Cerita Kami, Cerita Perdamaian

0
1982

Pengalaman perempuan bukan hanya tentang hidup yang mereka alami dan rasakan tetapi juga tentang kehidupan yang mereka diami.

Hanya saja, mengutip Katryn Anderson dan Dana C.Jack, Urvashi Butalia mengakui bahwa seorang perempuan yang bercerita tentang kehidupannya mungkin sering menggunakan dua perspektif terpisah dan bahkan kadang bertentangan: yang satu dibingkai dalam berbagai konsep dan nilai yang mencerminkan posisi dominan laki-laki dalam budaya, dan satunya lagi diilhami oleh kenyataan-kenyataan yang lebih langsung dalam pengalaman personal seorang perempuan. Ketika pengalaman tidak “cocok” dengan arti-arti yang dominan, konsep-konsep alternatif mungkin tidak langsung tersedia. Maka, meskipun tidak dikehendaki, perempuan sering membungkam pikiran dan perasaannya sendiri ketika berusaha memaparkan kehidupannya dalam kaitan dengan konsep dan konvensi yang berlaku dan sudah terbiasakan, serta dapat diterima oleh publik.

untuk menyimak perspektif perempuan secermat-cermatnya, kita harus berlatih mendengarkan dengan stereo, menerima channel yang dominan maupun channel yang dilirihkan atau disenyapkan secara jelas, dan menyetelnya secara hati-hati untuk memahami hubungan antara kedua channel itu.

Baca Juga :  Komunitas Indonesia untuk Adil dan Setara di Sulawesi Tengah

Tidak terkecuali saat dan pasca konflik Poso

Oleh karena itu, Institut Mosintuwu dalam rangka Hari Perdamaian, tanggal 21 September, menyelenggarakan tulisan bersama Cerita Perdamaian. Cerita Perdamaian ini ini menghadirkan kisah, cerita, sejarah tentang perempuan yang ditulis oleh perempuan untuk perempuan dan kehidupan di sekitarnya saat dan pasca konflik Poso. Cerita ini akan dituliskan oleh seluruh anggota Sekolah Perempuan Mosintuwu dari 14 desa di Kabupaten Poso.

“kami bukan korban, kami adalah penyintas (survivor)” kata banyak perempuan di Poso. Sayangnya bukan hanya dianggap lemah tapi juga kisah kepahlawanan perempuan, cerita bagaimana mereka mempertahankan, melindungi komunitas dan membangun komunikasi antar komunitas yang berbeda agama dalam proses perdamaian yang sesungguhnya seringkali tidak dianggap penting, diabaikan bahkan disenyapkan.Mereka adalah ibu rumah tangga biasa, yang melakukan pekerjaan perdamaian setiap hari, bukan sebuah program tetapi sesuatu yang dihayati sebagai yang seharusnya dilakukan sebagai manusia.

Dalam hal inilah Cerita Perdamaian akan menjadi bagian dari cara perempuan mencatat sejarah mereka. Mencatat sejarah adalah ruang bagi suara perempuan untuk hidup, dan memaknai kehidupan bahkan kemudian menghidupi kehidupan dalam perspektif mereka. Sejarah dari perempuan adalah sejarah tentang perjuangan keadilan dan perdamaian yang melintasi batas-batas identitas demi kemanusiaan.

Baca Juga :  Lebaran Damai nan Indah di Poso

Menulis bersama Cerita Perdamaian menyakini bahwa setiap satu cerita memiliki makna perubahan bagi kehidupan dan menginspirasi. Namun 5 cerita akan dipilih sebagai cerita terbaik yang akan diumumkan pada akhir Sekolah Perempuan, yakni bulan November 2011. Semua cerita akan dipublikasikan dalam bentuk buku.

Beberapa cerita perempuan yang sebelumnya sudah dipublish oleh Institut Mosintuwu bisa dilihat di kolom Cerita Perempuan di website ini.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda