Berlangganan Duka dari Banjir di Poso

0
2485
Banjir di Dusun Bonelanto, Ranononcu. Foto : Dok. Rimansi Patu

Seorang bapak dalam video sederhana menggunakan telepon genggam menunjukkan arus deras air yang masuk ke ruas jalanan umum. Ini bukan di Jakarta seperti umumnya berita layar televisi tentang banjir. Video itu menunjukkan lokasi banjir di Desa Pasir Putih, Kecamatan Pamona Tenggara, Kabupaten Poso.

Banjir adalah tamu tahunan hampir seluruh warga  ujung Timur hingga Barat Indonesia. Ketika layar televisi menayangkan banjir di Jakarta, di sudut desa kecil di wilayah Kabupaten Poso, banjir juga menyerbu masuk rumah-rumah, menghantam perkebunan dan persawahan.  Catatan BNPB yang dihimpun oleh Lokadata menempatkan banjir sebagai faktor utama yang paling menyebabkan angka kerusakan dan kematian warga dalam konteks bencana alam, termasuk di Poso.

Per Agustus 2018, tercatat 2.400-an orang meninggal dan hilang karena banjir. Longsor menempati urutan kedua dengan 1.800-an orang, gempa bumi 1.400-an, tsunami 515-an orang, letusan gunung berapi 432, dan puting beliung 357 orang. Tentu catatan ini belum memasukkan data peristiwa gempa bumi, tsunami dan likuifaksi dalam peristiwa 28 September 2018 di Palu, Sigi, Donggala dan Parigi. Namun, perbedaannya gempa bumi, dan tsunami adalah gerakan tanah yang alami, sementara banjir sebagian besar dikarenakan pilihan manusia untuk merusak hutan dan lingkungannya. Termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. 

Redaksi Mosintuwu mengumpulkan informasi catatan dari berbagai media terkait sejarah banjir di Poso yang terbesar dimulai pada tahun 2010. 

Tahun 2010

Sebanyak 803 rumah terendam banjir akibat meluapnya sungai Poso dan naiknya air Danau Poso pada 19 Mei tahun 2010. Luapan Sungai Poso menggenangi enam kecamatan hingga 1,5 meter selama 3 hari. Sekitar 3.000 jiwa terdampak banjir ini terdapat di Kecamatan Poso Kota, Poso Kota Selatan, Poso Kota Utara, Pamona Barat, Pamona Utara, dan Pamona Selatan. Banjir juga merendam sejumlah titik jalan propinsi dan kabupaten di Kecamatan Poso Utara dan Poso Selatan.  

Selain merendam pemukiman warga, banjir juga menyebabkan jembatan gantung sepanjang 100 meter di Kecamatan Pamona Selatan ambruk. Akibat lainnya puluhan hektar sawah gagal panen, tanaman coklat, kelapa dan jagung rusak berat, sementara itu Di Danau Poso dan sepanjang Sungai Poso, masyarakat yang memelihara ikan dalam keramba merugi karena ikan mereka hanyut.

Tahun 2011

Banjir bandang menerjang wilayah Kecamatan Pamona Tenggara, Kabupaten Poso tanggal 24 Maret 2011, mengakibatkan ratusan rumah warga terendam air, dan merendam ribuan hektar kebun kakao milik warga. Desa yang terparah terkena banjir adalah Desa Korobono , ratusan rumah terendam banjir setinggi  dua meter. Tidak ada korban jiwa, namun warga melakukan pengungsian dengan perlindungan seadanya. 

Baca Juga :  Begonia ranoposoensis, Spesies Baru Endemik Sulawesi dari Danau Poso

Tahun 2012

Tanggal 13 Februari banjir merendam 230 rumah warga Desa Bega kecamatan Poso Pesisir akibat meluapnya Sungai Kapopo dan Sungai Tiwombo. Meluapnya kedua sungai akibat pendangkalan serta rusaknya wilayah hulu sungai yg ada di kecamatan Poso Pesisir Selatan. Meluapnya kedua sungai akibat pendangkalan serta rusaknya wilayah hulu sungai yang ada di kecamatan Poso Pesisir Selatan.

Tahun 2013

Tahun 2013, peristiwa banjir terjadi beberapa kali. Tanggal 13 Februari 2013, banjir bandang melalui Sungai Kamiase menerjang Desa Kilo kecamatan Poso Pesisir Utara. Puluhan kepala warga harus mengungsi sementara karena rumah mereka terendam air hingga 1 meter. Banjir ini juga menyebabkan tersendatnya jalur jalan trans sulawesi karena jalan trans sulawesi yang melintas di desa ini tergenang hingga 50 centimeter. Menurut warga pada musim hujan di bulan April hingga Mei, Desa Kilo Kecamatan Poso Pesisir dan Dusun Bonelanto Kelurahan Ranononcu berlanganan banjir . Pada tahun ini luapan air sungai Poso membuat puluhan rumah terendam dan jalan Kelurahan Ranononcu dengan kelurahan Lembomawo tidak bisa dilalui kendaraan.

Di bulan Maret, tepatnya 11 Maret 2012, hujan selama 3 jam membuat Sungai Kayamanya meluap dan merendam puluhan rumah di RT 19,20,21 selama dua hari. Dalam catatan warga, kawasan ini langganan banjir karena penyempitan alur sungai akibat banyaknya pembangunan rumah dan beton yang membuat aliran sungai menyempit. 

29 Juni 2012, banjir bandang kembali menerjang dan merendam Kelurahan Sayo dan Kayamanya di Kecamatan Poso Kota Selatan. Volume air di sungai Kayamanya dan Sayo terjadi setelah 5 jam lebih air mengguyur kota Poso. Di Kelurahan Sayo, air yang menggenangi jalan raya menyebabkan jalur transportasi darat terhenti selama beberapa jam. 

Tahun 2014, 

Tanggal 8 Juli 2014, sekitar pukul 18.30 Wita banjir mengenangi 30 rumah setinggi 70 cm di Desa Trimulya, Kilo dan Maranda Kecamatan Poso Pesisir Utara akibat meluapnya sungai Kamiasi.

Tahun 2015

Ratusan rumah warga yang tinggal di enam desa di Kecamatan Pamona Puselemba, terendam banjir dari luapan air Danau Poso. Di Desa Leboni, selain rumah, puluhan hektare sawah warga siap panen juga ikut tersapu banjir yang diakibatkan oleh jebolnya tanggul Danau Poso pada tanggal 8 Mei 2015.  Dari enam desa yang terendam banjir tersebut, Desa Taipa merupakan lokasi terparah yang terkena banjir. Ketinggian air di dalam rumah mencapai 1,5 meter. Sebanyak 30 KK yang rumahnya terendam terpaksa mengungsi ke desa tetangga untuk menghindari  luapan air yang lebih tinggi.

Baca Juga :  Ekspedisi Poso : Menelusuri Masa Lalu Poso Ribuan Tahun

Warga menyebutkan peristiwa ini merupakan banjir paling besar dalam 5 tahun terakhir. Seluruh tanggul yang dibangun oleh Pemerintah Daerah sejak tahun 2013 jebol diterjang ombak. Dari total 104 rumah warga yang terendam, di antaranya Desa Bancea 15 rumah, Desa Tokilo 16 rumah, Desa Taipa 22 rumah, Desa Tindoli 13 rumah, Desa Tonusu 18 rumah, Desa Leboni 20 rumah dan sekitar 40 hektare sawah.

Tahun 2016

Banjir bandang melanda dua desa di kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso, pada Senin (21/3) malam. Satu warga desa Kilo kecamatan Poso Pesisir Utara bernama Jumadin (40) dilaporkan meninggal dunia, sementara sebanyak 338 kepala keluarga di 3 desa harus mengungsi. Banjir juga menggenangi 200 rumah warga di Desa Tambarana, 100 rumah di Dusun Kamiase, Desa Kilo, dan 28 rumah di Desa Maranda. Banjir mencapai ketinggian 50 cm hingga 1 meter di rumah-rumah warga. Genangan itu juga sempat melumpuhkan arus lalu lintas selama dua jam di jalan Trans Sulawesi Poso–Palu.

Selain di Poso Pesisir Utara, banjir juga menghanyutkan 2 rumah warga di kecamatan Poso Kota pada 15 Desember. Selain rumah, sejumlah perahu nelayan serta keramba ikan yang berada di tepi sungai dan siap panen juga ikut terbawa arus setelah sampah-sampah kayu yang hanyut menerjang keramba mereka.

Dua rumah  di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota  terbawah banjir. Saksi mata, Alimuddin (30) menjelaskan, luapan air Sungai Poso datang tidak terduga. Sejumlah warga yang datang untuk membantu tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa menyelamatkan sebagian harta benda korban, karena posisi rumah sudah hanyut. Dijelaskan, luapan air Sungai Poso yang membawa tumpukan sampah berupa batang kayu gelondongan dari gunung diduga kuat sebagai penyebab hanyutnya rumah warga.

Tahun 2017

Banjir Bandang menghantam Desa Tangkura Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Air meluap ke dalam pemukiman penduduk dengan ketinggian 1 meter pada 7 Mei 2017. Banjir berasal dari luapan air sungai Moko.  Hampir sama dengan desa Kilo, hampir setiap tahun sebagian rumah di desa Tangkura selalu terendam banjir.

Tahun 2018

Banjir bandang merendam sedikitnya 300 rumah warga di beberapa kecamatan di kabupaten Poso, diantaranya 25 rumah di Bonelanto kelurahan Ranononcu, Poso Kota Selatan akibat luapan sungai Poso. Selain Bonelanto, banjir juga merendam Desa Tangkura di kecamatan Poso Pesisir Selatan, Desa Panjo kecamatan Pamona Selatan, Desa Tagolu dan Desa Watuawu kecamatan Lage. Banjir bandang juga memutuskan jalur jalan menuju wilayah kecamatan Lore Timur tepatnya di desa Sangginora kecamatan Poso Pesisir Selatan. Hujan yang terus menerus, tercatat ada 7 titik longsor yang terjadi di kawasan ini.

Baca Juga :  Desa, Benteng Kita Saat Pandemi Silih Berganti

Tahun 2019

Hujan deras yang terjadi sepanjang minggu malam hingga Senin pagi, tanggal 30 April 2019 membuat Sungai Kodina di Kecamatan Pamona Selatan meluap. Akibatnya sebagian wilayah Desa Pasir Putih yang dilalui sungai khususnya di Dusun 3 terendam air. Luapan air sungai ini sampai melewati jembatan Desa Pasir Putih. Selain Desa Pasir Putih, hal yang sama juga terjadi di Dusun Bonelanto. Hal yang sama dialami warga di Kelurahan Gebang Rejo khususnya yang bermukim di tepi Sungai Poso. 

Banjir di Dusun Bonelanto, Ranononcu. Foto : Dok. Rimansi Patu

9 Tahun Berlangganan Banjir, Kita belajar Apa?

Setiap kali banjir terjadi, pola yang khas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD ) Kabupaten Poso adalah pemberian bantuan , biasanya dalam bentuk sembako setelah peristiwa terjadi, dan  memberikan informasi-informasi terkait lokasi banjir. Sesekali juga memberikan pernyataan soal perkiraan akibat banjir. Selama bertahun-tahun, pola memberikan informasi tentang peristiwa banjir dan analisis tentang penyebab banjir sayangnya tidak mampu menghentikan langganan banjir di berbagai wilayah di Kabupaten Poso. Misalnya, ketika analisis penyebab banjir disebabkan oleh pembabatan hutan liar dan pembukaan lahan perkebunan warga di wilayah serapan air, diselesaikan dengan memberikan catatan penyebab tetapi tidak berakhir pada sebuah kebijakan yang sistematis untuk menghentikannya. 

Catatan sejarah banjir di Kabupaten Poso menunjukkan bahwa banjir terjadi hampir berulang di tempat yang sama, seringkali setiap tahunnya semakin parah. Desa Trimulya dan Desa Kilo di Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Desa Tangkura di Kecamatan Poso Pesisir , Kelurahan-kelurahan di wilayah Poso Kota, desa-desa di wilayah Pamona Selatan, tercatat berulang kali selama 9 tahun terakhir mengalami banjir. 

Selain berulang, peristiwa banjir di Kabupaten Poso juga meluas ke wilayah-wilayah lain di Kabupaten Poso. Beberapa ruas jalan di wilayah Tentena, Sawidago, Buyumpondoli,  kadang tidak membutuhkan turunnya hujan yang berjam-jam sudah terendam banjir. 

Kerugian yang dialami oleh warga bukan saja dalam bentuk harta benda, hilangnya rumah-rumah, tetapi juga menyebarnya penyakit, hingga kehilangan nyawa. Membuat perencanaan yang matang untuk mencegah terjadinya banjir berulang kali  menjadi penting dan mendesak masuk dalam perhatian penting pemerintah. Rencana-rencana mendirikan patung-patung di mana-mana kurang mendesak dibandingkan mencegah langganan banjir. 

Bagikan
Artikel SebelumnyaKartini di Poso : Cerita Tangguh Perempuan Akar Rumput
Artikel SelanjutnyaHadrah : Pengumpul Sampah yang Melindungi Lingkungan
Pian Siruyu, jurnalis dan pegiat sosial. Aktif dalam kegiatan kemanusiaan sejak konflik Poso. Sejak 2005 aktif menulis di surat kabar lokal dan media online. Sekarang aktif menulis tentang isu ekonomi, sosial, politik di Kabupaten Poso dan Sulawesi Tengah untuk media Mosintuwu termasuk berita di Radio Mosintuwu

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda