Tangan-tangan mengancung ke atas disertai teriakan “ saya…saya kak”. Beberapa anak tidak sabar dan mendekat mengelilingi Lian Gogali, pendiri Project Sophia yang sedang membacakan nama-nama. Antusiasme ini ditunjukkan bersamaan dengan diluncurkannya program baru Project Sophia bernama Sahabat Pena. Sahabat Pena, sebuah kegiatan berkirim surat antar teman yang berjarak jauh diluncurkan dalam Festival Dongeng Anak Poso hari kedua, 25 November 2016. 100 Anak-anak dari Papua, Jogja, Jember, dan Ambon bergabung dengan 100 anak-anak dari Poso untuk saling berkirim surat
“Inisiatif ini bertujuan untuk membangun komunikasi antar anak di seluruh Indonesia agar mereka bisa saling mengenal , menjalin pertemanan lintas daerah, lintas agama, lintas suku “ jelas Lian. Menulis surat, kata Lian, menjadi metode yang dipilih karena mampu menjembatani komunikasi yang lebih intens dan pribadi sekaligus membiasakan anak menulis.
“Melalui gerakan sahabat pena antar daerah, anak-anak bisa saling bercerita tentang dirinya sendiri, kehidupan di desanya, kegiatan di sekolah dan di rumah dan hal lainnya kepada teman baru mereka. Dengan demikian anak-anak antar daerah, antar pulau bukan hanya punya sahabat baru tapi juga mengenal keberagaman yang ada di Indonesia dari cerita yang mereka baca” tambah Lian.
Pertama kali menginisiasi gerakan Sahabat Pena ini, Lian menghubungi komunitas anak di berbagai tempat di Indonesia yang langsung disambut positif bahkan di luar dugaan anak-anak yang ingin mengikuti Sahabat Pena sangat banyak.
Rosa Dahlia, seorang relawan yang mengabdikan dirinya bagi anak-anak di Papua, penuh antusias mengirimkan 5 anak Papua lengkap dengan foto. “Mereka akan berbagi cerita tentang diri mereka sendiri, perahu, pangkur sagu, mencari makan di hutan, berburu kuskus dan cerita seru mereka lainnya tentang Asmat dan kesehariannya. Begitupun sebaliknya. Mereka akan mendengar cerita dari teman-teman barunya tentang hobi, kegiatan dan daerah teman-temannya di seberang. Daerah-daerah yang belum pernah mereka tau sebelumnya. ” tulis Rosa.
Komunitas Tanoker di Ledokombo, sebuah komunitas belajar dan bermain anak di Jember dengan menggunakan engran sebagai salah satu metodenya, mengirimkan 32 nama anak. “ Itupun masih tahap awal ini kak, masih banyak yang mau daftar dan bergabung di gerakan ini” kata Sisil, pendamping anak.
Rumah belajar Titian Harapan di Ambon yang diorganisir oleh aktivis perdamaian Ambon, Kiky Samal dan Warni, mengirimkan 13 nama anak. “ Yang berminat sangat banyak, tapi kami kirimkan dulu ini. Itupun kami hanya umumkan sekilas. Saya yakin adik-adik di berbagai pulau sangat ingin punya sahabat pena dari Poso dan semua daerah” ujar Kiky. Demikian pula komunitas anak Kagem di Jogja . Kakak-kakak punggawa dari kota gudeg ini mengirimkan 32 nama anak yang antusias menjadi bagian dari sahabat pena. “ Bukan cuma adik-adik yang antusias, kakak-kakak pembina juga sangat bahagia dengan ide ini. Kami pastikan akan mengirim lebih banyak nama lain” kata Sisil, kakak pendamping Tanoker Ledokombo.
Antusiasme yang sama ditunjukkan ratusan anak-anak di Poso yang menghadiri launching Sahabat Pena bersamaan dengan kegiatan Festival Dongeng Anak. Mereka berebutan memilih teman-teman dari berbagai daerah tersebut untuk dituliskan suratnya. Ava, 9 tahun sempat menangis karena tidak mendapatkan sahabat pena, padahal dia dan teman-teman kelasnya yang lain ingin sekali punya sahabat pena.
Sahabat Pena pernah menjadi aktivitas favorit bagi semua orang di tahun 70-an hingga 90-an. Kehadiran teknologi dan media sosial menghilangkan peran sahabat pena. Inisiatif Sahabat Pena ini diharapkan bisa menjadi ruang literasi anak lintas daerah, lintas pulau, sembari mereka menjalin pertemanan, menumbuhkan penghargaan pada keberagaam dan keunikan. Dan ini dimulai dari Poso, pungkas Lian