Aksi Damai Perempuan Poso untuk Perdamaian dan Keadilan

0
2496

Hingga saat ini perdamaian telah dirajut sendiri oleh masyarakat akar rumput di Kabupaten Poso. Perdamaian ini telah merekatkan kembali persaudaraan masyarakat dari berbagai agama dan suku untuk membangun kembali Poso yang damai dan indah. Hal ini telah dibuktikan dengan telah berbaurnya masyarakat, adanya kerjasama antara masyarakat yang berbeda agama, termasuk upaya-upaya untuk menggalang kerjasama ekonomi dan politik di Kabupaten Poso. Namun, berbagai peristiwa kekerasan di Kabupaten Poso sebulan terakhir ini telah mengganggu ketentraman dan perdamaian di Kabupaten Poso, mengganggu kehidupan ekonomi, sosial di Kabupaten Poso, bahkan menimbulkan ketakutan di dalam masyarakat.

Ketakutan yang muncul bukan hanya karena peristiwa bom, penembakan, pembunuhan dan berbagai bentuk teror, tetapi juga metode penyelesaian kasus-kasus kekerasan melalui pengerahan kekuatan militer.

Menyikapi berbagai peristiwa kekerasan tersebut, ibu-ibu anggota Sekolah Perempuan Mosintuwu yang menamakan dirinya komunitas Perempuan Poso untuk Perdamaian dan Keadilan, melakukan aksi damai bersama pada hari Sabtu, 3 November 2012. Aksi damai ini diikuti oleh sekitar 50 ibu-ibu dari berbagai agama (Islam, Kristen, Hindu) dan berbagai suku yang berasal dari Kecamatan Poso Pesisir, Poso Pesisir Utara, Poso Kota, Lage dan dari wilayah Tentena. Saat melakukan Aksi Damai, sekitar 200 meter dari lokasi aksi terjadi penembakan terduga teroris yang diikuti oleh aksi protes masyarakat atas tindakan aparat keamanan dengan membakar berbagai benda dan memblokir jalan. Namun aksi damai yang dimulai sejak pukul 10.00 pagi ini tetap dilanjutkan hingga jam 11 siang.

Baca Juga :  Gusdurian Award untuk Mosintuwu dan Rekomendasi Gusdurian untuk Indonesia

Di tengah panas terik, dan suasana Kota Poso yang memanas pasca penembakan aparat keamanan, secara bergantian, ibu-ibu yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga ini melakukan orasi yang menekankan pentingnya terus bahu membahu membangun perdamaian, serta menolak segala bentuk kekerasan di Poso.

Tidak nampak rasa takut dalam aksi damai, sebaliknya ibu Marlin, warga Sekolah Perempuan angkatan kedua dari Lage menyatakan reaksinya ketika ditanyakan apakah takut untuk aksi dalam kondisi Poso yang memanas “misi kami adalah misi perdamaian, dan kami tidak takut menyampaikan misi kami”.

Yel-yel Perempuan Poso maju bersama membangun perdamaian, dan yel-yel menolak bentuk kekerasan disuarakan berulang-ulang oleh peserta aksi sambil membagikan selebaran kepada pengguna jalan yang lewat. Puluhan masyarakat kemudian berkumpul di pinggir-pinggir jalan sekedar menonton dan mendengarkan orasi, mengambil gambar bahkan beberapa bertepuk tangan memberi semangat pada para ibu ini. Beberapa pengendara motor dan mobil sengaja berhenti sejenak mendengarkan orasi. Oma Erni, 50 tahun, peserta aksi damai tertua memberikan semangat pada peserta aksi dengan berseru Poso Damai, dan disambut balasan peserta aksi “Sintuwu Maroso”.

Baca Juga :  Poso, Ambon, Atambua Bicara Perempuan dalam Konflik dan Perdamaian

Pada akhir aksi damai, dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh kordinator lapangan, Lina Laando, komunitas Perempuan Poso untuk perdamaian dan keadilan menyatakan bahwa:

1. Peristiwa kekerasan di Poso bukanlah kekerasan antar agama. Oleh karena itu, menyerukan kepada warga Poso khususnya dan Sulawesi Tengah pada umumnya, untuk tidak terprovokasi dengan setiap tindak kekerasan, yang bermaksud mengadu-domba antar masyarakat, dengan maksud untuk melanggengkan kekerasan seolah-olah dengan dalih agama dan suku.
2. Kekerasan Poso adalah wujud dari kegagalan negara/pemerintah. Oleh karena itu, negara/pemerintah harus bertanggung jawab terhadap kekerasan yang terjadi. Tanggung jawab itu harus dipikul oleh pejabat aparat negara/pemerintah, baik sipil maupun aparat keamanan, sesuai lingkup kewenangannya ketika terjadi kekerasan dengan tidak menimbulkan bentuk kekerasan yang merugikan masyarakat Poso.
3. Menolak segala bentuk penyelesaian kekerasan dengan cara kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Penyelesaian kekerasan yang tidak kooperatif selama ini telah menimbulkan ketakutan, kepanikan bahkan telah menjadi bagian dari teror kepada masyarakat. Oleh karena itu mendesak aparat keamanan untuk melakukan pendekatan yang kooperatif dalam penyelesaian peristiwa kekerasan di Kabupaten Poso.

Baca Juga :  Petisi di Hari Perempuan Internasional : Hentikan Stigma pada Perempuan

Lina Laando, koordinator aksi yang juga adalah anggota sekolah perempuan yang sekarang menjadi fasilitator, menegaskan bahwa aksi damai ini sekaligus juga ingin menunjukkan, bahwa:

1. Masyarakat Poso pada umumnya dan Perempuan Muslim, Kristen dan Hindu pada khususnya di Kabupaten Poso akan tetap bersama-sama bersatu memperjuangkan dan mempertahankan perdamaian di Poso.
2. Masyarakat Poso pada umumnya, dan Perempuan pada khususnya melawan segala bentuk tindakan kekerasan dan metode penyelesaian kekerasan yang menimbulkan ketakutan, trauma dan kepanikan warga.

Damai untuk Poso ditunjukkan oleh ibu-ibu Sekolah Perempuan yang bergandengan tangan menyuarakan perdamaian bagi Poso. Keberanian ibu-ibu Sekolah Perempuan ini menjadi simbol keteguhan perempuan berjuang untuk kedamaian di tanahnya.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda