Jembatan Yondo mPamona

0
2717
Dua orang anak yang biasanya bermain di jembatan Pamona, menyaksikan pembongkaran jembatan oleh warga atas perintah Bupati berdasarkan MoU dengan PT Poso Energy. Foto : Dok. Aliansi Penjaga Danau Poso

20 November 2019, di depan mata kami, Jembatan Yondo mPamona dibongkar.

Jembatan tua dengan kayu Kulahi sebagai tiang-tiangnya. Gelagarnya tersusun dari gelondongan Kaju Kasa (kayu pohon Kacang Hutan). Lantai dan relnya terdiri dari lembaran-lembaran papan kayu berkualitas baik. Semua lembaran papan itu, dilekatkan dengan menggunakan paku-paku jembatan, yang sangat besar jika dibandingkan paku yang biasanya dipakai tukang kayu.

Jembatan Yondo mPamona dibangun pertamakali pada tahun duapuluhan untuk kebutuhan menyeberangi sungai Poso. Dibangun dengan cara gotong royong. Semua orang datang membawa kayu dan bambu. Dengan bahan ramuan yang sederhana itu, dibangunlah jembatan sederhana yang dapat dilewati orang dan juga gerobak yang ditarik oleh sapi.

Pada era tigapuluhan, tiang-tiang dan lantai jembatannya diperbaharui, juga sekaligus diberi atap. Pun masih dikerjakan secara gotong royong. Jadilah jembatan kayu beratap, menggunakan atap rumbia. Sehingga, jembatan itu bukan saja berfungsi sebagai sarana penyeberangan, tetapi juga berfungsi sebagai tempat berteduh jika hujan, bahkan tempat tidur jika kemalaman di perjalanan.

Pada 1966, jembatan selesai direnovasi untuk pertama kalinya, bambu diganti kayu, atap rumbia diganti seng. Saat itu Camat Pamona Utara dijabat oleh ngkai/bapak  J. Gintu, kepala kampung Sangele ngkai R. Bandola (alm) dan KepalaDesa Buyumpondoli ngkai papa Wenti. Dalam kegiatan ini, setiap desa atau kampung mendapat tanggungan kayu untuk 25 meter jembatan. Dan yang mengerjakannya adalah warga dari setiap kampung yang terlibat dalam renovasi yang pertama itu. Saat acara peresmian Jembatan Yondo mPamona, ada lagu yang dinyanyikan oleh siswa-siswi yang dihadirkan di tepian Sungai Poso, di ujung Jembatan Yondo mPamona untuk menyaksikan Peresmian Jembatan.

Baca Juga :  Parade Kekayaan Alam di Festival Hasil Bumi Poso

Demikian syairnya :

Sekecematan Pamona wujudkan semangat wajahnya

Sluruh rakyatnya sadari panggilan Ibu Pertiwi

Membangun Guna Negara menegakkan wilayahnya

Buktinya kini dinikmati oleh rakyat seluruhnya

 Pu”umboto, Onda’e dan Tentena dulunya satu-satu sekarang jadi satu

Sebagai bukti Jembatan Puselemba membujur dengan Mega

Wujud persatuan klak dikenang angkatan Masa Depan

Jadi perhatian pupuk persatuan

 Semogalah jembatan Puselemba bayangan kemakmuran kecamatan Pamona

Lagu yang menggambarkan kebanggaan pada persatuan warga yang disimbolkan di jembatan Yondo mPamona

Pada 1983, untuk pertama kalinya jembatan dibongkar total untuk dibangun kembali dengan biaya APBD tingkat I Provinsi Sulawesi Tengah. Perusahaan yg mendapat kontrak kerja adalah CV. Tinoe, dan sebagai pelaksananya CV. Tamungku Tuwu Makmur. Direkturnya bapak Harry Rampengan (alm) yang dikenal atau akrab dengan nama A Hoa.

Bahan baku kayu tiang jembatan diambil dari Desa Matia Lemba. Kayu Kulahi seluruhnya tanpa campuran. Pada awalnya ada kayu yg bukan Kulahi, tetapi oleh bapak Harry Rampengan diganti dengan Kulahi atas saran bapak J. Marola, yang waktu itu mengenali bahwa ada beberapa kayu tiang yang bukan dari jenis kayu Kulahi. CV. Tamungku Tuwu Makmur membuatkan tambang penyebrangan sebagai sarana penyebrangan sementara sampai proses pembangunan ulang jembatan selesai. Pembangunam jembatan selesai dan diresmikan pada tahun 1983.

Tahun 1989, pertamakali saya tinggal di Tentena, dan bersekolah di SMP Bukit. Setiap hari melewati Jembatan Yondo mPamona. Pagi hari, berjalan kaki dari rumah, beramai-ramai dengan teman-teman sekolah, sambil bercerita dan bercanda ria, melintasi Jembatan Yondo mPamona. Serunya adalah ketika kami masih di jembatan dan bel sekolah tanda apel pagi dimulai sudah berbunyi. Karena sekolah kami di atas bukit, bunyi bel dapat didengar dari jembatan. Kemudian kami akan berlari dari jembatan, agar masih dapat mengikuti apel pagi di sekolah.

Baca Juga :  Etnobotani di Ritual Adat Suku Pamona : Jejak Tradisi Lama yang Menghormati Alam

Kadangkala kami berjalan berpapasan dengan petani yang menarik sapinya, atau berlarian mendahului gerobak petani yang ditarik sapi, yang pada saat itu juga sedang melintasi Jembatan Yondo mPamona dalam perjalanan menuju sawahnya.

Jembatan Pamona. Dulu digunakan warga, baik untuk bernostalgia, maupun untuk berjalan kaki. Area sekitar Jembatan Pamona juga adalah areal dimana para nelayan Monyilo ( menangkap ikan dengan tombak dan lampu pada malam hari). Foto : Dok. Mosintuwu.

 

Saat pulang sekolah jembatan menjadi tempat seru untuk sejenak berhenti berteduh dari teriknya matahari. Pada saat itu, biasanya ada anak-anak SD atau bahkan juga adik-adik kelas satu di SMP, yang bermain di jembatan. Tasnya diletakkan di lantai jembatan, lalu seragamnya dilepaskan, ditaruh di dalam tas, kemudian, byuuur, mereka berlomba-lomba melompat terjun ke dalam air Sungai Poso di bawah jembatan.

Karena badan jembatan yang hanya muat dilewati oleh satu mobil, ketika ada mobil yang masuk jembatan, kami yang tadinya berjalan bergerombol, akan terbagi menjadi dua, ada yang menempel di pagar jembatan di sisi kiri dan kanan. Setelah mobil lewat, kemudian kami akan tertawa dengan riuhnya.

Serunya lagi, jika jembatan sedang dipenuhi siswa-siswi yang melintas, lalu ada dua mobil yang masuk ke jembatan dari arah beralawanan. Kedua supir mobil akan membunyikan klaksonnya. Kadangkala yang terjadi adalah ngotot-ngototan tidak mau mengalah bagi pengemudi yang belum terbiasa dengan keadaan seperti itu. Dan kami yang sedang ada di jembatan saat itu, tentu saja menjadi penonton dari drama yang sedang berlangsung. Bagi pengemudi kendaraan roda empat yang sudah memahami dinamika Jembatan Yondo mPamona, yang sudah terlanjur masuk jembatan tetapi belum jauh ke tengah jembatan, akan mengalah, memundurkan kendaraannya keluar dari badan jembatan, supaya mobil di depannya bisa melanjutkan perjalanan.

Baca Juga :  Kisah Yondo mPamona Menjadi Yondo moEja

Pada malam hari, di jembatan juga akan ada orang-orang yang punya hobi memancing. Bahkan ada juga yang bukan sekedar hobi melainkan memang sedang mencari ikan untuk lauk keluarganya di rumah. Duduk di pinggir jembatan yang dibatasi oleh pagar atau bahkan duduk di atas pagar jembatan, memancing sambil menikmati dinginnya hembusan angin malam.

Ada pula yang berjanji bertemu di Jembatan Yondo mPamona, bagi orang yang baru pertama kali datang di Tentena, dan belum mengetahui pasti alamat yang dituju, akan menjadikan Jembatan Yondo mPamona sebagai tempat pertemuan. Ada begitu banyak cerita memoar yang terjadi di Jembatan Yondo mPamona. Setiap orang pasti punya ceritanya sendiri dengan Jembatan Yondo mPamona.

Jembatan Yondo mPamona bukan sekedar jembatan. Bunyi papan lantai Jembatan Yondo mPamona ketika dilewati kendaraan adalah serupa musik bagi pejalan kaki. Jembatan Yondo mPamona adalah denyut nadi kehidupan, yang menjalin erat derap langkah setiap generasi yang pernah melintasinya. Jembatan Yondo mPamona adalah monumen. Yang akan selalu mengingatkan kami tentang bagaimana nilai-nilai budaya To Pamona dihidupi. Mengingatkan kami tentang berapa banyak darah dan keringat yang tercurah dalam semua proses pembangunannya.

Hari ini, ketika melintasi Jembatan Pamona B, kami tidak lagi menemukan Jembatan Yondo mPamona dalam ruang pandangan. Terasa ada yang hilang. Nelangsa.

Jembatan Yondo mPamona akan tetap tinggal di ruang kenangan. Takkan tergantikan.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda