Jejaring Interfaith Nasional untuk Keadilan dan Perdamaian

0
1717

“orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin” (Soekarno, 23 Oktober 1946)

Kutipan tersebut di atas mewarnai hari-hari diskusi penuh dinamika 35 peserta pertemuan jejaring interfaith se-Indonesia yang dilaksanakan di Cottage Siuri, Tentena. Sejarah panjang terbentuknya negara ini menggambarkan perjuangan keadilan bagi masyarakat akar rumput membutuhkan kerjasama antar berbagai kelompok gerakan, dan dari berbagai latarbelakang baik suku, agama, golongan. Hal ini terutama menanggapi berbagai upaya pecah belah masyarakat dengan menggunakan isu-isu SARA yang berkembang tidak terkendali, bahkan kerap kebal hukum di negara Indonesia yang memiliki sila pertama: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Tidak dipungkiri keadaan ini menodai rasa keadilan dan perdamaian dalam masyarakat bahkan mencederai sejarah berdirinya Negara Indonesia yang punya slogan “Bhineka Tunggal Ika” Berbeda-beda tetapi satu, satu Indonesia. Kesadaran ini mendorong beberapa organisasi bekerjasama menyelenggarakan jejaring interfaith nasional. Institut DIAN/Interfidei Jogjakarta menginisiasi kegiatan ini secara bertahap dan pada tahap ke dua bekerjasama dengan Institut MOSINTUWU, Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Poso, Himpunan Pemuda Alkhairat Poso dan Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah.

Baca Juga :  Di Sekolah Perempuan:Perempuan Bicara,Dunia Dengarkan

Jejaring interfaith nasional ini diikuti oleh peserta dari berbagai daerah di Indonesia (Papua, Flores, Maluku, berbagai daerah di Jawa, Makasar, Poso, Kalimantan, Sumatera). Dilaksanakan dalam bentuk penguatan kapasitas aktivis dari berbagai organisasi dalam lokakarya sejak tanggal 17 – 20 Maret di Cottage Siuri, Tentena. Dalam lokakarya ini peserta menggali pengalaman lokal tentang isu-isu keadilan dan perdamaian, diperkaya dengan teori, wacana, perspektif,tentang gerakan untuk keadilan dan perdamaian, termasuk menempatkan analisis sosial sebagai “alat” atau “media” serta memberdayakan peserta untuk mampu berjejaring dengan gerakan civil society lainnya yang bermanfaat dan bermakna bagi masyarakat. Kehadiran peserta dari berbagai daerah di Indonesia tidak hanya memperkaya pengalaman lokal akan ketertindasan masyarakat marjinal akan hak hidup tapi juga mempertajam semangat dan kebutuhan untuk bekerja bersama-sama melintasi perbedaan demi kemanusiaan itu sendiri.

Lokakarya ini dilanjutkan dengan seminar bersama dengan masyarakat Poso dan unsur Pemerintah Daerah Kabupaten Poso pada tanggal 21 Maret 2011. Para peserta sempat juga melakukan kunjungan ke Sekolah Tinggi Teologia Tentena dan Pesantren Gontor, Tokorondo. Dalam kunjungan yang penuh kehangatan tersebut, pembicaraan gerakan sosial interfaith menjadi isu utama, namun juga dikembangkan dialog mengenai metode-metode gerakan interfaith dalam kampus, pesantren atau di organisasi masing-masing sebagai basis gerakan untuk keadilan dalam masyarakat dan perdamaian.

Baca Juga :  Kongres Perempuan Poso : Perempuan Poso Maju, Bersuara, Bergerak untuk Perdamaian dan Keadilan

Gerakan interfaith untuk keadilan dan perdamaian ini bermimpi mewujudkan masyarakat Indonesia yang menghargai keberagaman dan diatasnya berjuang bagi hak-hak ekonomi, sosial, budaya dan hak-hak sipil politiknya. Demikianlah dasar

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda