Mempertanyakan Status Covid-19 Poso, Tanpa Tes Masal

0
2023
Tugu Jam Kota Poso
Tugu jam kota Poso. Foto : Mosintuwu/Ray

Jika pemeriksaan secara massal diberlakukan di Kabupaten Poso, belum tentu semua wilayah bebas penularan Covid-19 atau zona hijau, atau hanya zona kuning. Selain karena Kabupaten Poso ditetapkan sebagai transmisi lokal Covid-19, terdapat 3 kecamatan di Kabupaten Poso yang ditetapkan sebagai zona merah yaitu Pamona Selatan, Lore Utara, dan Poso Kota Utara. Kecamatan Pamona Puselemba sempat dinyatakan zona merah dalam surat yang dikirimkan oleh Camat Pamona Puselemba tanggal 14 September 2020 meskipun kemudian dicabut kembali setelahnya. 

Sejak bulan Mei 2020 hingga sekarang secara keseluruhan Kabupaten Poso dinyatakan zona kuning setelah adanya warga dengan kasus positif . Pada saat zona hijau, himbauan yang diedarkan luas kepada masyarakat adalah menggunakan masker dan mencuci tangan. Saat ditetapkan sebagai  zona kuning, berbagai perbatasan di desa-desa dan antar kabupaten dan dengan propinsi Sulawesi Selatan mulai dijaga ketat. Larangan berkumpul disampaikan, namun tidak semua menaati , termasuk oleh pejabat tinggi Kabupaten Poso. .

Anggota DPRD Poso, Hidayat Bungasawa mengatakan, DPRD telah melakukan relokasi APBD 2020 untuk penanganan Covid-19 lebih dari 26 miliar rupiah. Namun dengan anggaran sebesar itu, dirinya juga belum pernah mendengar ada program pemeriksaan massal oleh pemerintah daerah. Yang diketahuinya, hingga pertengahan September 2020, jumlah anggaran penanganan Covid-19 yang sudah dipakai sebesar 13 miliar rupiah.

“Kita mungkin pernah bangga dengan status wilayah kita ini zona hijau atau masih zona kuning. Tapi apakah kondisi sesungguhnya memang seperti itu apabila tes massal dilakukan?”demikian kata Hidayat.

Bukan hanya tidak ada pemeriksaan massal, pos-pos pemeriksaan yang sebelumnya memeriksa orang yang masuk ke wilayah kabupaten Poso, sudah bubar jalan sejak bulan Juli 2020 lalu. Alasannya, kehabisan anggaran. Bahkan, perkumpulan dalam jumlah banyak mulai diselenggarakan termasuk oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Poso. Beberapa sekolah telah menerapkan sistem tatap muka, meskipun dengan jumlah siswa yang terbatas dan secara bergiliran. 

Baca Juga :  Kaleidoskop Korupsi Poso 2021 : Merambah Desa hingga Sekolah

Tidak banyak yang menyadari bahwa Kabupaten Poso yang terletak di tengah pulau Sulawesi merupakan perlintasan antar 4 kabupaten yakni Kabupaten Morowali Utara, Kabupaten Tojo Una-Una, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi . Kabupaten Poso juga berbatasan langsung dengan Propinsi Sulawesi Selatan. Letak secara geografis ini menggambarkan kesibukan dan kepadatan lalu lintas kendaraan dan manusia yang pernah melewati wilayah ini.  Jika tidak ada pemeriksaan massal dan pos-pos pemeriksaan tidak lagi berlangsung, maka apa yang dikuatirkan Hidayat bisa saja terjadi. Sayangnya, tanpa tes massal, hal ini sulit dibuktikan. 

Hidayat mengatakan, setuju jika anggaran yang masih tersisa belasan miliar itu sebagian dipakai untuk melakukan tes massal kepada warga. Dia menyarankan, pemeriksaan dimulai dari para pejabat daerah yang paling sering melakukan perjalanan keluar kabupaten Poso, lalu kepada guru-guru, para camat dan kepala desa/lurah. Jadi pemeriksaan tidak hanya kepada orang yang kebetulan karena sakit lalu memeriksakan diri yang kemudian ketahuan positif. Tapi  membuka lebih luas hingga menjangkau warga di pedesaan.

Jika  Kabupaten Poso  digambarkan dalam peta berwarna, maka saat ini hanya ada 7 dari 19 kecamatan yang warnanya hijau, sedangkan 11 lainnya berwarna kuning. Namun seperti kata Hidayat Bungasawa, warna-warna itu belum tentu menunjukkan situasi sesungguhnya sampai tes massal dilakukan.

Kebutuhan untuk melakukan tes massal menjadi penting dan mendesak untuk dipertimbangkan mengingat konteks sosial budaya di Kabupaten Poso pada bulan-bulan akhir tahun. Sejak bulan Mei hingga bulan November 2020, warga Poso mulai melakukan tradisi padungku , yaitu perayaan panen . Tradisi padungku memiliki kebiasaan yang mengundang orang banyak dari berbagai desa/kelurahan di seluruh wilayah Kabupaten Poso untuk berdatangan di suatu wilayah yang sedang Padungku. Cuci tangan masih dimungkinkan, tapi jaga jarak dan menggunakan masker akan sulit dijamin dalam tradisi ini. Belum lagi, Kabupaten Poso akan menghadapi Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) yang akan digelar 9 Desember 2020.

Baca Juga :  Komang dan Cerita Buku untuk Terbang

Dilaman https://infeksiemerging.kemkes.go.id kementerian kesehatan, ada 4 wilayah di sulawesi tengah yang masuk kategori transmisi lokal, yakni kota Palu, kabupaten Banggai, kabupaten Buol, kabupaten Poso. Transmisi lokal berarti penularan virus Covid-19 sudah terjadi antar masyarakat setempat, bukan lagi ditularkan oleh orang dari luar.  Karena itu, penularan virus sangat mungkin terjadi di antara orang-orang yang berkumpul, saling mengunjungi atau berinteraksi. 

Dikutip dari sejumlah media, juru bicara teknis gugus tugas percepatan penanganan covid-19 sulteng, dr Jumriani Junus mengatakan, penetapan kabupaten Poso dan wilayah lain menjadi wilayah transmisi lokal Covid-19 melalui penelitian yang dilakukan oleh Epidemologi oleh dinas kesehatan kabupaten Poso, kabupaten Buol dan kota Palu.

Swab di Zona Merah dan Transmisi Lokal di Poso 

Penetapan zona sebuah wilayah dan status transmisi adalah sebuah cara memperingatkan warga terkait kondisi pandemi Covid-19. Beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Poso sudah ditetapkan sebagai zona merah. Zona merah adalah penetapan wilayah dengan resiko penularan covid-19 yang tinggi. Itu artinya, wilayah kecamatan dengan label merah berarti memiliki resiko tinggi penularan. 

Juru bicara gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 kabupaten Poso, dr Marwan Neno mengatakan, penetapan zona merah disuatu wilayah ditetapkan oleh satuan tugas kabupaten. Penetapan zona merah atas dasar beberapa indikator. Dikutip dari covid19.go.id, ada tiga indikator yang menentukan zonasi risiko wilayah, yakni indikator epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan indikator pelayanan kesehatan.

Ada beberapa konsekuensi dari penetapan zona merah ini. Penerapan protokol kesehatan harus ketat. Sekolah dan rumah ibadah harus di tutup. Selain itu pergerakan masyarakat juga harus dibatasi untuk tujuan tertentu saja.

Syarat penentuan zona wilayah, dilakukan berdasarkan kajian epidemologis dimana jumlah pemeriksaan sampel atau spesimen yang terus meningkat dalam 2 minggu terakhir. Pemeriksaan sampel ini mungkin masih menjadi pertanyaan. Sebab, sejak ditetapkan menjadi wilayah transmisi lokal, belum ada program pemeriksaan yang massif dilakukan di kabupaten Poso, bahkan di wilayah yang diberi status zona merah. 

Baca Juga :  Teror dan Politik Ingatan

Dalam keterangan sebelumnya kepada mosintuwu.com, juru bicara gugus tugas penanganan Covid19 kabupaten Poso, dokter Marwan Neno mengatakan, di kabupaten Poso baru ada 5 puskesmas yang bisa melaksanakan tes PCR atau Swab. 

Berdasarkan data kemkes.go.id,  tahun 2019, terdapat 24 puskesmas di Kabupaten Poso yang terdiri dari puskesmas rawat inap 11 unit dan puskesmas non rawat inap 13 unit. 6 unit diantaranya ada di wilayah berkategori terpencil. Tercatat ada 20 dokter umum, 11 dokter gigi dan 436 orang perawat yang bekerja di seluruh puskesmas itu.  Dari jumlah itu, baru 5 puskesmas yang bisa melakukan tes Swab.

Marwan mengatakan, kedepan pemerintah Kabupaten Poso akan mengusahakan agar semua puskesmas bisa melakukan tes Swab. Namun hal itu baru bisa dilakukan sepanjang di puskesmas itu memiliki tenaga dokter dan tenaga analis yang sudah dilatih.

Untuk mengetahui apakah ada kasus baru, pihaknya mengacu pada pedoman pencegahan pengendalian Covid-19 terbaru yang dikeluarkan pemerintah pusat. Caranya, dengan melakukan Swab bagi setiap orang yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas. Padahal, jika kita baca dalam berbagai hasil penelitian terbaru, gejala Covid-19 tidak semata-mata terlihat dari sesak napas. Bahkan orang yang kehilangan daya penciuman atau hipoxia ternyata juga menjadi salah satu ciri penularannya.

Dengan dua kategori, status transmisi lokal dan zona merah, seharusnya ada tindakan lebih untuk melindungi masyarakat, selain sosialisasi protokol kesehatan, diperlukan langkah yang lebih, yakni tes massal, tidak membuka sekolah dan rumah ibadah untuk mengurangi resiko. Khusus untuk tes massal, sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya penyebaran penyakit ini ditengah masyarakat. 

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda