Iksam Djorimi : Mencari Asal Leluhur Poso dan Sulawesi di Dunia

0
1628
Iksam Djorimi, arkeolog Sulawesi Tengah. Saat ini menjadi wakil kepala museum Sulawesi Tengah sedang menjelaskan mengenai gua di Watu Makilo. Foto : Dok.Mosintuwu/ LuckyArie

“Berdasarkan pertanggalan radiometrik terhadap tinggalan pertanian awal di Indonesia, menunjukkan pulau Sulawesi adalah pulau hunian yang tertua di Indonesia”

Program Mompasimbaju Radio Mosintuwu mewawancarai Drs. Iksam Djorimi, M.Hum seorang arkeolog yang saat ini menjabat sebagai wakil kepala museum Sulawesi Tengah. Selama 30 tahun, Iksam menelusuri hampir semua wilayah pedalaman Kabupaten Poso termasuk Morowali. Perbincangan selama 1,5 jam ini dipandu Lian Gogali, membahas mulai dari pemahaman mengenai arkeologi hingga jejak DNA Poso dalam penelusuran arkeologi. Rekaman yang tercatat dalam wawancara ini sudah melalui proses penyuntingan.

Bisa menjelaskan apa yang dipelajari dalam ilmu arkeologi?

Di luar negeri itu ilmu arkeologi itu masuk dalam lingkup antropologi budaya. Jadi ada 3 ilmu pengetahuan dalam antropologi budaya. Pertama antropolinguistik yaitu ilmu tentang bahasa, kedua arkeologi, dan yang ketiga teknologi ilmu tentang suku bangsa. Tetapi di Indonesia, agak unik karena ilmu Arkeologi dan Antropologi dipisah.

Kalau pembaca suka nonton petualangan Indiana John, disitu digambarkan seorang arkeolog yang berpetualang keliling dunia, untuk mencari jejak sejarah di berbagai negara. Singkatnya Arkeologi itu adalah ilmu yang mempelajari kepurbakalaan sejarah kemanusian melalui benda-benda peninggalannya. Jadi harus ada bendanya, bukan hanya cerita, harus dibuktikan sejarah ilmiah dengan bendanya. Benda-benda itu ada 2 kategorinya. Ada yang berasal dari alam dan ada yang dibentuk manusia. Kalau benda itu sudah menjadi sebuah peralatan dalam kehidupannya, maka dinamakan Artefak. Benda alam tidak dibentuk pun tapi kalau digunakan dalam aktifitas sehari-hari itu sudah dinamakan artefak.

Untuk apa benda-benda tersebut diteliti dan apa fungsinya bagi kehidupan manusia?

Lewat benda-benda tersebut kita bisa mempelajari sejarah kebudayaan masyarakatnya, sejarah sosialnya, bahkan bagaimana sistem kepercayaan atau religinya berlangsung. Kita bisa mengetahui alasan perilaku masyarakat dalam menggunakan sarana mulai benda-benda dalam kegiatan religi, jadi sebenarnya sangat luas kajiannya.

Saya teringat dengan salah satu pernyataan Presiden bahwa sebenarnya DNA kita itu adalah kebudayaan, bahwa kekuatan purba bangsa ini adalah kebudayaan. Jika melihat simbol negara kita atau motto negara kita, ke-bhinekaan tunggal ika, disitu menggambarkan bahwa Indonesia ini dibangun oleh kebudayaan suku sebenarnya. Kebudayaan suku yang membentuk namanya kebudayaan nasional. Sebenarnya kebudayaan nasional itu abstrak, yang nyata itu kebudayaan suku. Kalau kita berpikir kebudayaan nasional itu adalah istilah yang memperkaya adalah kebudayaan suku-suku yang ada di Indonesia.

Nah, kalau kita tidak mempelajari sejarah kebudayaannya antara lain melalui arkeologi banyak hal yang kita akan hilang. Dengan mempelajari sejarah kebudayaan kita manusia di Indonesia apapun itu, pertama kita bisa mengetahui identitas budaya kita . Bayangkan saja kalau kita tidak mempelajari kita akan hanya bangga kebudayaan orang lain, tapi identitas kita sendiri tidak kita tahu. Dalam lingkup kecil misalnya di Sulawesi Tengah,d i sekitar danau poso orang mengenal di sana itu suku Pamona. Pertanyaan saya apakah generasi sekarang masih mengenal identitas budaya Pamona?

Berarti sebenarnya fungsi Arkeolog itu sangat mendasar buat manusia karena dia berkaitan dengan identitas, yaitu identitas kebudayaan. Hanya saja cara pembuktiannya itu ada dari artefak yang tadi disebutkan tapi juga dari yang alam. Kalau pembuktian dari alam sendiri bagaimana melihatnya ?

Selain sejarah kebudayaan, seorang arkeolog itu harus mempelajari sejarah alam. Karena, sebuah kebudayaan itu terbentuk dan dipengaruhi oleh alam. Keduanya sangat saling mempengaruhi. Misalnya begini, kenapa leluhur orang Pamona menempati tempat-tempat yang tinggi untuk ketinggian sekitar Danau Poso, lalu kemudian dalam sejarah awal abad 20 terjadi perpindahan penduduk dari wilayah ketinggian sampai ke pesisir sekarang ini. Itu sebuah pertanyaan yang belum banyak dijawab oleh para pemerhati budaya.

Baca Juga :  Kaleidoskop Perlindungan Anak 2023 : Perkosaan dan KBGO Menghantui Anak

Yang kedua, dengan mempelajari sejarah kebudayaan kita bisa mengetahui asal-usul kita. Dari mana kita datang, asal mulanya kita. Ilmu pengetahuan ini tidak bisa berdiri sendiri, ada yang namanya multi disiplin ilmu. Ada namanya inter disiplin ilmu, jadi misalnya para ahli arkeologi untuk mengerti asal-usul mereka sekarang ini bekerjasama dengan teman-teman dari ahli kedokteran khususnya yang mempelajari biomolekuler yang mempelajari DNA, genetik. Semakin menarik kalau kita mendapat sebuah bukti peninggalan misalnya tulang belulang, itu bisa ditindaklanjuti dengan penelitian oleh para ahli kedokteran untuk meneliti DNA. Penelitian DNA ini akan bisa mendapatkan dari mana nenek moyang kita berasal, kenapa dia meninggal misalnya karena penyakit endemik.

Yang ketiga, kita bisa mengetahui perubahan kebudayaan. Seperti apa perubahan kebudayaan dari masa ke masa, misalnya jaman batu sampai ke zaman masa sekarang. Jadi, ahli arkeolog ini tidak hanya mempelajari masa lalu tetapi kita juga mempelajari bagaimana peran masa lalu itu mempengaruhi kebudayaan kita yang sekarang. Dengan cara ini kita bisa menentukan sikap kita di masa depan. Dari mempelajari masa lalu, kita mempelajari jika ada kesalahan misalnya. Pengetahuan masa lampau dengan masa kini, kita bisa jadikan pengetahuan untuk menata masa depan. Dalam konteks dunia pendidikan, kita selalu menguatkan karakter bangsa ,sebenarnya karakter bangsa itu dibentuk dari masa lalu, saya kira itu adalah hal yang terpenting.

Kalau tentang danau Poso, sejauh ini apa yang menarik dari temuan dan perjalanan Pak Iksam di danau poso yang bisa menggambarkan jejak kebudayaan orang Pamona?

Khusus tentang Arkeologi di sekitar danau poso,itu memang pertama kali dilaporkan oleh para peneliti luar negeri . Profesi mereka etnologis, geologis dan ada juga yang berprofesi sebagai misionaris . Mereka mencatat apa yang mereka lihat saat itu. Dalam jurnalnya, para penulis luar negeri ini sudah menulis keunikan budaya baik yang sudah tidak dilakukan oleh masyarakat Pamona maupun yang masih dilakukan. Mereka catat dengan baik dan rapi. Mereka membandingkan dengan kebudayaan yang sebelumnya mereka lihat di Asia Pasifik, sehingga ada beberapa istilah peninggalan . Misalnya patung-patung megalitik yang di Kabupaten Poso mereka sebut itu patung Polinesia. Istilah ini merujuk pada wilayah di sekitar pasifik misalnya Viji, Paluatu, Palau, Hawaii yang mereka lihat sangat mirip sekali kebudayaan . Sehingga dinamakan kebudayaan Kabupaten Poso ini berciri khas Polinesia

Baca Juga :  Radio Mosintuwu : Radio Darurat Siaga Covid-19

Paluatu, Palau, Hawaii, itu kan jauh sekali jaraknya. Padahal kita ini di danau Poso di tengah- nya sulawesi bagaimana itu bisa terjadi,bagaimana bisa dijelaskan dengan Artefak yang mirip dengan daerah-daerah lain yang mungkin bahasanya berbeda

Salah satu unsur yang tertua dari kebudayaan adalah bahasa . Meskipun manusia bermigrasi ke tempat lain, yang sudah pasti dipertahankan adalah bahasanya. Suku Pamona termasuk dalam kelompok suku yang menggunakan kelompok bahasa Austronesia. Suku bangsa Austronesia ini meliputi seluruh Indonesia, Asia Tenggara, Pasifik sampai ke Madagaskar . Wilayahnya sangat luas. Kalau kita lihat sekarang suku-suku yang menggunakan bahasa Austronesis ini sudah menjadi negara yang besar sekarang misalnya China, Tiongkok dan Taiwan. Yang menarik, ada 12 suku asli di Taiwan. Akar bahasa suku asli di Taiwan ini sama dengan suku Pamona, satu nenek moyang.

Dalam ilmu bahasa, kita punya satu nenek moyang yang sama. Walaupun sekarang itu banyak dialek yang berbeda, karena sudah melalui satu tahapan yang sangat panjang tapi akar bahasa yang sama, sehingga ada dalam satu metode dalam Linguistik itu ada namanya leciscolegistik untuk menguji kosakata sekarang ini sudah banyak hasil penelitian yang sudah menyimpulkan bahwa sebagian besar suku-suku di pasifik itu memang mempunyai akar budaya yang sama dengan suku-suku Indonesia,salah satunya suku Pamona

Satu contoh yang saya alami langsung. Tahun 2012, saya diundang oleh Pemerintah Taiwan untuk sebuah kegiatan penelitian di pedalaman Taiwan. Saat itu saya mengunjungi salah satu suku yang termasuk dalam kelompok bahasa Austronesia , suku Yani. Mereka tinggal di sebuah pulau di antara Pulau Taiwan itu sendiri, Pulau Formosa berbatasan dengan Filipina Utara. Saya mengunjungi tempat itu dan sangat kaget karena di sana ada 2 bahasa yang mereka gunakan. Saya kaget karena ketika mendengar percakapan mereka antar penduduk di sana saya paham. Padahal ini pertama kali ke situ. Saya katakan kepada teman saya seorang ahli Antropolog dari museum prasejarah Taiwan “tolong kasih tau penduduk itu saya paham bahasa mereka” Mereka memanggil ibu dengan kata “Ina” , dunia dengan sebutan “lino” . Bahkan dalam hitungan 1 sampai 10 itu sama. Walaupun tidak merujuk pada penyebutan di Sulawesi tapi ada di Indonesia, misalnya saya contoh-kan mereka tetap sebut 1,2, Tilu ini bahasa Sunda. Kalau kita di Palu, suku Kaili itu angka 4,5,6 disebut pitu,wolu, sasio, sampuyu. Itu semua bahasa yang ada juga di Taiwan. Bahkan penamaan kampung di sana masih menggunakan namanya yang sama dengan kita di sini .

Apa yang menyebabkan penyebaran suku-suku ini terjadi? Bagaimana sejarah penyebaran suku-suku di dunia hubungannya dengan Sulawesi khususnya Kabupaten Poso?

Beberapa penelitian, bukan berdasarkan satu ilmu saja, termasuk arkeologi, sejarah, cerita rakyat yang dibuktikan dengan benda serta faktor bahasa, ada dua buah teori tentang asal usul kita bangsa Indonesia khususnya yang menggunakan kelompok bahasa Austronesia.

Baca Juga :  1 Tahun Pandemi di Poso, Korban Bertambah, Hadapi Infodemik dan Ketidakpedulian

Teori pertama itu Out Of Taiwan. Para ahli mengatakan bahwa asal nenek moyang bangsa Indonesia awalnya dari daerah China selatan, daerah Yunan. Yang menariknya, salah satu suku yang ada di daerah Yunan itu ada suku Kaili, bahkan ada yang namanya Kaili City. Kaili itu dibuka menjadi destinasi unggulan dalam kurang lebih 20 tahun terakhir. Menurut teori Out Of Taiwan memang datang dari Yunan sekitar 5000 tahun lalu , ke daratan Taiwan , setelah dari Taiwan ke Filipina, nah dari Filipina ini mereka bermigrasi ke dua arah yaitu ke wilayah Kalimantan Timur dan Utara serta ke Sulawesi. Dari dua tempat ini baru menyebar ke seluruh Indonesia.

Kalau teori ini benar berarti nenek moyang kita asalnya dari Taiwan itu,ketika menyebar ke seluruh Indonesia sumber penyebaran utama itu adalah dari Sulawesi dan Kalimantan ?

Benar. Walaupun ada juga teori yang kedua yaitu teori Homeland Astronomis. Teori ini justru menempatkan seluruh pulau Sulawesi dan sebagian Jawa Timur, sebagian Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara merupakan asal-usul Austronesia. Dari wilayah -wilayah ini-lah nenek moyang kita menyebar ke wilayah Pasifik. Singkatnya, Sulawesi bisa merupakan salah satu pusat penyebaran manusia ke wilayah lain di dunia khususnya Pasifik.

Bahkan, salah seorang ahli arkeologi nasional Prof. Dr. Truman Simanjuntak, yang juga guru saya, dalam salah satu tulisannya mengatakan dari pertanggalan radiometrik terhadap tinggalan pertanian awal di Indonesia, menunjukkan pulau Sulawesi adalah pulau hunian yang tertua di Indonesia. Pertanggalan radiometrik berarti sudah dalam uji laboratorium. Ini adalah pernyataan yang bisa dipertanggungjawabkan, karena ini dikelola bukan saja beliau profesor ahli arkeologi nasional tapi beliau juga menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Internasional. Pernyataan “Sulawesi sebagai hunian tertua di Indonesia” juga sudah diuji oleh umur-umur temuan semakin mudah ke wilayah Indonesia Timur juga ke wilayah Jawa, Sumatra khususnya di masa Neolitikum. Neolitik itu awal pertanian di Indonesia.

Tahun 2006 kami melakukan kerjasama dengan ahli iklim juga ahli pertanian, ahli sejarah pertanian purba dari Jerman. Dalam penelitian itu, kami menemukan serbuk sari atau Polen yang berumur hampir 8.000 tahun. Serbuk sari yang seperti bahan makanan kalau dulu ada namanya “Padi Purba”. Serbuk sari ini ditemukan di wilayah kabupaten Poso, di Lembah Behoa. Jadi, ada aktivitas pertanian di sana yang berumur 7.900 .

Saya juga bekerjasama dengan teman-teman yang meneliti tentang arsitektur di nusantara. Penelitian tentang arsitektur di nusantara ini terbukti bentuk Arsitektur di pulau Sulawesi itu mempengaruhi betul-betul arsitektur di daerah lain. Lobo dan Tambi itu sendiri sangat mirip dengan bentuk rumah adat yang ada di Sumatera dari bentuknya sampai dengan motif-motif hiasannya dari umur temuan jelas.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda