Kaleidoskop Sosial Lingkungan Poso 2021 : Sawah Masih Terendam dan Rencana Sempadan Danau Poso

0
1084
Wilayah kompodongi dari udara , direklamasi Poso Energy bersamaan dengan pengerukan sungai Poso. Foto : Dok. Umum

Sepanjang tahun 2021, masalah lingkungan dan budaya masih merupakan persoalan yang terus dihadapi Masyarakat di Kabupaten Poso. Persoalan lingkungan dan budaya ini khususnya berkaitan dengan operasional bendungan PLTA Poso I . Mulai dari perusakan situs Toyali, rencana penetapan sempadan Danau Poso, masalah ganti untung sawah dan kebun petani oleh Poso Energy yang tidak kunjung selesai hingga pemberian denda adat masyarakat adat Danau Poso kepada Poso Energy. Di wilayah lainnya, khususnya Lore Barat, ada rencana pembangunan PLTA. Redaksi mosintuwu.com mencatat peristiwa-peristiwa penting gerakan sosial dan lingkungan sepanjang 2021.

Januari

27 Januari 2021 : Aliansi Masyarakat Adat Nusantara menerima laporan kerusahan di situs Toyali, kelurahan Tendeadongi kecamatan Pamona Utara. Kerusakan situs diduga akibat pembuatan jalan perusahaan. Situs ini sudah masuk daftar registrasi cagar budaya nasional dan terverifikasi dengan No ID Objek PO2017033001081 Tahun 2017. Kerusakan Ceruk Toyali juga menimbulkan kesedihan dan kekecewaan warga yang selama ini berupaya menjaga kelestarian situs itu. Ceruk Toyali sebelumnya berada di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Namun, situs itu menjadi terbuka karena pengerukan yang menggunakan alat berat.

19 Februari 2021 : Aliansi Penjaga Danau Poso melakukan aksi megilu merespon rencana pengerukan di wilayah Gua Pamona oleh Poso Energy untuk kepentingan bendungan PLTA. Papan di Gua Pamona bertuliskan Cagar Budaya Gua Pamona. Sesuai dengan Undang-Undang tentang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, meskipun dalam tahap kajian dan penilaian Tim Ahli, Gua Pamona dilindungi oleh Hukum dan diperlakukan sama sebagai Cagar Budaya. Rencana pengerukan di wilayah Gua Pamona selain akan merusak wilayah penyanggah cagar budaya juga berbahaya dan berpotensi menimbulkan bencana karena batu yang akan dibongkar Poso Energy merupakan bagian dari atap gua Pamona.

April

Warga Desa Sulewana, kecamatan Pamona Utara menggugat balik Poso Energy karena mengklaim wilayah karamba yang telah dikelola sejak lama sebagai milik perusahaan. Sebelumnya, Poso Energy menggugat 24 orang warga desa Sulewana, kecamatan Pamona Utara karena dianggap membangun karamba di atas tanah milik perusahaan. Dalam gugatannya, perusahaan milik keluarga Jusuf Kalla itu menyebutkan, mereka memiliki tanah seluas 4,437 meter persegi , berdasarkan sertifikat hak guna bangunan nomor 00152 di desa Sulewana. Tanah itu direncanakang akan digunakan untuk membangun Cofferdam, salah satu infrastruktur penunjang PLTA mereka.  Di dalam lokasi tanah yang diklaim perusahaan, berdiri karamba milik 24 keluarga yang mereka gugat.

Sungai Poso adalah salah satu wilayah kelola masyarakat desa Sulewana yang menjadi tempat mandi dan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari serta menjadi mata pencarian lewat karamba, jauh sebelum Poso Energy ini masuk. Setelah mediasi dengan perusahaan gagal, warga berunding dan memutuskan untuk mengajukan gugatan balik atau Rekonvensi. Ini adalah bentuk gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan diantara mereka. Dalam gugat rekonvensi berarti kedudukan para pihak semula menjadi berbalik. Ini adalah bentuk perlawanan warga lewat jalur hukum.

Baca Juga :  Peresmian PLTA Poso, Duka Bagi Petani, Peternak, Nelayan, Penambang Pasir hingga Budaya Danau Poso

17 April 2021 : pukul 16:45 wita. peristiwa angin puting beliung terjadi di desa Meko kecamatan Pamona Barat . Satu orang warga meninggal dunia, 1 rumah warga rusak berat, 1 gereja rusak berat, puskesmas Meko juga rusak berat. Ini merupakan peristiwa puting beliung ketiga kalinya sejak tahun 1994 lalu di desa itu. Dalam catatan Kepala desa Meko, Gede Sukaartana, Lompiu juga terjadi pada tahun 1994 dan tahun 2000. Lompiu tahun 1994 merusak sedikitnya 27 rumah warga. Meski digambarkannya terjangan puting beliung saat itu lebih kuat namun tidak ada korban jiwa. Lompiu tahun 2000 menyebabkan 4 rumah warga yang rusak berat.

Juni

25 Juni 2021 : Tim Ekspedisi Poso menyerahkan dokumen warisan geologi Danau Poso kepada Pemerintah Kabupaten Poso melalui Wakil Bupati , Yasin Mangun. Ketua Ekspedisi Poso, Lian Gogali saat menyerahkan dokumen menyebutkan bahwa dokumen ini adalah sebuah dokumen hidup. Sebagai dokumen hidup, maka diharapkan diaktifkan dalam serangkaian kebijakan Pemerintah Daerah, dan membudaya dalam masyarakat.Wakil Bupati Poso, Yasin Mangun, yang mewakili Pemerintah Daerah menerima dokumen dan mengungkapkan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung ditetapkannya danau Poso sebagai Geopark. Penyerahan dokuemnwarisan geologi Danau Poso ini merupakan bagian dari langkah menuju penetapan Geopark Danau Poso. Ekspedisi Poso merupakan gabungan nelayan, petani, tokoh adat, akademisi, aktivis, pegiat literasi, jurnalis dan film maker melakukan perjalanan keliling danau Poso untuk mencatat kekayaan alam hingga potensi bencana diwilayah ini. Hasil perjalanan itu kemudian didiskusikan hingga menghasilkan rekomendasi geopark danau Poso. Dalam tahapan menuju geopark danau Poso inilah disusun menjadi sebuah dokumen awal, dokumen warisan geologi. Sebelum diserahkan, beberapa kali dilakukan diskusi dengan pemerintah daerah dan DPRD, baik lewat zoom maupun pertemuan langsung.

Agustus

Petani di 3 desa yaitu Meko, Tonusu dan Buyumpondoli mendaftarkan gugatan class action terhadap PT Poso Energi ke pengadilan negeri Poso. Gugatan class action ini diajukan 133 orang petani dari 3 desa. Berlin Modjanggo salah seorang petani mengatakan, bersama para petani mereka akan terus mengikuti proses persidangan untuk mencari keadilan atas haknya sebagai warga negara yang berhak mengolah tanahnya untuk kehidupan keluarganya tanpa ada gangguan. Sejak uji coba buka tutup pintu air bendungan PLTA Poso I milik PT Poso Energy April 2020, ratusan hektar sawah dipinggir danau Poso tidak dapat diolah. Air danau Poso tidak kunjung surut seperti biasanya dalam kalender tanam para petani di sekeliling danau Poso.

Baca Juga :  Mengapa Nelayan Toponyilo Danau Poso adalah Profesi Orang Merdeka

September

24 September 2021 : Puluhan petani desa Meko kecamatan Pamona Barat menggelar aksi protes di tengah sawah mereka di pinggir danau Poso. Protes dilakukan setelah lebih dari 15 bulan sawah-sawah mereka tidak bisa ditanami akibat terus direndam air danau Poso. Penyebabnya bukan karena curah hujan yang tinggi, namun permukaan air danau Poso dinaikkan untuk kepentingan suplai air ke PLTA saat ujicoba yang dimulai pada bulan April hingga Desember 2020 lalu. Sejak bulan Juli 2020 hingga saat ini lebih dari 100 hektar lahan sawah milik sekitar 148 keluarga di desa Meko tidak bisa lagi ditanami karena terendam air danau Poso yang tidak kunjung surut. Para petani menduga penyebab tidak surutnya air danau Poso adalah bendungan PLTA Poso I milik PT Poso Energi yang dibangun di desa Saojo kecamatan Pamona Utara, sekitar 25 kilometer dari desa Meko.

Oktober

22 Oktober 2021 : Sebuah perusahaan bernama PT Rivera Atlasindo Energi atau RAE akan melakukan kajian lokasi untuk persiapan membangun PLTA di desa Tuare yang memanfaatkan aliran sungai Lariang. Rencananya, perusahaan ini akan membangun 2 PLTA. Yang pertama PLTA SR-1 Bada dengan kapasitas 420 Megawatt. Sedangkan yang kedua adalah PLTA SR-2 Tuare dengan kapasitas 720 Megawatt. Dalam pertemuan dengan Bupati Poso pada hari Jumat 22 Oktober 2021 sejumlah perwakilan masyarakat desa Tuare kecamatan Lore Barat menyampaikan 6 syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan jika hendak membangun PLTA di desa mereka. Syarat pertama, perusahaan harus melakukan pembangunan infrastruktur seperti jalan, sekolah, rumah sakit, bangunan adat, tower telekomunikasi di wilayah mereka. Kedua, pembangunan PLTA itu harus mengutamakan merekrut tenaga kerja dari warga sekitar. Mulai dari tenaga tukang, guru hingga sopir. Syarat ketiga yang diajukan warga cukup menarik yakni mereka menegaskan tidak akan menjual lahannya yang akan dipakai pihak perusahaan untuk bangun PLTA, tetapi hanya menyewakannya sehingga status lahan tetap milik masyarakat. Syarat berikutnya adalah, masyarakat Tuare dan sekitarnya meminta agar dibiayai untuk melakukan studi banding kelokasi PLTA lain yang sudah ada. Selanjutnya, perwakilan warga meminta agar ada peningkatan kapasitas untuk masyarakat sekitar terutama dalam pengembangan ekonomi mulai dari peternakan, pertanian dan kerajinan.

25 Oktober 2021: lewat teknologi Zoom, Balai Wilayah Sungai Sulawesi III, lembaga yang ada dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaksanakan diskusi terfokus tentang penetapan batas badan dan sempadan danau Poso. Diskusi ini dihadiri hampir semua kepala desa dan camat di sekeliling danau Poso, serta anggota tim kajian sempadan danau Poso hadir. Pokok diskusinya, meminta persetujuan ukuran tertinggi air danau Poso di titik 513,15 mdpl yang akan dijadikan titik penetapan ukuran sempadan yang akan ditarik sepanjang 50 meter kearah daratan. Usulan ini ditolak oleh mayoritas peserta diskusi karena akan menyebabkan dampak negatif yang besar kepada masyarakat di desa-desa yang ada di pinggir danau Poso. Salah satu dampak jika ukuran itu diterima adalah akan ada 982 rumah , 15 rumah ibadah , 16 sekolah, dan 334 hektar lahan pertanian di 18 desa di pinggir danau Poso akan berstatus quo. Wilayah yang masuk dalam status quo adalah wilayah yang tidak bisa diganggu dan secara perlahan akan ditertibkan. Sebagian besar pemilik lahan dan rumah yang akan berada dalam status quo ini bukanlah orang kaya yang bisa membangun kembali rumah atau membuka lahan di luar sempadan. Yang terdampak adalah warga yang sejak ratusan tahun hidup dipinggir danau Poso jauh sebelum ada rancangan sempadan Danau Poso.

Baca Juga :  Turun Gunung Berlebaran di Poso

November

22 November 2021 : Masyarakat Adat Danau Poso (MADP) dalam kegiatan megilu, menjatuhkan denda adat kepada PT Poso Energy karena dianggap merusak kawasan Kompodongi, kelurahan Tentena kecamatan Pamona Puselemba yang merupakan hak ulayat masyarakat. Kompodongi merupakan wilayah riparian atau tempat berkembang biaknya ikan-ikan di sekitar sungai dan danau Poso.

Desember

11 Desember 2021 : Masyarakat Adat Danau Poso mengirimkan mosi tidak percaya kepada ketua Lembaga Adat Pamona Poso karena dianggap tidak berpihak pada masyarakat. Mosi tidak percaya disampaikan dalam kegiatan aksi budaya megilu di wilayah Kompodongi.

22 Desember 2021 : Masyarakat Adat Danau Poso melakukan pertemuan dengan Poso Energy di kantor Gubernur Sulawesi Tengah difasilitasi sekretariat gubernur Sulawesi Tengah. Pertemuan ini membahas tuntutan jangka pendek masyarakat adat danau Poso kepada Poso Energy untuk ganti untung sawah dan kebun terendam serta perusakan wayamasapi , karamba, hilangnya wilayah kerja penambang pasir serta menuntut dihentikannya reklamasi kompodongi dan tuntutan jangka panjang terkait elevasi air dan sempadan. Pertemuan dimediasi oleh staff khusus Gubernur, Ridha Saleh, menghasilkan kesepakatan untuk membentuk tim bersama menyelesaikan tuntutan jangka pendek untuk dilakukan pertemuan kembali setelah Januari 2022.

23 Desember 2021 : Masyarakat Adat Danau Poso bersama Walhi Sulteng melakukan pertemuan dengan Balai Wilayah Sungai III Sulawesi Tengah di kantor BWSS Palu untuk membicarakan mengenai elevasi air Danau Poso dan sempadan Danau Poso. Pertemuan ini menyepakati dilibatkannya Masyarakat Adat Danau Poso dalam peninjauan ulang penetapan kebijakan operasional PLTA Poso I termasuk dalam penetapan sempadan Danau Poso.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda