Petani dan Nelayan Danau Poso, Bernegosiasi Sampai ke Gubernur

0
920
Delegasi Petani dan Nelayan yang bergabung di Masyarakat Adat Danau Poso menemui Gubernur Sulawesi Tengah menyampaikan cerita mereka tentang hak-hak yang dirampas dan ketidakadilan yang dialami dari dampak bendungan PLTA Poso Energy. Foto : Dok.Mosintuwu

“Perjuangan ini akan berakhir jika petani dan nelayan mendapatkan keadilan”  Demikian tegas Kristian Basompe, petani Desa Meko. Dia adalah satu dari ratusan petani di pinggir Danau Poso yang hingga saat ini masih mencari keadilan atas haknya yang dirampas. 

Kristian dan para petani juga nelayan di pinggir Danau Poso masih terus berjuang menuntut hak atas sawah dan wilayah pencahariannya yang dirusak oleh perusahaan pembangkit listrik PLTA milik keluarga Jusuf Kalla sejak tahun 2020. Tuntutan yang diajukan dihitung berdasarkan hasil yang biasanya didapatkan setiap kali panen. Bertemu Gubernur Sulawesi Tengah. Rusdi Mastura menjadi salah satu jalan yang ditempuh.

Sebelum Gubernur, para petani dan nelayan yang tergabung dalam Masyarakat Adat Danau Poso (MADP) sudah 3 kali bertemu perwakilan PT Poso Energi di kantor Gubernur dalam proses mediasi yang dilakukan pemerintah provinsi lewat Ridha Saleh, salah seorang tenaga ahli Gubernur. Dua kali bertemu langsung, satu kali lewat sambungan telepon.  

Isi tuntutan petani sawah adalah ganti kerugian hasil panen sebesar 40 kg beras per are atau 326 ribu rupiah per are yang terendam setiap kali panen. Nilai ini ditolak perusahaan. Mereka berkeras, nilai yang layak adalah 10 sampai 15 kg per are.

“Nilai yang kami tuntut bukan karang-karangan. Ini hasil yang memang kami dapat setiap kali panen. Sebenarnya itu belum termasuk harga Dedak”kata Kristian Basompe, petani desa Meko kecamatan Pamona Barat yang menjadi anggota delegasi MADP di proses negosiasi.

Baca Juga :  Surat untuk Jokowi : PLTA Poso Memiskinkan Kami Warga di Sekeliling Danau Poso

Dedak jadi salah satu produk turunan bernilai ekonomi tinggi yang dihasilkan selain beras. Mengapa dikeluarkan dari daftar kerugian yang dialami? “Kami sebenarnya tidak ingin memberatkan perusahaan”demikian alasan Kristian Basompe.

Niat ‘tidak ingin memberatkan perusahaan’ itu mencerminkan sifat Madago Raya atau baik hatinya orang Poso.

Ketika duduk bersama Gubernur, Kristian Basompe menceritakan kronologis terendamnya sawah mereka, dampak akibat tidak bisa mengolah sawah dan kebun sampai tuntutan ganti rugi yang tidak berbalas. Begitu pula persoalan nelayan, pemilik karamba dan Waya Masapi di Danau sampai sungai Poso.

“Nanti pulang dari Makassar saya akan telepon Ahmad Kalla”kata Rusdi dihadapan Kristian Basompe, Lina Laando, Golis Mongan, Y Wuri yang mewakili MADP dalam pertemuan itu. Dia meyakinkan pemerintah provinsi akan menyelesaikan polemik antara warga dengan Poso Energi. Meski belum ada hasil kongkret dari pertemuan hari itu, perwakilan MADP memegang janji Gubernur.

Sehari sebelumnya, negosiasi buntu. Dalam diskusi lewat sambungan telepon milik Ridha Saleh, perwakilan PT Poso Energi, Irma Suriani tetap pada keputusan perusahaan bahwa nilai ganti rugi yang layak 15 kg. Ridha Saleh mengatakan, perbedaan nilai kompensasi yang diajukan petan dengan yang ditawarkan perusahaan masih memerlukan, setidaknya satu kali diskusi lagi untuk mencapai titik temu.

Baca Juga :  Kisah Yondo mPamona Menjadi Yondo moEja

Saat perwakilan warga berdiskusi dengan Poso Energi, diluar gedung kantor Gubernur, puluhan mahasiswa menggelar unjukrasa mendesak direktur Utama Poso Energi, Ahmad Kalla menemui petani untuk menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan perusahannya. Aksi mahasiswa berlangsung hingga malam hari.

Ganti rugi atau ganti untung jadi satu cara warga di pinggir Danau Poso mempertahankan tanah sumber pencahariannya. Proses ini berjalan sejak tahun 2021 sejak ramainya aksi-aksi warga, baik yang terorganisir maupun spontan menuntut hak mereka kepada perusahaan. 

Awalnya Poso Energi hanya membayarkan ganti rugi sebesar 10 kg beras per are sawah yang terendam. Nilai ini diklaim berdasarkan kesepakatan dengan petani di desa Tokilo tahun 2021. Belakangan, nilai ganti rugi ini dikuatkan oleh Dinas Pertanian lewat surat telaah kepala dinas Pertanian kabupaten Poso kepada bupati.

Dalam setiap negosiasi, petani menegaskan, tanah tidak mereka jual. Perusahaan hanya dituntut mengganti kerugian akibat gagal panen dan menurunkan tinggi air Danau Poso. Sejak tahun 2020, PT Poso Energi mengoperasikan bendungan PLTA Poso 1 yang menahan ketinggian air di posisi 510-511 MDPL. Adapun tinggi normal permukaan air di Danau Poso mengikuti musim. Saat musim tanam, muka air berada di posisi 509 MDPL.

Ganti Rugi ke Tuntutan Jangka Panjang Dihadang Pembebasan Lahan

“Bulan Juli kita sudah harus menanam”kata Kristian Basompe. Tapi, jika air tidak diturunkan hingga level 509 MDPL dia dan petani lain yang sawahnya terendam tetap tidak bisa menanam. 

Baca Juga :  Melukis Ancaman Lingkungan di Atas Jembatan Pamona

“Ganti rugi sekarang yang sedang kita tuntut adalah solusi jangka pendek. Jangka panjang air harus diturunkan, supaya kami bisa mengolah sawah lagi”kata Kristian. Kalau sawah masih terendam, maka harus diganti rugi setiap kali musim panen sesuai kalender bertani biasanya.

Dalam pertemuan dengan pihak BWSS III di Palu pertengahan Maret 2022, petani dan nelayan dapatkan informasi muka air Danau Poso mungkin tidak akan surut mengikuti siklus normalnya lagi. Posisi air akan tetap selama bendungan PLTA Poso I beroperasi.

Menurut salah seorang pejabat BWSS III yang ikut pertemuan, perusahaan bisa menaikkan air Danau Poso karena sudah punya dokumen yang dibutuhkan. Namun mereka tidak punya solusi yang menguntungkan untuk warga di pinggir Danau selain menerima kebijakan apapun yang diputuskan pemerintah.

Indikasi permukaan air Danau Poso tidak akan diturunkan juga samar-samar muncul dari adanya tawaran konversi  sawah terendam  menjadi kolam ikan apung. Selain itu ada pula isu pembebasan lahan terendam. Seperti diungkapkan kepala desa Meko, Gede Sukaartana, rencana pembebasan lahan terendam di pinggir Danau Poso sudah disampaikan oleh Wakil Bupati Poso, Yasin Mangun saat bertemu beberapa orang kepala desa.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda