, ibu, tante, anak perempuan, istri, kekasih kita bisa menjadi korban kapan saja. Di Kabupaten Poso sendiri kasus pemerkosaan yang terlaporkan masih sangat sedikit namun kasus kekerasan seksual sendiri terjadi hampir setiap hari. Misalnya kasus pemerkosaan terhadap anak berusia 17 tahun di Desa Tangkura yang dilakukan ayah tirinya sejak anak ini berusia 14 tahun. Di desa lain di wilayah Pamona Selatan, seorang anak berusia 12 tahun menjadi korban pemerkosaan oleh teman ayahnya. Kasus-kasus ini belum termasuk kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi hampir setiap jam di Kabupaten Poso.
Karena itulah, diam bukan pilihan. Itu sebabnya perempuan-perempuan di Poso bergabung bersama dengan ONE BILLION RISING INDONESIA, bersama jutaan perempuan, laki-laki dan semua yang yang peduli di seluruh dunia untuk bangkit dan berteriak ‘CUKUP SUDAH!” terhadap kekerasan terhadap perempuan. KELUAR RUMAH, MENARI, BANGKIT. Gerakan ONE BILLION RISING di Poso diikuti ratusan perempuan dan anak-anak dari 24 desa dan 7 kecamatan di Kabupaten Poso. Gerakan ini organisir oleh komunitas peduli anti kekerasan terhadap perempuan seperti Sekolah Perempuan Mosintuwu, PC PMII Poso, Himpunan Pemuda Alkhairaat Poso, dan Komunitas Matahari 96,2 FM.
Untuk bisa bergabung dalam aksi menolak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam bentuk tarian massal ini, beberapa diantara mereka harus menempuh perjalanan 70 km. Pukul 09,00, peserta tertua, Oma Erni, 57 tahun yang menempuh perjalanan 15 km dari desanya, mengawali aksi dengan membawakan puisi pendek. Sementara anak-anak memegang spanduk kecil, dan para ibu bergantian memegang spanduk besar di pusat jalanan Kota Poso bertuliskan Satu Milyar Bangkit Poso, sebuah ajakan kepada semua orang yang melihat mereka untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Meskipun aksi belum resmi dimulai, beberapa anak remaja mulai menunjukkan tarian lepas di trotoar jalanan, sementara beberapa ibu membagikan selebaran seruan penghentian kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Aksi One Billion Rising di Poso menjadi istimewa bukan hanya karena aksi teaterikal dan tariannya tetapi dilakukan di beberapa titik yang menjadi pusat konflik Poso. Lian Gogali, yang menjadi koordinator One Billion Rising di Poso sempat bernegosiasi alot dengan aparat keamanan bukan untuk mendapatkan ijin tetapi sebaliknya agar tidak ada pengawalan aparat keamanan sepanjang aksi sehingga memastikan aksi tarian massal ini menjadi milik publik. Namun, situasi Poso yang masih berada dalam status Siaga 1 pasca pengumuman DPO teroris dijadikan alasan yang mengharuskan satu truk polisi bersenjata lengkap mengikuti aksi tarian massal di jalanan Kota Poso yang dimulai pukul 09.30. Untungnya hal itu tidak mengurangi semangat peserta One Billion Rising.
Serentak saat lagu dengan lirik dan nada yang penuh semangat “One Billion Hands” diputar, peserta serempak berteriak “Bangkit!” sambil mengacungkan tangan ke atas dan memulai tarian. Selama 10 menit pertama tarian dilakukan di bundaran Jam Kota Poso yang dilanjutkan dengan berjalan kaki sambil menari menuju kantor Polres Poso. Aksi ini menarik perhatian seluruh pengguna jalan, ratusan selebaran One Billion Rising yang disiapkan oleh peserta tidak cukup karena pengguna jalan berebutan mendapatkan penjelasan tarian massal yang sedang dilakukan. Beberapa warga bertanya-tanya “aksi apa ini? Kenapa tidak ada tuntutan, hanya menari?” Pertama kali di wilayah pasca konflik ini aksi tarian massal di jalanan bukan hanya berhasil menarik perhatian seluruh masyarakat Poso. Beberapa warga yang menonton aksi ikut mengacungkan satu jari ke atas pertanda setuju atas gerakan menolak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Suasana semakin seru ketika peserta yang sudah berjalan sekitar 300 meter selama 30 menit tersebut berinisiatif memasuki kantor Polres Poso yang dijaga ketat oleh aparat keamanan bersenjata lengkap. Polres Poso adalah satu-satunya Polres di Indonesia yang memiliki status khusus karena jumlah aparat keamanan dan perlengkapan persenjataan yang lengkap berbeda dengan Polres lainnya. Meskipun sempat mendapatkan protes dari pihak Polres Poso karena takut ada preseden buruk atas kinerja kepolisian terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Poso, peserta tetap menari bahkan melakukan aksi teaterikal tepat di halaman utama Polres Poso. Beberapa ibu dan anak bahkan sempat mencari Kapolres Poso dan anggota kepolisian lainnya yang saat itu menonton dan mengabadikan aksi untuk menari bersama.
Setelah 10 menit menari dan meneriakkan kata “bangkit” dengan jari telunjuk ke atas di depan Polres Poso, peserta melanjutkan perjalanan tarian massal ini ke pusat perbelanjaan kota Poso. Tarian massal One Billion Rising ini menarik perhatian semua pengunjung pasar yang berbondong-bondong keluar mencari tahu apa yang sedang terjadi. Hentakan musik One Billion Hands yang mengiringi tarian massal membuat lantai dua pasar tradisional terbesar di Kabupaten Poso itu dipenuhi oleh pengunjung pasar yang berhenti sejenak untuk melihat dan mendengarkan. Beberapa anak remaja laki-laki memasuki pasar membagikan selebaran seruan One Billion Rising Poso. Beberapa pemuda memegang tinggi-tinggi poster kecil Satu Milyar Bangkit Poso memasuki lapak-lapak pasar. Sementara itu peserta semakin bersemangat menari di terik matahari pada pukul 11.00. Beberapa anak-anak penuh semangat saling menumpukan tangan untuk mengangkat satu orang yang melompat ke langit sambit berteriak “Bangkit!” diiringi tepuk tangan dari penonton yang memenuhi jalan.
Seakan tidak kehabisan energi untuk berseru hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak, tarian massal di depan Pasar Sentral Poso dilakukan selama 20 menit. Tarian berhenti sejenak selama 3 menit, saat Lian Gogali membacakan seruan One Billion Rising Poso yang mengajak semua orang yang telah melihat dan mendengar tarian massal hari itu untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tarian massal kembali diteruskan dan berakhir pada pukul 11.30 ditandai dengan gerakan tangan dengan telunjuk ke atas oleh seluruh peserta, lalu berteriak bersama “Bangkit!”. Hari itu, 14 Februari 2013, seluruh perempuan, laki-laki, anak-anak, remaja dan pemuda di Poso mengacungkan tangan ke atas, mengambil bagian merayakan kekuatan bersama perempuan untuk menghentikan budaya kekerasan, di Poso.Kasus perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah krisis global. Terjadi di semua negara di seluruh dunia, termasuk di Kabupaten Poso. Di Poso, setiap hari terjadi 5 – 10 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga, lalu kekerasan seksual, pemerkosaan terhadap anak-anak. Pada awal tahun 2013 ini saja, ada 3 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak yang sudah dilaporkan, ini belum termasuk kasus-kasus lain yang didiamkan, tidak dilaporkan karena malu atau takut. Satu di antara tiga perempuan dari berbagai latar belakang yang berbeda menjadi korbannya. Bukan tidak mungkin, anda, saudara perempuan, ibu, tante, anak perempuan, istri, kekasih kita bisa menjadi korban kapan saja. Di Kabupaten Poso sendiri kasus pemerkosaan yang terlaporkan masih sangat sedikit namun kasus kekerasan seksual sendiri terjadi hampir setiap hari. Misalnya kasus pemerkosaan terhadap anak berusia 17 tahun di Desa Tangkura yang dilakukan ayah tirinya sejak anak ini berusia 14 tahun. Di desa lain di wilayah Pamona Selatan, seorang anak berusia 12 tahun menjadi korban pemerkosaan oleh teman ayahnya. Kasus-kasus ini belum termasuk kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi hampir setiap jam di Kabupaten Poso.
Karena itulah, diam bukan pilihan. Itu sebabnya perempuan-perempuan di Poso bergabung bersama dengan ONE BILLION RISING INDONESIA, bersama jutaan perempuan, laki-laki dan semua yang yang peduli di seluruh dunia untuk bangkit dan berteriak ‘CUKUP SUDAH!” terhadap kekerasan terhadap perempuan. KELUAR RUMAH, MENARI, BANGKIT. Gerakan ONE BILLION RISING di Poso diikuti ratusan perempuan dan anak-anak dari 24 desa dan 7 kecamatan di Kabupaten Poso. Gerakan ini organisir oleh komunitas peduli anti kekerasan terhadap perempuan seperti Sekolah Perempuan Mosintuwu, PC PMII Poso, Himpunan Pemuda Alkhairaat Poso, dan Komunitas Matahari 96,2 FM.
Untuk bisa bergabung dalam aksi menolak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam bentuk tarian massal ini, beberapa diantara mereka harus menempuh perjalanan 70 km. Pukul 09,00, peserta tertua, Oma Erni, 57 tahun yang menempuh perjalanan 15 km dari desanya, mengawali aksi dengan membawakan puisi pendek. Sementara anak-anak memegang spanduk kecil, dan para ibu bergantian memegang spanduk besar di pusat jalanan Kota Poso bertuliskan Satu Milyar Bangkit Poso, sebuah ajakan kepada semua orang yang melihat mereka untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Meskipun aksi belum resmi dimulai, beberapa anak remaja mulai menunjukkan tarian lepas di trotoar jalanan, sementara beberapa ibu membagikan selebaran seruan penghentian kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Aksi One Billion Rising di Poso menjadi istimewa bukan hanya karena aksi teaterikal dan tariannya tetapi dilakukan di beberapa titik yang menjadi pusat konflik Poso. Lian Gogali, yang menjadi koordinator One Billion Rising di Poso sempat bernegosiasi alot dengan aparat keamanan bukan untuk mendapatkan ijin tetapi sebaliknya agar tidak ada pengawalan aparat keamanan sepanjang aksi sehingga memastikan aksi tarian massal ini menjadi milik publik. Namun, situasi Poso yang masih berada dalam status Siaga 1 pasca pengumuman DPO teroris dijadikan alasan yang mengharuskan satu truk polisi bersenjata lengkap mengikuti aksi tarian massal di jalanan Kota Poso yang dimulai pukul 09.30. Untungnya hal itu tidak mengurangi semangat peserta One Billion Rising.
Serentak saat lagu dengan lirik dan nada yang penuh semangat “One Billion Hands” diputar, peserta serempak berteriak “Bangkit!” sambil mengacungkan tangan ke atas dan memulai tarian. Selama 10 menit pertama tarian dilakukan di bundaran Jam Kota Poso yang dilanjutkan dengan berjalan kaki sambil menari menuju kantor Polres Poso. Aksi ini menarik perhatian seluruh pengguna jalan, ratusan selebaran One Billion Rising yang disiapkan oleh peserta tidak cukup karena pengguna jalan berebutan mendapatkan penjelasan tarian massal yang sedang dilakukan. Beberapa warga bertanya-tanya “aksi apa ini? Kenapa tidak ada tuntutan, hanya menari?” Pertama kali di wilayah pasca konflik ini aksi tarian massal di jalanan bukan hanya berhasil menarik perhatian seluruh masyarakat Poso. Beberapa warga yang menonton aksi ikut mengacungkan satu jari ke atas pertanda setuju atas gerakan menolak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Suasana semakin seru ketika peserta yang sudah berjalan sekitar 300 meter selama 30 menit tersebut berinisiatif memasuki kantor Polres Poso yang dijaga ketat oleh aparat keamanan bersenjata lengkap. Polres Poso adalah satu-satunya Polres di Indonesia yang memiliki status khusus karena jumlah aparat keamanan dan perlengkapan persenjataan yang lengkap berbeda dengan Polres lainnya. Meskipun sempat mendapatkan protes dari pihak Polres Poso karena takut ada preseden buruk atas kinerja kepolisian terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Poso, peserta tetap menari bahkan melakukan aksi teaterikal tepat di halaman utama Polres Poso. Beberapa ibu dan anak bahkan sempat mencari Kapolres Poso dan anggota kepolisian lainnya yang saat itu menonton dan mengabadikan aksi untuk menari bersama.
Setelah 10 menit menari dan meneriakkan kata “bangkit” dengan jari telunjuk ke atas di depan Polres Poso, peserta melanjutkan perjalanan tarian massal ini ke pusat perbelanjaan kota Poso. Tarian massal One Billion Rising ini menarik perhatian semua pengunjung pasar yang berbondong-bondong keluar mencari tahu apa yang sedang terjadi. Hentakan musik One Billion Hands yang mengiringi tarian massal membuat lantai dua pasar tradisional terbesar di Kabupaten Poso itu dipenuhi oleh pengunjung pasar yang berhenti sejenak untuk melihat dan mendengarkan. Beberapa anak remaja laki-laki memasuki pasar membagikan selebaran seruan One Billion Rising Poso. Beberapa pemuda memegang tinggi-tinggi poster kecil Satu Milyar Bangkit Poso memasuki lapak-lapak pasar. Sementara itu peserta semakin bersemangat menari di terik matahari pada pukul 11.00. Beberapa anak-anak penuh semangat saling menumpukan tangan untuk mengangkat satu orang yang melompat ke langit sambit berteriak “Bangkit!” diiringi tepuk tangan dari penonton yang memenuhi jalan.
Seakan tidak kehabisan energi untuk berseru hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak, tarian massal di depan Pasar Sentral Poso dilakukan selama 20 menit. Tarian berhenti sejenak selama 3 menit, saat Lian Gogali membacakan seruan One Billion Rising Poso yang mengajak semua orang yang telah melihat dan mendengar tarian massal hari itu untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tarian massal kembali diteruskan dan berakhir pada pukul 11.30 ditandai dengan gerakan tangan dengan telunjuk ke atas oleh seluruh peserta, lalu berteriak bersama “Bangkit!”. Hari itu, 14 Februari 2013, seluruh perempuan, laki-laki, anak-anak, remaja dan pemuda di Poso mengacungkan tangan ke atas, mengambil bagian merayakan kekuatan bersama perempuan untuk menghentikan budaya kekerasan, di Poso.