Festival Sekolah Perempuan: Desa Membangun, Membangun Desa dengan Perempuan

1
1559
Festival Sekolah Perempuan tahun 2016 mengumpulkan 350 anggota sekolah perempuan menghasilkan komitment untuk membangun desa. Foto : Dok. Mosintuwu/Vifick

“Tanah-tanah kering, hutan terbakar, air menyusut, desaku yang kucinta kemana gerangan? “ seorang ibu petani memanggung pacul dan sapu lidi nampak berjalan lesu. Keluhannya disambut oleh ibu nelayan yang kebetulan sedang lewat “ jangan mengeluh, ayo kita pikirkan bersama-sama apa yang bisa kita buat untuk desa”. Ibu yang lain menyambung “benar sekali, makanya sekarang kita perempuan desa berkumpul untuk meniatkan hati merancang rencana desa membangun untuk perdamaian dan keadilan”

Fragmen singkat di panggung arena FDP, sore hari di tanggal 5 November 2015 itu di sambut dua orang staff Mosintuwu berpakaian adat dengan seruan “ selamat datang di festival sekolah perempuan Mosintuwu” Ucapan selamat datang yang disertai dengan doa melalui puisi yang dibawakan oleh Cici, salah seorang staff Mosintuwu. Doa tentang perempuan yang menghidupi kehidupan di desa.

Ya, hari itu, 300an perempuan dari 40 desa, terdiri dari berbagai agama dan suku di Kabupaten Poso,  sebagian kabupaten Morowali berkumpul di arena FDP untuk Festival Sekolah Perempuan Desa. Sejak pagi hari, kaos merah jingga bertuliskan sekolah perempuan Mosintuwu mendominasi seluruh halaman. Mereka adalah anggota sekolah perempuan angkatan III yang diorganisir oleh Institut Mosintuwu. Setelah melakukan proses belajar selama satu tahun, sejak Agustus 2014 sampai Oktober 2015, mereka berkumpul bersama merayakan kelulusan dalam bentuk festival.

Baca Juga :  Kaleidoskop 2022 : Petani dan Peternak dan Nelayan Danau Poso Masih Menuntut Keadilan

“Festival ini adalah perayaan atas pengetahuan dalam proses belajar bersama dan menciptakan pengetahuan bersama atas perdamaian di tanah Poso dan keadilan yang akan diperjuangkan di desa” tegas Lian Gogali, direktur Institut Mosintuwu. Festival ini merupakan yang pertama kali diadakan setelah serangkaian proses belajar di sekolah perempuan sejak tahun 2009, masing-masing sekolah perempuan angkatan I tahun 2009-2011, sekolah perempuan angkatan II tahun 2012 – 2013 dan sekolah permepuan angkatan III tahun 2014 – 2015.

“Perempuan desa! Maju, bersuara, bergerak” seruan yang juga merupakan tema utama festival ini membahana di sepanjang kegiatan berlangsung. Tidak ada kekakuan meskipun sebagian besar diantara peserta festival yang hadir baru pertama kali bertemu. Sekolah Perempuan Mosintuwu yang terdiri dari 40 desa memang terbagi dalam 16 kelas , dan 7 wilayah. Setiap satu kelas terdiri dari 3 – 5 desa yang berbeda, terdapat juga beragam agama dan suku. Kekayaan keberagaman dalam kelas memperkaya proses belajar bersama. Karena Proses belajar di sekolah perempuan yang dirayakan dalam bentuk festival telah menempah semangat bertoleransi antar agama dan suku. Bukan hanya persahabatan yang terjalin antar agama, tapi juga kemauan untuk bergandeng tangan untuk terlibat aktif dalam pembangunan yang damai dan berkeadilan. Hal ini didukung dengan diskusi panjang di kelas sekolah perempuan tentang Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa.

Baca Juga :  Cerita Damai dari Bakul Ikan

Semangat disertai harapan muncul dari semua perempuan. Ibu Elvin dari Kabupaten Morowali mengatakan “ ini menguatkan saya, bukan hanya tidak lagi sendirian untuk berjuang agar hak kami diberikan, tapi juga wujud perdamaian diantara kami yang berbeda suku dan agama”. IbuYustin dari Lore Selatan menyampaikan tekadnya ” saya bergetar, sepanjang belajar di sekolah perempuan kali ini saya yakin akan pulang ke desa, bicara dengan pemerintah desa dan merangkul masyarakat supaya bisa bekerja bersama-sama dengan terutama melibatkan kami perempuan”

Festival yang dihadiri oleh Pejabat Bupati;  istri duta besar Amerika Serikat; perwakilan PBB urusan perempuan, perdamaian dan keamanan; jajaran dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak serta beberapa aktivis dari Jawa berlangsung sejak tanggal 5 sampai 7 November 2015. Serangkaian kegiatan olahraga, mengasah pengetahuan atas isu pembangunan desa, kesenian tradisional, serta talkshow dan workshop paralel mewarnai festival, demikian pula pameran produk desa dan pameran foto perempuan desa.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda