Megilu, Ritual APDP untuk Sungai dan Danau Poso

0
2541
Warga yang bergabung di Aliansi Penjaga Danau Poso melakukan ritual megilu hari pertama, 19 November 2019 , merespon pembongkaran jembatan dan pengerukan sungai danau Poso . Foto : Dok. Aliansi Penjaga Danau Poso

Sekumpulan warga yang bergabung dalam Aliansi Penjaga Danau Poso ( APDP ) memulai ritual megilu,  Selasa 19 November 2019. Ritual ini menyertai pembongkaran jembatan tua Pamona, ikon  kota Tentena dan simbol budaya orang Pamona. Jembatan tua Pamona yang dikenal dengan nama lokal Yondo mPamona , diketahui dibongkar oleh warga atas perintah dari Pemerintah Daerah Kabupaten Poso berdasarkan MoU kerjasama dengan PT Poso Energy, perusahaan listrik milik Bukaka Group.

“Megilu , bahasa Pamona yang berarti mengadu , mengeluh. Tapi bukan  hanya mengeluh atau mengadu saja melainkan meminta pembelaan pada sang Pencipta”  jelas Pdt. Wuri, anggota APDP.

Meminta pembelaan pada Sang Pencipta atau megilu dilakukan oleh APDP,  menurut Pdt. Wuri , karena suara mereka tidak lagi didengarkan oleh pemerintah daerah, anggota DPRD Poso termasuk oleh perusahaan. Hajai Ancura, kordinator lapangan Megilu menyebutkan APDP sudah melakukan berbagai pendekatan kebudayaan dan dialog dengan berbagai pihak agar suara mereka didengarkan. 

“Kami sudah lakukan berbagai cara supaya didengarkan , tentu cara yang berbudaya” kata Hajai “ Dengar pendapat dengan DPRD Poso sudah dua kali kami lakukan. Kami juga sudah mengirimkan surat langsung ke berbagai instansi pemerintahan termasuk yang di nasional, kami lakukan somasi, layangkan petisi, bikin aksi budaya. Tapi tidak pernah didengarkan. Kalaupun ada yang fasilitasi mendengar, itu tidak ditindaklanjuti”

Baca Juga :  Cerita 2 Menit 52 Detik untuk Perdamaian Poso

Pilihan melakukan ritual megilu disepakati setelah berbagai diskusi bersama para tokoh adat , tokoh masyarakat dan warga yang bergabung di APDP. Dalam ritual megilu ini, APDP melakukan doa-doa dalam bahasa Pamona , secara bergantian.  

Beberapa anggota APDP mengikuti ritual tersebut dengan air mata. Didengarkan oleh warga sekitar dan para warga yang membongkar jembatan , doa-doa dipanjatkan selama 5 menit . Sebelum doa, Pdt. Wuri menjelaskan maksud dan tujuan megilu ini untuk memohon pada sang Pencipta agar mendengarkan protes mereka terhadap pembongkaran simbol kebudayaan dan pengrusakan lingkungan .

Seorang ibu anggota Aliansi Penjaga Danau Poso berdiri dekat eksavator yang sedang bekerja saat mereka megilu. Berjarak hanya 1 meter dari mesin, ibu ini tidak bergeming dan tetap mengikuti ritual megilu. Foto : Dok. Aliansi Penjaga Danau Poso

Pembongkaran jembatan Pamona membuka jalan untuk rencana pengerukan sungai Danau Poso dan reklamasi Kompodongi oleh PT Poso Energy . Pengerukan dilakukan untuk menambah debit air untuk pembangkit listrik tenaga air PLTA Sulewana milik PT Poso Energy. Namun, oleh pemerintah daerah menyebutkan pengerukan ini untuk kepentingan wisata dengan menyebutkan pengerukan sebagai  bagian dari penataan sungai Danau Poso. 

Namun, Dr. Meria Gundo, ketua Masyarakat Iktiologi Indonesia komisariat wilayah Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara dalam wawancaranya dengan VOA menguatirkan dampak pengerukan dan reklamasi terhadap biota endemik Danau Poso, bisa punah atau migrasi. Sementara pengamat kebencanaan Sulawesi Tengah, Abdullah MT , mengingatkan agar kegiatan pengerukan tidak membuat debit sungai berkurang karena wilayah sungai Danau Poso batuannya berpori-pori yang bisa meloloskan air. 

Baca Juga :  Kopi Kedelai, Ole2 baru dari Tana PosoSoybean Coffee , gift for land of Poso

“Kami mendengarkan apa yang dikatakan oleh para tim ahli, karena itu sebenarnya tujuan kami terus bersuara agar bisa berdialog dan mengingatkan Pemerintah Daerah dan Perusahaan untuk tidak sembarangan” jelas Hajai “ Tapi bahkan untuk mendengarkan kami mereka tidak mau. Itu sebabnya kami memilih langkah ritual megilu”

Warga yang dibayar melakukan pembongkaran jembatan tua atas perintah Bupati Poso, Darmin Sigilipu, berdasarkan MoU dengan PT Poso Energy. Jembatan Pamona adalah salah satu ikon kota Tentena dan simbol budaya Mosintuwu orang Pamona. Foto : Dok. Aliansi Penjaga Danau Poso.

Tidak didengarkannya suara masyarakat juga terlihat saat pembongkaran Yondo mPamona.  Pembongkaran jembatan Pamona, disaksikan dan diawasi langsung oleh Bupati Poso, Darmin Sigilipu; Kapolres Poso AKBP Darno, Dandim Poso dan beberapa pejabat teras Poso. Pengamatan langsung ini dilakukan hanya berjarak sekitar 200 meter dari lokasi anggota APDP melakukan megilu. Hingga akhir ritual megilu hari pertama selesai, para pejabat teras ini tidak menemui anggota APDP yang sebagian besar adalah tokoh adat . 

Kehadiran para pejabat teras Poso dalam pembongkaran simbol budaya Poso ini , oleh anggota APDP dianggap sebagai simbol dukungan resmi atas penghilangan simbol sejarah mosintuwu orang Pamona. Sekaligus menjadi langkah untuk merestui pengrusakan ekosistem lingkungan sungai Danau Poso. 

Baca Juga :  Berulang di Poso, Petani Lagi yang Jadi Korban MIT

“Penghancuran jembatan adalah awal dari kematian hak masyarakat atas kehidupan dan budaya”, kata seorang anggota APDP.

Hari ini para anggota penjaga danau harus menyaksikan budaya dan sejarah mereka dihancurkan demi sebuah perusahaan, karena itu mereka akan meneruskan megilu. Ritual megilu akan dilakukan sejak tanggal 19 hingga 25 November 2019 masing-masing selama satu jam lamanya di tepi Danau Poso. Ritual megilu ini diikuti oleh beberapa tokoh adat, tokoh masyarakat, warga nelayan dan petani serta ibu rumah tangga. Beberapa warga di sekitar yang warungnya sempat digusur ikut bergabung dalam ritual ini.

“Kami berserah pada sang Pencipta alam semesta ini , agar mendengar dan melihat permohonan kami” tegas Pdt. Wuri.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda