Dua Konsep ” Beradu atau Berpadu ” Bertemu di Danau Poso

0
78
Polapa Baula, ladang penggembalaan di Desa Tokilo berkurang ratusan hektar akibat bendungan PLTA Poso Energy menaikkan dan menahan level air pada ketinggian tertentu. Peternak yang biasanya memiliki puluhan kerbau, sekarang dipaksa hanya memiliki terbatas agar bisa berbagi lahan penggembalaan dengan yang lain. Foto : Dok.PenjagaDanauPoso/Ray

Garret Hardin yang menyodorkan konsep “tragedy of the common“. Dan, Elinor Ostrom yg mengajukan konsep “Collaboration“. Semuanya tentang Kepemilikan Sumber Daya Alam.

Rabu 01 Oktober 2025, saya diminta kementrian Lingkungan Hidup untuk bicara di Rapat Kerja Nasional tentang Danau di Indonesia.  Memang,  sekitar sepuluh tahun terakhir ini saya kawan-kawan akademik Indonesia banyak terlibat dalam kegiatan per- danau -an. Baik dari aspek lingkungan hidup maupun dari segi pemberdayaan masyarakatnya. Kawan kawan itu umumnya berasal dari Universitas yang wilayahnya terdapat danau.

Kami bahkan membentuk satu Forum Danau Indonesia (Formadan), di mana saya ditunjuk sebagai bendahara. Satu jabatan yang sampai saat ini, saya tidak mengerti, mengapa mereka menunjuk saya. Karena ini, setidaknya saya berkesempatan mengunjungi banyak danau di Indonesia. Mulai dari Toba di Sumatera Utara, Batur dan lainnya di Bali. Rawa Pening di Jawa Tengah, Tempe di Sulawesi Selatan, Poso dan Lindu di Sulawesi Tengah.

Di Rakernas ini saya diminta bicara tentang evaluasi yang lebih cenderung pada refleksi tentang kondisi ( back casting dan fore casting) 15 danau prioritas. Saya memilih Danau Poso, tempat saya selama ini berinteraksi. Untuk ini, saya memilih topik yang sedikit unik. Danau Poso ; Une Cas d’Interface L’homme et Nature”. (Sebuah kasus hubungan manusia dan alam).

Baca Juga :  Paska 29 September 2019 : Merancang Bangun Rekonstruksi Berbasis Komunitas

***

Di Danau Poso, Dua Konsep Bertemu”. Yaitu, konsep tentang “privatisasi dan kolaborasi”. Dua aktor ilmuan  yang menggagas ya. Hardin dan Ostrom. Apakah mereka tetap beradu atau berpadu,  setidaknya di Danau Poso.

Tentang penguasaan sumber daya alam, Hardin menyebutkan “bila semua orang merasa memiliki maka sesungguhnya tidak ada yang orang memiliki” Ini kata Hardin, menjadi penyebab hancurnya sumber daya alam karena tidak ada yang bertanggung jawab atasnya. Semua orang bebas saja mengambil tanpa perduli aspek kelestariannya. Tidak perduli dengan lampauan terhadap ambang batas atau daya dukung atau titik layu parmanen atau hasil maksimum keberlanjutan.

Sebab itu menurutnya harus ada yang diberikan hak untuk menguasai, agar mereka bertanggung jawab terhadap syarat-syarat pengelolaan tersebut. Inilah yang disebut privatisasi sumber daya alam. Dalam faktanya, penguasaan privatisasi ini pun tidak semuanya baik. Penguasaan dengan skala raksasa justru menjadi sebab dari kerusakan lingkungan dan bencana. Pihak korporasi acap kali lalai dalam menunaikan tanggung jawabnya. Perintah hukum yang tertera dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ( RKL ) yang merupakan bagian penting dari Analisis Dampak Lingkungan ( AMDAL ) tidak diterapkan. Bisa diperiksa di dokumen RPLnya. Sayangnya yang ini jarang diperiksa dengan serius, seserius mengurus AMDAL-nya. Instrumen lain bernama  tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR pun butuh kesungguhan.

Baca Juga :  Ekspedisi Poso : Menemukan Zona Sesar Poso Barat

Untuk itu, Ostrom menyela pandangan ini dengan konsepsi hak publik (common property). Kata Ostrom, sumber daya alam bisa dikelola secara kolektif dengan dukungan aturan dan manajemen yang baik.

Di Danau Poso ini ada contoh inisiatif lokal yang menarik. Sejumlah masyarakat menamakan dirinya “Aliansi Penjaga Danau Poso” / APDP. Aliansi yang terdiri  para tokoh adat, nelayan, petani bersama NGO lokal Institut Mosintuwu, mereka bersinergi. Menggunakan slogan Pakaroso yang dalam bahasa lokal Pamona artinya saling menguatkan, sejak tahun 2018 bersama dengan akademisi lintas ilmu antara lain geologi, antropologi, arkeolog dan biologi melakukan perjalanan Ekspedisi Poso yang menghasilkan inisiatif usulan Geopark Danau Poso. Syukurlah, akhirnya pada tanggal 1 Agustus 2025, Menteri ESDM menetapkan Kabupaten Poso sebagai Warisan Geologi, langkah awal menuju terwujudnya usulan Geopark Poso.

Di Danau Poso, dua sisi ekstrimitas berbentur sangat serius. Di satu sisi  ada hak individu yang diakui. Terdapat juga hak publik dalam mengelola sumber daya danau secara kolektif dan turun temurun. Hadirnya korporasi dengan hak kelola konsesi kerap kali bergesekan dengan hak masyarakat. Titik tengah yang harus ditemukan. Titik tengah itu, kata Scott Cambel dari Michigan University adalah titik yang menyeimbangkan. Yaitu, menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan lingkungan hidup.

Baca Juga :  Hari Tani : Petani Pinggiran Danau Poso Tuntut Keadilan atas Sawah Terendam

Titik keseimbangan itu tidak akan terjadi dengan sendirinya. Dia harus diupayakan oleh para aktor. Mereka masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah. Kalau ditanya, siapa yang harus memulainya. Jawaban paling mutlak adalah pemerintah. Karena pemerintah diberi mandat oleh negara untuk mengurusnya. Dan, bila disimak pidato Menteri Lingkungan hidup pada acara rakornas, upaya sungguh-sungguh ini, optimis bisa berwujud. Memadukan konsep besarnya Handin-Ostrom. Menengahi tarikan privatisasi sumber daya alam dan tuduhan kepada tragedi ” common property “-nya Garet Hardin  dengan Collaboration -nya Elinor Ostrom.

 Lembah Palu , 30 September 2025.

Bagikan
Artikel SebelumnyaPoso Resmi Menjadi Kawasan Warisan Geologi, Selangkah Menuju Geopark
Nur Sangadji , Associate Profesor bidang Ekologi Manusia, akademisi dan pegiat lingkungan. Aktif sebagai salah satu tim ahli Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS ) dan Forum Danau Indonesia, dan Dosen di Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah. Lahir di Ambon, saat ini tinggal di Palu, Sulawesi Tengah. Menempuh pendidikan S1 bidang budidaya pertanian di Univ.Tadulako, pendidikan S2 di Université Jean Moulin, Lyon, Prancis, bidang Ekologi Manusia, dan pendidikan S3 di IPB Bogor bidang Ekologi Manusia Penyuluhan Pembangunan.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda