Hari-hari di 16 Hari Anti Kekerasan di Poso

0
1874
Perempuan dan anak-anak dari berbagai desa menjadi bagian dari gerakan turun ke jalan dalam "Satu Milyar Bangkit" sebuah kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Poso. Gerakan Satu Milyar Bangkit ini diadakan setiap tanggal 14 Februari 2019. Foto : Dok. Mosintuwu

Dunia, termasuk Indonesia melakukan kampanye bersama 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. Kampanye anti kekerasan terhadap perempuan ini dilakukan sejak tahun 1991. Indonesia, melalui Komnas Perempuan memulai kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan sejak tahun 2003. Sementara itu, sejak tahun 2017, Institut Mosintuwu menjadi bagian dari organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang ikut melakukan kampanye  16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. 

Dalam konteks Kabupaten Poso, Kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan perlu melihat kembali pengalaman perempuan dan peristiwa kekerasan yang terjadi. Merujuk pada tanggal-tanggal bersejarah dalam rentang waktu 16 hari, yaitu 25 November sampai 10 Oktober, tim Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Institut Mosintuwu mengumpulkan beberapa catatan. 

25 November diperingati sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. 

Dalam catatan RPPA Mosintuwu, sejak tahun 2014 hingga tahun 2018 terdapat puluhan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.  Pendampingan RPPA Mosintuwu mencatat terdapat 30 kasus KDRT, 31 kasus kekerasan seksual dan 2 kasus perkosaan.  7  kasus perkosaan menyebabkan kehamilan, penelantaran anak dan sebagainya. 

Karena itu, untuk memastikan upaya menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, tanggal 21 April 2018 Institut Mosintuwu bersama Polres Poso menandatangani dokumen kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MOU).  Nota kesepahaman ini berisi 9 pasal kerjasama yang menjamin prioritas penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak oleh kepolisian secara cepat dan serius. Penandatanganan Nota Kesepahaman itu sebagai langkah maju untuk memastikan agar masyarakat bisa membangun kebudayaan yang bebas dari tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Poso.

1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia . 

Dilansir dari Antaranews Sulteng, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mencatat sejak tahun 2002 hingga Desember 2017, kasus HIV/AIDS di Sulawesi Tengah mencapai 1.785 kasus. Terdapat 644 kasus AIDS dan 1.141 kasus HIV. Dari data kasus tersebut, penderita HIV/AIDS cukup banyak ditemukan pada usia produktif yaitu 20-24 tahun dan 25-49 tahun . Data ini cukup mengagetkan dan perlu mendorong kesadaran untuk penduduk usia 15-24 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah dan mahasiswa, perlu mendapat informasi yang benar dan jelas tentang informasi dasar HIV.

Baca Juga :  Sekolah Desa The Village School

Sementara itu, di Kabupaten Poso, ditemukan sebanyak 15 Kasus HIV dan 12 kasus AIDS pada tahun 2016. Sedangkan pada tahun 2017, ditemukan sebanyak 17 Kasus HIV, dan 16 kasus AIDS . Dari jumlah itu, terdapat 26 persen kasus kematian. Sementara masih banyak yang belum terlaporkan . Hari AIDS Sedunia diharapkan menjadi kesempatan untuk menunjukkan solidaritas dengan jutaan orang yang hidup dengan HIV/AIDS di seluruh dunia, terutama perempuan yang kerap mendapat stigma negatif dari masyarakat. 

2 Desember diperingati sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan  

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawati menyebut modus perdagangan sering  dilakukan dalam berbagai modus , antara lain pengiriman buruh migran perempuan, pengiriman Pembantu Rumah Tangga (PRT) domestik, eksploitasi seksual, perbudakan, pengantin pesanan, pekerja anak, pengambilan organ tubuh, adopsi anak, penghambaan. Bahkan, modus perdagangan manusia lainnya bisa melalui duta seni, budaya, dan bahasa, serta kerja paksa hingga penculikan anak atau remaja 

Berdasarkan catatan KPAI dari kasus kejahatan internet ada yang pendekatannya dengan modus mendekati korban dan pacaran virtual sekitar 6 bulan. Pendekatannya sangat intens mulai dari perkenalan, dan memahami ritme si anak 

Institut Mosintuwu menyerukan peran aktif semua pihak untuk menanggulangi permasalahan perdagangan manusi dengan cara melaporkan kasus yang mungkin diketahui. Termasuk  mengarahkan anak, keponakan, sepupu, anak muda atau perempuan dewasa lain yang gemar beraktivitas di situs jejaring sosial untuk lebih berhati-hati dalam berteman.

3 Desember diperingati sebagai Hari Internasional bagi Penyandang Cacat. 

Baca Juga :  Menemukan Akar Pancasila di Budaya Poso

Di kabupaten Poso sendiri, dikutip dari utarapost.co.id terdapat sebanyak 484 orang penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas tersebut terbagi atas Tuna Daksa berjumlah 104 orang, Tuna Netra berjumlah 70 orang, Tuna Rungu/Wicara berjumlah 152 orang, Tuna Grahita berjumlah 63 orang dan disabilitas lainnya berjumlah 95 orang. 

Sayangnya, para penyandang cacat selain masih tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah kabupaten Poso, juga seringkali mengalami berbagai jenis diskriminasi dari masyarakat. Antara lain perlakuan berbeda dalam syarat penerimaan kerja, dengan asumsi bahwa para difabel adalah mereka yang sakit dan tidak sehat. 

5 Desember diperingati sebagai Hari Internasional bagi Sukarelawan . 

Institut Mosintuwu sebagai organisasi akar rumput yang ada di Kabupaten Poso membuka ruang yang seluas-luasnya bagi aktivitas kerelawanan.  Mengusung tagline, “karena berbagi tidak merugikanmu”, sejak tahun 2012, Institut Mosintuwu telah menerima 250an relawan dari dalam dan luar negeri. Relawan mosintuwu terlibat dalam aktivitas program yang dilaksanakan oleh mosintuwu maupun dalam perayaan tertentu, seperti festival atau bantuan kemanusiaan di wilayah gempa. Relawan mosintuwu berasal dari berbagai usia, profesi dan daerah. Terdapat relawan muda mulai dari tingkat SMP hingga kuliah, maupun mereka yang sudah kerja bahkan para akademisi. 

6 Desember diperingati sebagai Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan

Sahabat, pada tanggal 6 Desember tahun 1989, terjadi pembunuhan massal di Universitas Montreal Kanada yang menewaskan 14 mahasiswi dan melukai 13 lainnya . 13 diantaranya yang tewas adalah perempuan. Mereka dibunuh dengan menggunakan senapan semi otomatis kaliber 223. Pelaku melakukan tindakan tersebut karena percaya bahwa kehadiran para mahasiswi itulah yang menyebabkan dirinya tidak diterima di universitas tersebut. Hal ini terungkap karena sebelum pada akhirnya bunuh diri, lelaki ini meninggalkan sepucuk surat yang berisikan kemarahan amat sangat pada para feminis . Bahkan, terdapat daftar 19 perempuan terkemuka yang sangat dibencinya.

Baca Juga :  Membangun Rumah KITA di Poso, Agar Desa Tidak Ditinggalkan

Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Intitut Mosintuwu berkomitment dalam membangun kebudayaan yang bebas dari tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Poso. Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak (RPPA) Mosintuwu Poso mengajak masyarakat menghentikan pemberian stigma terhadap perempuan, termasuk perempuan korban.  Salah satu yang sering dilekatkan pada perempuan adalah stigma Pelakor (Perebut Lelaki Orang). Petisi ini ditandatangani oleh 50 Perempuan yang terlibat dalam jaringan RPPA di Poso, Sulawesi Tengah pada 9 Maret 2018. Penandatanganan petisi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap stigma yang menghambat proses perempuan korban kekerasan memperoleh keadilan. Selain itu, pada 28 September 2019. RPPA Institut Mosintuwu mengelurakan pernyataan sikap yang mendesak DPR segera mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. 

10 Desember diperingati sebagai Hari HAM Internasional 

Eleanor Roosevelt, ketua wanita pertama Komisi HAM yang menyusun deklarasi HAM  mengatakan “ Deklarasi ini bukanlah sebuah perjanjian . Pada masa depan , ini mungkin akan menjadi magna carta”. Bukan tidak mungkin hal ini tepat mengingat peristiwa perang yang terjadi di berbagai tempat.

Hak Asasi Manusia termasuk didalamnya hak ekonomi, sosial budaya; dan hak sipil politik. 

Setelah mengalami konflik kekerasan sejak tahun 1998, Kabupaten Poso saat ini menghadapi konflik sumber daya alam. Masyarakat di beberapa desa terancam kehilangan tanah, akses pada air termasuk kebudayaan. Di wilayah Tentena misalnya, terdapat proyek pengerukan dan reklamasi sungai Danau Poso . Pengerukan dan reklamasi dilakukan oleh PT Poso Energy, dari Bukaka Group untuk kepentingan menambah debit air untuk PLTA ( pembangkit listrik tenaga air ) . Aktivitas yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Poso ini akan menghilangkan akses masyarakat pada air, menghancurkan sejarah budaya , dan merusak ekosistem sungai dan Danau Poso.

Institut Mosintuwu menyatakan sikap satu barisan dan mendukung berbagai perjuangan masyarakat yang dilakukan untuk memperjuangkan hak atas air, tanah, kebudayaan dan menjaga ekosistem sungai. 

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda