Memperjuangkan hak perempuan untuk berada pada posisi yang sama dengan laki-laki dalam pembangunan di desa tidak bisa hanya dilakukan dengan berteriak saja. Perlu langkah yang lebih maju, berdialog dengan para pengambil kebijakan untuk memasukkan pikiran dan rencana perempuan secara formal dalam bentuk perda. Itulah yang dilakukan pada tanggal 17 Februari 2015. Sekitar 25 orang perwakilan sekolah perempuan angkatan I sampai 3 mendatangi kantor DPRD Kabupaten Poso untuk menggelar dialog bersama para wakil rakyat.
Pagi sekitar pukul 10.30 wita, selama hampir 2 jam lamanya ibu-ibu rumah tangga bertukar gagasan dengan anggota DPRD yang dipimpin ketuanya, Ellen E Pelealu bersama 2 orang wakilnya, Soeharto Kandar dan Darma Mondolu. Pokok bahasan, bagaimana memastikan perempuan terlibat aktif dalam pembangunan di desanya, mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan dan pengawasan.
Tidak datang dengan tangan kosong, perempuan yang berasal dari desa-desa di Lore, Pamona, Lage dan Poso Pesisir bersaudara ini sudah memiliki pengetahuan bagaimana seharusnya perempuan dalam membangun desanya. Menguasai isi dan substansi UU no 6 tahun 2014 tentang desa memembuat dialog berjalan mulus. Sesekali Satria, perempuan paruh baya asal desa Kelei, menekankan isi undang-undang itu yang menjamin partisipasi aktif perempuan kepada para legislator. Ibu Erni, dari Desa Saojo juga menekankan kesiapan perempuan untuk terlibat aktif, apalagi menurut ibu Erni mereka telah belajar bersama di Sekolah Perempuan. “jangan tanya apakah kami, perempuan, siap atau tidak. Saya dan semua ibu-ibu di sekolah perempuan pastikan, Ya. Kami siap” tegas ibu Helphin dari Desa Tiu menjawab keraguan sebagian anggota dewan. Pernyataan ibu Helphin langsung disambut tepuk tangan meriah dari seluruh peserta dialog.
Alhasil, DPRD meminta agar institut Mosintuwu menyusun 2 rancangan peraturan daerah, yakni peraturan daerah tentang partisipasi perempuan dalam pembangunan daerah dan peraturan daerah tentang anggaran pro gender. Bila draft perda sudah dibuat mereka berjanji akan memasukannya dalam program legislasi daerah (prolegda), salah satu tahapan sebelum sebuah perda disahkan.
Martince Baleona, yang mengkoordinir dialog dengan DPRD Poso ini mengatakan, kegiatan itu merupakan kali pertama bagi sebagian besar anggota sekolah perempuan Mosintuwu.”Ini langkah awal bagi perempuan Poso menjadi pemimpin pembangunan dan perdamaian di tana Poso,”kata Martince yang juga menjadi kordinator pengorganisasian di Institut Mosintuwu. Seruan perempuan Poso maju, bersuara dan bergerak bukan lagi sebuah impian, tetapi menjadi langkah nyata yang akan diwariskan dalam catatan sejarah gerakan perempuan Poso.