Sekolah Pembaharu Desa : Kelas Membaharui Desa

0
2804
Seorang ibu melintas di depan rumah membawa durian, salah satu kekayaan di desa Tokilo. Foto : Dok.Mosintuwu/Eko

Desa kita sedang sakit. Kata ini pernah disampaikan oleh Yando Zakaria, salah satu tim ahli penyusun UU No.6 tahun 2016 tentang desa. Petani kehilangan lahan, sungai-sungai kering, sawah diganti perkebunan skala industri, anak muda keluar dari desa untuk bekerja di kota, nelayan banyak yang kesulitan, kesehatan ibu dan anak memprihatinkan. Desa bukan lagi seperti yang dibayangkan oleh L Manik dalam karya ciptaannya  “Desaku”

“Sejak saya SD, baru kali ini saya menyanyikan ulang lagu desaku” ujar Marlin, 52 tahun dari Desa Tiwa’a. Marlin, seperti yang lainnya saling melirik sambil tersenyum-senyum ketika lagu  “desaku” selesai dinyanyikan. 

Lagu desaku dinyanyikan setelah lagu Indonesia Raya dalam pembukaan sekolah pembaharu desa.  sebagian besar peserta yang mengikuti pembukaan sekolah pembaharu desa terlihat kesulitan mengulang lirik lagu desaku. Hal yang sama dialami aparatur pemerintah desa dan kecamatan.  Lupa. Atau, karena lirik dalam lagu ini  terasa jauh dari kenyataan.

Melagukan “desaku yang permai” salah satu lirik dalam lagu desaku, terasa mengharukan tapi juga perih bagi Marlin. Terdapat perbedaan kenyataan dari yang dia temui saat terakhir kali menyanyikan lagu desaku di SD dan saat ini. Desa Tiwaa yang terletak di jalur trans Sulawesi merupakan salah satu desa yang mengalami perkembangan pesat dengan kehadiran teknologi, kepadatan penduduk, penyediaan bahan-bahan makanan yang dikelola pemodal besar.

Baca Juga :  Rekomendasi Perempuan Membangun Perdamaian
Desa-desa di lembah Bada, Lore Selatan dan Lore Barat. Foto : Dok. Mosintuwu/Ray

Desa Tiwa’a tidak sendirian, ini dialami  hingga di pelosok Lore Selatan dan Lore Barat yang untuk mengaksesnya membutuhkan berjam-jam perjalanan dengan kondisi jalan yang kurang baik. Ini termasuk  desa Tindoli, Tokilo, Tolambo,  tiga desa  di tepi Danau Poso sebelah tenggara di Kecamatan Pamona Tenggara . Untuk menjangkau ketiga desa ini, perahu menjadi alternatif terbaiknya karena jalanan yang rusak. Tapi, di desa-desa yang dikelilingi sumber air dari gunung dan danau serta tanah yang subur, minuman kemasan dan bumbu masakan instan menjadi hal biasa digunakan. 

Kegelisahan atas kondisi desa menjadi perbincangan kami selama 5 tahun terakhir . Membiarkan desa semakin sakit dan jauh dari kata permai, tidak menjadi pilihan . Sebaliknya menantang visi Mosintuwu sebagai organisasi masyarakat akar rumput yang memperjuangkan kedaulatan rakyat. 

Maka kami merajut mimpi tentang desa. Sekolah pembaharu desa dirancang untuk secara pasti, dan bersama dengan warga desa merajut harapan tentang desa yang berdaulat. Martince Baleona, koordinator sekolah pembaharu desa melakukan kerja-kerja pengorganisasian warga desa selama tahun 2018. Martince mengajak 7 perempuan desa lainnya menjadi fasilitator wilayah untuk memungkinkan kelas-kelas sekolah pembaharu desa terwujud. Mereka adalah Nengah, Rustomini, Irma, Helpin, Erlin, Raru dan Yenni yang merupakan lulusan kelas sekolah perempuan Mosintuwu. 

Baca Juga :  Kartini-Kartini di Poso : Refleksi dan Komitment
Pembukaan kelas sekolah pembaharu desa di wilayah Lore Barat. Foto : Dok.Mosintuwu/Ray

Perjalanan Martince selama 1 tahun bersama ke 7 fasilitator menemukan 23 desa-desa di Kabupaten Poso sebagai tempat belajar bersama membaharui desa. Masing-masing terdapat kecamatan Poso Pesisir yaitu Desa Kilo, Trimulya, Tiwa’a, Malitu ; kecamatan Poso Pesisir Utara di Desa Tokorondo, Maranda, Lape, Pinedapa, ; kecamatan Pamona Timur di .Desa Kelei, Didiri, Tiu, Poleganyara; kecamatan Pamona Tenggara di Desa Tindoli,Tokilo, Tolambo ; kecamatan Pamona Barat di Desa Salukaia, Taipa, Owini, Uranosari; kecamatan Pamona Puselembah di Desa Dulumai; dan kecamatan Lore Barat di Desa Tuare,Kageroa,Tomehipi, Lengkeka  

Untuk memulai kelas saling belajar untuk desa , sejak tanggal 10 hingga 18 Februari 20, kelompok perempuan bersama dengan aparatur pemerintah desa dan kecamatan, tokoh masyarakat menggelar pembukaan kelas sekolah pembaharu desa. Pembukaan kelas sekolah pembaharu desa ini di adakan di Desa Tiwa’a, Tokorondo, Tiu, Tokilo, Taipa, Tomehipi dan Salukaia dengan menggabungkan desa-desa lainnya berkumpul.  

Mengumpulkan harapan dan mimpi tentang desa. Demikian yang terjadi di sepanjang pembukaan kelas sekolah pembaharu desa. 

“Sekolah Pembaharu Desa berharap bisa berkontribusi dalam desa membangun dirinya, memberikan kapasitas kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif, bukan hanya mengeluh atau kritik” ujar camat Lore Barat.

Ungkapan yang sama disampaikan oleh camat Pamona Tenggara, dan kepala-kepala desa yang ikut hadir dalam pembukaan sekolah pembaharu desa.

Baca Juga :  Perempuan dan Gerakan Literasi untuk Perdamaian

“Saya ingin agar desa punya perpustakaan keliling, punya pasar desa supaya tidak tergantung pada mas-mas yang datang “ ujar Mama Celi dari Desa Tindoli, ditimpali anggukan setuju oleh semua peserta. 

Pembukaan kelas sekolah pembaharu desa di wilayah Lore Barat. Foto : Dok.Mosintuwu/Ray

Kesehatan ibu dan anak dibicarakan serius dan ditangani sehingga tidak ada lagi kematian ibu karena melahirkan, atau bayi stunting. Peserta lain melanjutkan “angka kekerasan dalam rumah tangga menurun, dan perempuan berpartisipasi aktif dalam pembangunan”

Ibu-ibu di desa Lore Barat menceritakan, masih terjadi pengumuman dari balai desa  yang bunyinya ” Diharapkan warga laki-laki untuk mengikuti pertemuan dengan pemerintah desa , pada malam hari ini untuk membahas tentang…” Bagi mereka, ini menyedihkan karena suara perempuan tidak dianggap penting. Sekolah Pembaharu Desa diharapkan memberikan bekal dan alasan, mengapa suara perempuan sangat penting untuk mewujudkan desa membangun yang berkeadilan.

Harapan dan mimpi tentang desa ini akan dirajut melalui serangkaian kurikulum di kelas sekolah pembaharu desa. Terdapat 8 topik dalam kurikulum di kelas sekolah pembaharu desa yaitu : Kurikulum Konsep Kemakmuran Desa; kurikulum Geo Sosial Politik dan Desa; kurikulum Desa Membangun Berkeadilan Gender; kurikulum Undang-Undang Desa ; kurikulum Geo sosial spasial desa; kurikulum Merancang RPJMDes dan APBDes; Peraturan Desa ; BUMDES dan Ekonomi Solidaritas

Membaharui desa yang sakit menjadi permai, kami yakini bersama sebagai cara menjaga bumi dan menjaga keberlangsungan kehidupan.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda