1 Tahun Pandemi di Poso, Korban Bertambah, Hadapi Infodemik dan Ketidakpedulian

0
875
Proses pemakaman G, pasien berstatus PDP, yang dimakamkan dengan protokol pasien Covid-19 di pemakaman khusus Kelurahan Tegalrejo, Kamis 30 April 2020. Foto : Dok.Istimewa

Saat Grefani, siswa berusia 18 tahun, meninggal dunia dan dimakamkan dengan protokol Covid-19 ( selengkapnya : menerka status covid-19 ), seluruh desa di Kabupaten Poso membicarakannya dengan penuh kekuatiran. Pos-pos jaga cegah Covid19 diaktifkan di semua desa, protokol kesehatan diperketat, sweeping masker digalakkan. 1 tahun , 2 bulan setelah kematian Grefani , disaat jumlah kematian akibat Covid-19 sudah mencapai 66 orang, anehnya posko jaga sudah tidak lagi berjalan, banyak tempat wisata dibuka, protokol kesehatan tidak terlalu dipatuhi, termasuk berkumpul tanpa masker. 

Dua tahun lebih setelah pandemi Corona menginfeksi orang pertama di Indonesia, wabah ini terus membesar, menjadi bencana yang semakin sulit dikendalikan. Dalam 2 pekan terakhir jumlah kasus positif harian di Indonesia telah mencapai lebih dari 34 ribu orang, dengan angka kematian harian ada yang telah menyentuh angka 1.000 kasus per hari. 

Di kabupaten Poso, jumlahnya juga terus bertambah seiring bertambahnya jumlah korban meninggal. Namun kekhawatiran akan bahaya virus ini menunjukkan penurunan. Semakin banyak orang tidak melaksanakan protokol kesehatan di tempat-tempat umum.

Hari Rabu 7 Juli 2021, data dinas kesehatan provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan, jumlah kasus positif covid19 sudah mencapai 14,054 orang, yang sembuh 12,844 orang, meninggal 409 orang. Jumlah ini meningkat dengan cepat dibanding tahun lalu. Pada 1 Juli 2020, jumlah kasus positif di Sulawesi Tengah baru 186 orang. Artinya dalam 12 bulan bertambah sebanyak 13,537 kasus. Yang meninggal dari 175 orang, sampai Senin 5 Juli 2021 sudah mencapai 409 orang, bertambah 234 orang. Penambahannya 2 kali lipat dibanding tahun pertama covid19.

Di kabupaten Poso juga sama. 1 tahun terakhir penambahan kasus covid19 juga terus terjadi secara konsisten. Data dinas kesehatan menunjukkan, pada 1 Juli 2020, di kabupaten Poso baru ada 14 orang yang dinyatakan positif covid19 dan belum ada yang meninggal dunia.

Hanya dalam waktu 12 bulan jumlahnya naik hampir 2 ribu kasus. Data dinas kesehatan kabupaten Poso per hari Senin 5 Juli 2021 menunjukkan jumlah kasus positif sudah mencapai 1,935 orang. Dengan 1,812 orang yang dinyatakan sembuh dan ada 66 orang yang meninggal dunia. Ada 57 orang yang sampai hari ini menjalani perawatan baik di rumah sakit maupun karantina mandiri.

Selain jumlah orang terinfeksi yang terus bertambah, Sulawesi Tengah mencatat ada 11 kabupaten termasuk kabupaten Poso yang menjadi daerah berstatus transmisi lokal. Ini artinya penularan virus sudah terjadi secara lokal. Status ini sudah berlangsung di kabupaten Poso sejak tahun lalu. Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa kasus covid19 sudah menjalar sampai ke desa-desa.

Baca Juga :  Jelajah Budaya, Mendaulat Pinedapa Jadi Desa Keberagaman

Berdasarkan peta sebaran dinas kesehatan kabupaten Poso. Sebaran kasus covid19 sudah mencapai desa-desa yang paling jauh dari ibukota. Misalnya desa di kecamatan Lore Timur. Saat tulisan ini diterbitkan, jumlah kasus yang tercatat di desa-desa di kecamatan Lore Timur sebanyak 11 orang. 

Banyaknya orang di desa terkonfirmasi positif covid19 harus diwaspadai, sebab desa adalah sumber utama produksi pangan yang harus dijaga jangan sampai terganggu akibat covid19.  Hingga Selasa 6 Juli 2021 dari 66 orang yang meninggal dunia, 41 orang berada di wilayah yang sebagian besar penduduknya adalah petani.

Tabel Daftar Orang Meninggal dengan Status Covid19 

Dari data sementara ini, terlihat  jumlah korban covid19 di kabupaten Poso lebih banyak berasal dari desa, sekitar 62 persen dari total kasus kematian. Ini berbeda dengan wilayah lain yang menunjukkan jumlah korban terbanyak ada di wilayah perkotaan. Jika kita ingat kembali, pasien pertama yang divonis tertular covid19 berasal dari desa. Data Satgas covid19 kabupaten Poso per 24 April 2020 menunjukkan, ada 2 kasus positif dimana 1 orang diantaranya berasal dari kecamatan Pamona Selatan.

Meski belum ada laporan yang menunjukkan aktifitas pertanian terganggu dengan banyaknya kasus covid19 di desa-desa di Poso, namun munculnya varian baru Delta yang kini menyerbu harus diwaspadai. Varian ini disebut menular lebih cepat dari jenis sebelumnya. Data kementerian kesehatan Rabu 7 Juli 2021 menunjukkan, dalam sehari ada 34,379 orang di Indonesia tertular dengan angka kematian 1,040 orang.

Meski dinas kesehatan provinsi Sulawesi Tengah menyatakan belum ada bukti kasus Varian ini dari sampel yang mereka temukan. Namun mobilitas masyarakat yang cukup tinggi dimasa pandemi memungkinkan varin itu masuk ke Sulteng. Apalagi, angka tes harian di laboratorium di Sulteng hingga Rabu 7 Juli 2021 baru mencapai 768. Belum mencapai 1,000 per hari. 

Mengikuti kebijakan pemerintah pusat, pemerintah kabupaten mengaktifkan Kembali Posko Covid19 di desa untuk mencegah naiknya kembali jumlah kasus. Lewat surat edaran Penguatan Pelaksanaan PPKM Mikro untuk Pencegahan, Pengendalian dan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 di kabupaten Poso memberlakukan pembatasan mulai dari RT hingga tingkat kabupaten.

Baca Juga :  Jelajah Budaya Temukan Jejak Kemandirian di Pasar Desa Salukaia

Salah satu pembatasan yang diberlakukan adalah melarang kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang dalam jumlah banyak, mulai dari pesta hingga Padungku dan kegiatan keagamaan dilarang. Orang yang masuk ke kabupaten Poso juga diharuskan menunjukkan hasil tes rapid antigen negatif.

Jika melihat isi surat tentu sangat ideal untuk mengatasi penyebaran virus. Namun di lapangan, banyak hal yang membuatnya tidak berjalan baik. Pengalaman ketika pemberlakuan syarat tes Rapid Antigen di perbatasan antar provinsi dan rapid anti bodi untuk masuk kota Palu, banyak orang yang tetap bisa tetap masuk tanpa dokumen itu. 

Di pintu masuk kota Palu dari arah kebun kopi, sejumlah orang bahkan menjual jasa sebagai penunjuk jalan tikus untuk menghindari pos pemeriksaan bagi orang yang hendak masuk kota Palu tanpa membawa hasil rapid tes. 

Belajar dari itu, yang sangat jarang dilakukan tapi paling penting mengedukasi masyarakat terus menerus  melaksanakan protokol kesehatan yang paling sederhana. Mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas adalah protokol standar yang paling penting untuk melawan virus Corona.

Melawan Infodemik

Edukasi semakin penting ditengah masih banyaknya orang yang percaya teori konspirasi yang mengaitkan Corona dengan teknologi  5G hingga kebocoran laboratorium di Wuhan China. Ketidakpercayaan pada Corona ini dikampanyekan dari mulut ke mulut bahkan sambil memperlihatkan beragam video berisi statemen bahwa Corona tidak berbahaya sama sekali.

“Sampai sekarang saya tidak terlalu percaya kalau penyakit ini memang ada. Terlalu banyak pertanyaan yang aneh tentang penyakit ini”tutur seorang kawan. Dia berpendidikan tinggi. Memilih tidak memakai masker. Dia banyak mendapat informasi dari grup-grup WA dan dari diskusi dengan komunitasnya yang sepertinya sepaham dengan dia.

Kawan lain, seorang pewarta berpendapat sama. Awalnya dia meyakini Sars Cov-2 memang ada dan berbahaya. Mungkin karena letih virus ini tidak kunjung hilang, dia mulai menyamakannya dengan flu biasa.

Kawan lainnya sejak awal tidak menjalankan protokol kesehatan untuk menghadapi Covid19. Setiap hari dia berkeliling dengan motornya, singgah di kedai kopi, lalu bertemu dengan orang lain ditempat berbeda-beda. Saat ditanya mengapa dia tidak percaya Covid19? sama jawabannya dengan kawan lainnya. Namun dia menambahkan dengan sedikit ayat-ayat tentang siapa yang berkuasa mencabut nyawa manusia.

Baca Juga :  Gusdurian Peduli Berbagi Bahan Pokok di Masa Sulit

“Kalau sudah ajal. Memang sudah sampai disitu umur kita”jawab kawan saya dengan mantap. Dia lupa kita harus berikhtiar untuk menjaga kesehatan. Menjaga keselamatan orang lain disekitar.

Keyakinan Covid19 tidak ada atau konspirasi perusahaan-perusahaan obat global dan tidak berbahaya memang masih membanjiri media sosial kita. 

Hoaks juga tidak kalah banyaknya. Sampai 8 Juni 2021, Satgas Covid19 menyebut ada lebih dari 8 ribu hoaks bertebaran di media sosial yang harus mereka klarifikasi. Bisa dibayangkan kalau orang yang menerima informasi itu tidak mendapatkan informasi pembanding.

Memberi informasi yang dapat dipercaya menjadi pekerjaan tidak ringan ditengah banyaknya penikmat teori konspirasi yang sedang membidik Covid19. Di satu desa kami bertemu dan berbincang dengan seorang pengajar di satu perguruan tinggi mengenai isu pertanian. Dia memakai masker tapi tidak percaya kalau Covid19 itu nyata. Kami bertanya, kenapa bapak menggunakan masker?

“Kalau pertemuan memang harus pake masker. Tapi saya tidak percaya ini covid. Banyak sudah ahli di dunia yang terbuka bilang kalau ini (Covid19) hanya konspirasi”katanya. Dia lalu memutarkan sebuah unduhan video dari youtube tentang pernyataan seorang politisi Amerika Serikat yang menyebut Covid19 adalah rekayasa. Bapak ini bahkan tidak mau tahu pandangan politik yang melatarbelakangi pandangan tokoh yang ada didalam video itu. Apalagi menelusuri rekam jejaknya.

Tapi situasi saat ini seperti yang disebut Tom Nichol sebagai bias informasi, kecenderungan hanya mencari informasi yang mendukung apa yang kita percayai. Menerima fakta hanya untuk memperkuat penjelasan yang kita sukai. Menolak data yang menentang apa yang kita percayai.

Melawan infodemik dengan memberikan informasi yang resmi dari lembaga-lembaga kredibel seperti WHO dan kementerian kesehatan, epidemolog yang memiliki rekam jejak kuat di dunia akademik dan praktik semakin penting dilakukan. Hal ini dilakukan antara lain di radio Mosintuwu 107,7 FM . Setiap hari informasi tentang ABCD covid19 disiarkan berulang, baik lewat advertorial maupun siaran langsung. Apakah ini akan berhasil mengalahkan hoaks? tentu. Tetapi tidak serta merta. media ini setidaknya memberi kesempatan pendengarnya mendapatkan data dan informasi terverifikasi sebagai pembanding.

Kita perlu semakin banyak orang yang peduli, agar kematian yang semakin banyak tidak sekedar angka, tapi runtuhnya kemanusiaan kita. Karena tidak peduli, karena infodemik.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda