Danau Poso, Danau Purba Bukti Terbentuknya Pulau Sulawesi & Potensi Geopark

2
5003
Danau Poso, dilihat dari atas kota Tentena . Foto : Dok.Dodoha Mosintuwu/Sue

“Kalau kucingnya lari keluar rumah. Itu berarti kita semua harus keluar karena biasanya gempa buminya akan sangat kuat, berbahaya kalau tetap didalam rumah. Tapi biarpun sudah gempa, kalau kucing belum keluar itu berarti tidak apa-apa” Cerita Dimba Tumimomor, seorang pegiat budaya Poso. 

Gempa, dirasakan hampir setiap bulan oleh warga desa di sekitar Danau Poso. Ini tidak mengherankan bagi para saintis, karena Danau Poso adalah danau tektonik atau danau yang terbentuk karena peristiwa tektonik.  Terbentuknya danau Poso merupakan sebuah peristiwa alam luarbiasa. Proses terbentuknya Danau Poso adalah bagian dari pembentukan Pulau Sulawesi. Geolog dari Eath Observatory of Singapore yang juga tim ahli Ekspedisi Poso, Abang Mansursyah Suryanugraha, biasa dipanggil Ega, dalam penelitiannya tentang sejarah pembentukan pulau Sulawesi mengatakan, danau Poso adalah lautan yang terangkat. Itu artinya, jutaan tahun lampau, danau Poso dan wilayah sekitarnya adalah lautan. Patahan atau Sesar geser yang saling menjauh kemudian membentuk cekungan yang terisi air. Temuan batu-batuan yang biasanya ada di kedalaman samudra sepanjang perjalanan ekspedisi Poso mengkonfirmasinya.

Danau Poso menjadi salah satu dari 10 danau purba di dunia karena usianya yang diperkirakan lebih dari 2 juta tahun. Saat ini ada 10 danau purba di dunia antara lain, danau Matano di Sulawesi (Sulawesi Selatan), danau Biwa (Jepang), danau Baikal (Russia), danau Kaspia (saking luasnya menjadi perbatasan 4 negara :Azerbaijan, Russia, Turkmenistan,Kazakstan) danau Tanganyika (berada di 4 negara Afrika ; Burundi, Republik Demokratik Congo,Zambia, Tanzania) danau Victoria (berada di 3 negara di Afrika ; Tanzania, Uganda, Kenya) danau Malawi (berada di perbatasan 3 negara; Malawi,Tanzania, Mozambik), danau Ohrid (Makedonia Utara) dan danau Titicaca (berada diantara Peru dan Bolivia).

Bincang Redaksi, Akhir Pekan Bersama Danau Poso yang diselenggarakan National Geographic Indonesia bekerjasama dengan Institut Mosintuwu dan Atourin

Dalam acara Akhir Pekan Bersama Danau Poso yang diselenggarakan National Geographic Indonesia bekerjasama dengan Institut Mosintuwu dan Atourin hari Minggu 26 Juli 2020. Ega, menjelaskan kekayaan warisan geologi danau Poso. Misalnya, temuan jenis batu Sekis biru dan Sekis hijau di desa Kuku dan Panjoka kecamatan Pamona Utara. Batuan ini biasanya hanya akan ditemukan di kedalaman zona subduksi atau yang lebih dikenal sebagai mega-thrust.

Batukapur atau Batugamping yang membentuk bukit Lebanu memiliki fosil terumbu karang dan kerang yang membuktikan bahwa Cekungan Poso dulunya merupakan suatu lautan, Sebuah tebing di tepi Danau Poso, tepatnya di Kelurahan Petirodongi, kecamatan Pamona Utara juga menjadi temuan geologi lainnya yang menjadi bukti sejarah geologi perubahan dari laut menjadi daratan.

Baca Juga :  Berbagi Cerita Baik di Lebaran Poso

Danau Poso dilalui 2 sesar aktif, sesar Poso disebelah timur dan sesar Poso barat disebelah barat danau. Tanggal 24 Maret 2018, gempa besar berkekuatan 5,3 SR mengguncang sekitar pukul 09:35 wita. Desa Salukai, Toinasa dan desa Meko di kecamatan Pamona Barat mendapat dampak paling parah. Sekitar 103 rumah di 6 desa rusak, 1 sekolah, 3 rumah ibadah juga rusak. Gempa susulan yang diikuti suara-suara gemuruh dari bawah tanah membuat warga tidak berani tidur dalam rumah selama hampir sepekan.

BMKG menyebut sumber gempa akibat aktifitas sesar Poso barat. Sesar ini termasuk sangat aktif di kabupaten Poso. Sepanjang bulan Maret 2019, tercatat ada sekitar 10 kali gempa yang dirasakan diwilayah ini. Terutama berpusat di desa Taipa dan Owini kecamatan Pamona Barat. Dari perjalanan ke desa-desa diwilayah ini, sedikit sekali warga yang mengetahui wilayah mereka dilalui sesar. Sebagian besar juga tidak mengetahui apa itu sesar dan bagaimana mitigasi bencana. Kami mewawancari beberapa orang warga dan mendapatkan jawaban, mereka tidak mengetahui kalau desanya dilalui sesar aktif. 

Ega, peneliti geologi dan tim ahli ekspedisi Poso sedang mengamati struktur batuan yang menunjukkan pembentukan Pulau Sulawesi . Foto : Dok.Ekspedisi Poso

Cerita Rakyat dan Legenda yang Masih Hidup di Pinggir Danau

Selain kajian geologi, cerita-cerita rakyat disekitar danau Poso turut menggambarkan kalau dahulu wilayah ini sudah akrab dengan peristiwa alam yang besar seperti gempa bumi. Dimba Tumimomor menceritakan tentang peran kucing bagi orang Poso. Kucing, kata Dimba, menjadi semacam penanda apakah orang-orang harus keluar rumah untuk menyelamatkan diri atau tetap bertahan. Dalam pengalaman orang Poso, jika terjadi gempa bumi atau bencana lain, mereka akan memperhatikan kucing. 

“Kalau kucingnya lari keluar rumah. Itu berarti kita semua harus keluar karena biasanya gempa buminya akan sangat kuat, berbahaya kalau tetap didalam rumah. Tapi biarpun sudah gempa, kalau kucing belum keluar itu berarti tidak apa-apa”kata Dimba.

Kearifan lokal orang-orang Poso juga menunjukkan mereka sudah memiliki konsep mitigasi bencana yang kuat. Menurut Dimba, dalam membangun rumah, tiang-tiang rumah tidak ditanam. Melainkan diletakkan diatas sebuah batu datar. Ketika terjadi goncangan atau gempa bumi, semua bagian rumah akan ikut bergoncang sehingga menyesuaikan bangunan dengan goncangan. Kini hampir semua bangunan sudah menggunakan beton yang pondasinya ditanam. 

Baca Juga :  Lambori, Si Pandan Hutan Endemik Sulawesi

Di desa Salukaia, sebuah lokasi hamparan luas bernama Lindugi dijadikan sawah. Lindugi dalam bahasa Pamona berarti gempa. Ini menjadi sedikit wilayah di kabupaten Poso yang diberi nama sesuai dengan peristiwa alam yang terjadi. Dikawasan ini warga tidak membangun pemukiman karena dianggap sebagai pusat gempa. Namun didekatnya sekitar 100 meter ada bangunan sekolah dasar. 

Cerita rakyat, orang Poso menyebutnya Laolita tentang peristiwa alam sangat banyak. Misalnya kisah Toroli Ana atau ayam ajaib dari desa Peura. Keduanya bercerita tentang bencana karena perilaku manusia. Kisah Ayam Ajaib menceritakan proses geologi terangkatnya permukaan laut menjadi daratan. Kisah ini muncul jauh sebelum para geolog menemukan bukti-bukti seperti batu Sekis biru maupun Sekis hijau.

Perpaduan geologi dan kearifan lokal ini menjadi keunikan sendiri. Reza Permadi, geolog yang juga anggota tim ahli ekspedisi Poso mengatakan, dengan segala sejarah geologi dan keunikannya danau Poso bisa menjadi Geopark. Banyaknya ancaman terutama karena pembangunan yang tidak ramah alam membuat perlu ada kebijakan kuat untuk melindungi danau Poso. Maka salah satu cara melindunginya adalah menjadikan statusnya sebagai Geopark.

Ide untuk menjadikan Danau Poso sebagai warisan geologi bukan saja karena usianya yang jutaan tahun. Danau Poso juga memiliki keunikan. Ada ikan endemik seperti Masapi, Bungu Masiwu atau kebudayaan nelayan di danau Poso yang khas seperti Wayamasapi , Mosango dan Monyilo yang merupakan tradisi khas menangkap sidat dan ikan yang ramah lingkungan. Reza juga menunjukkan cerita tentang naga danau yang orang pinggiran danau Poso menyebutnya Imbu.

Kisah Imbu mungkin mirip legenda Nessie, naga penghuni danau Lochness di Skotlandia. Kisahnya dengan Imbu, sangat mirip. Kalau anda berjalan keliling danau Poso dan bercakap-cakap dengan banyak orang. Maka anda akan bertemu dengan banyak cerita penampakannya, namun tidak ada yang mengabadikannya dengan kamera. Perjalanan saat ekspedisi Poso ke desa Taipa yang ada disebelah utara Padamarari juga menemukan cerita orang-orang yang menjadi saksi mata kemunculan Imbu.

Kisah lain yang masih hidup di danau Poso adalah Silo nDano. Sebuah cahaya berbentuk bulat yang terbang berputar-putar diatas danau. Sama seperti Imbu, belum terdokumentasi visual sampai saat ini. Imbu dan Silo nDano hanyalah 2 dari banyak lainnya kisah misterius di danau Poso yang masih hidup. Dia belum jadi legenda seperti Lochness. Masih banyak saksi mata yang melihatnya. Mungkin suatu saat akan ada yang punya kesempatan atau keberuntungan mengabadikannya.

Baca Juga :  Sawit Datang, Danau Toju Hilang

Menjaga agar lingkungan, masyarakat dan cerita-cerita ini tetap hidup, upaya pelestariannya membutuhkan kebijakan pembangunan yang tidak mengeksploitasi habis-habisan kekayaan alamnya. Hampir seperempat dari 256 ribu penduduk kabupaten Poso, hidup disekeliling danau. Menggantungkan hidup dari sini. Pariwisata kabupaten Poso juga mengandalkan danau untuk menarik wisatawan. Rusaknya danau akan merusak seluruh kehidupan bukan hanya yang bermukim di pinggir danau tetapi juga seluruh kabupaten Poso.

Reza Permadi, geolog yang pendiri Atourin, penyedia jasa pariwisata virtual,mengusulkan agar danau Poso dijadikan salah satu Geopark di Indonesia. Unsur pendukungnya sebenarnya sudah terpenuhi, yakni temuan-temuan geologi yang unik dan penting serta status danau Poso sendiri sebagai salah satu danau purba di dunia. Upaya ini sedang menghadapi tantangan dari pembangunan yang tidak selaras dengan konsep pelestarian. Misalnya rencana pembangunan taman wisata air dikawasan Kompodongi yang menurut para peneliti merupakan kawasan pemijahan dan transisi ikan-ikan sebelum berkembang biak di danau.

Upaya mendorong danau Poso menjadi Geopark juga sudah dilakukan komunitas seperti Aliansi Penjaga Danau Poso (APDP). Dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Poso pada akhir tahun 2019, sejumlah warga mengusulkan agar danau Poso menjadi lokasi Geopark untuk melindunginya alam dan budayanya dari pengrusakan. Sayangnya, aspirasi itu belum mendapatkan tanggapan serius. Masih diperlukan usaha-usaha dari komunitas dan semua pemangku kepentingan, duduk bersama membicarakannya.

Di Indonesia hingga 2018 sudah ada 15 wilayah Geopark yaitu Geopark Silokek (Sumatera Barat), Geopark Ngarai Sianok-Maninjau (Sumatera Barat) dan Geopark Sawahlunto (Sumatera Barat), Geopark Natuna (Kepulauan Riau), Geopark Pongkor (Jawa Barat), Geopark Karangsambung-Karangbolong (Jawa Tengah), Geopark Banyuwangi (Jawa Timur), dan Geopark Meratus (Kalimantan Selatan),  Geopark Gunung Kaldera Toba (Sumatera Utara), Geopark Gunung Merangin (Jambi), Geopark Gunung Belitung (Bangka Belitung), Geopark Gunung Bojonegoro (Jawa Timur), Geopark Gunung Tambora (Nusa Tenggara Barat), Geopark Gunung Maros (Sulawesi Selatan), dan Geopark Gunung Raja Ampat (Papua).

2 KOMENTAR

  1. Bencana gempa yang pernah terjadi di poso membuat sy tertarik untuk melakukan penelitian yang nantinya bisa bermanfaat bagi tanah kelahiran sy, dmn masyarakat harus tau bahwa tempat kita dilalui sesar. Apakah bisa mendapatkan bahan referensi untuk penelitian mahasiswa tentang identifikasi sesar di danau poso dan mendapatkan bantuan bimbingan dri ahlinya yang pernah meneliti sebelumnya?

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda