“Orang kalau mau belajar ikan ini, dia harus datang di Danau Poso, karena tidak ditemukan di danau-danau lain di dunia”(Herjayanto/Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Sebanyak 47 persen ikan yang ada di Danau Poso saat ini merupakan jenis ikan introduksi atau bukan ikan asli. Populasi ikan dari luar ini tumbuh lebih cepat daripada yang endemik. Endemik artinya spesies ikan tersebut hanya ditemukan di Danau Poso, tidak dapat ditemukan di danau lainnya di Indonesia.
Muh. Herjayanto dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Provinsi Banten mengungkapkan beberapa diantara ikan introduksi itu adalah ikan Mas, ikan Nila, ikan Betok, ikan Niasa, ikan Nilam, ikan Sepat sawah dan ikan Lou Han. Data ini merupakan temuan penelitian tahun 2019.
“Jadi saya ambil contoh seperti ikan Mas. Ikan ini sebenarnya bukan ikan asli Danau Poso, kemudian ikan Mujair, ikan Nilam atau yang sebutannya ikan janggut atau ikan Betok, ikan Gabus, ikan Lele . Itu semua bukan ikan asli di Danau Poso”terangnya kepada sejumlah peserta webinar bertema Keanekaragaman Hayati, Kamis 19 Juni 2025 yang diselenggarakan oleh Institut Mosintuwu
Herjayanto menambahkan, munculnya ikan-ikan dari luar itu di Danau Poso karena dilepaskan secara sengaja atau tidak sengaja.
Dikatakannya berdasarkan riset terbaru di 2024, terdapat 18 jenis ikan introduksi atau yang bukan ikan asli Danau Poso. Salah satunya ikan yang disebut warga sebagai ikan Naruto yang semakin banyak ditemukan di pinggir danau.
Ikan Endemik Danau Poso Berada Dalam Daftar Merah IUCN
Herjayanto mengingatkan semakin dominannya populasi ikan-ikan introduksi sudah menjadi ancaman serius terhadap kelestarian 10 spesies ikan endemik di Danau Poso.
Ke-10 spesies ikan endemik Danau Poso itu seluruhnya berada dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) . Daftar merah itu berisi informasi tentang status konservasi spesies tumbuhan, hewan, jamur dan organisme lainnya di seluruh dunia.
Saat ini tercatat ada tiga spesies ikan endemik Danau Poso yang berstatus kritis. Yaitu Adrianichthys kruytii, Adrianichthys roseni, keduanya dikenal dengan nama lokal ikan padi atau Bontinge dan spesies Mugilogobius amadi atau ikan goby, dikenal juga sebagai ikan bunga. Sedangkan tujuh spesies ikan sisanya berstatus terancam, hampir terancam dan satu spesies yaitu Adrianichthys oophorus atau ikan padi atau ikan rono berstatus risiko rendah.
“Ikan ini sebenarnya sebagai kekayaan alam di Poso untuk kategori biodiversitas. Jadi orang kalau mau belajar ikan ini, dia harus datang di danau Poso, tidak ditemukan di danau-danau lain di dunia , jadi dia harus datang ke Danau Poso”jelas Herja nama panggilan peneliti ikan ini.
Menurut dia, keberadaan ikan-ikan endemic Danau Poso ini menjadi peluang bagi pelajar dan mahasiswa di Poso dan Sulteng yang bercita-cita menjadi peneliti berlevel internasional.
Selain ikan, di Danau Poso juga terdepat enam spesies kepiting endemik yang oleh warga sekitar dikenal dengan nama Bungka. Tiga diantaranya yaitu Parathelphusa possoensis berstatus rentan, Migmathelphusa olivacea berstatus terancam dan Parathelphusa sarasinorum berstatus Hampir Terancam menurut laporan IUCN.
Kekayaan di Danau Poso lainnya yaitu adanya 11 jenis udang, 13 jenis keong dan 3 kerang endemik. Dengan segala kekayaan hayati Danau Poso ini, Herjayanto mengingatkan pentingnya untuk melestarikan lingkungan untuk memastikannya tetap lestari.
Banyak Tumbuhan yang Belum Teridentifikasi
Bagaimana dengan Keanekaragaman Flora Poso? Peneliti pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wisnu Handoyo Ardi menjelaskan dari sejumlah kunjungannya ke Poso khususnya di wilayah Tentena hingga Leboni, ternyata banyak tumbuhan yang belum dikenal secara ilmiah, belum memiliki nama, belum pernah dikoleksi dan belum pernah diidentifikasi. Padahal Flora itu sangat penting karena tumbuhan ada sebagai salah satu plasma nutfah untuk pengembangan obat dan pangan di masa depan.
Salah satu contoh jenis tumbuhan endemik Poso yang baru ditemukan pada tahun 2023 adalah dari kelompok Begonia. Jenis ini kemudian diusulkan sebagai jenis baru dengan nama Begonia ranoposoensis. Tanaman ini ditemukan secara tidak sengaja oleh Kurniawan Bandjolu ketika berjalan-jalan disebelah barat Danau Poso.
Selain Begonia Ranoposensis , keanekaragaman flora wilayah Poso juga menyimpan banyak potensi untuk pengembangan tanaman hias ke depannya. Salah satunya adalah bunga yang ditemukan di wilayah sekitar desa Leboni pada tahun 2018, tepatnya di ruas jalan Tentena-Bada.
Wisnu mengatakan di sebelah kiri dan kanan rute Tentena-Bada tersebut masih berupa hutan yang sangat asli. Sehingga menurut dia, peneliti tidak perlu repot masuk hingga ke dalam hutan untuk melihat berbagai keanekaragaman hayati Poso.
Dia menceritakan pengalaman menemukan satu spesies bunga baru yang kemudian dikenal sebagai bunga Rhododenron. Bunga itu ditemukannya hanya di tebing tepi jalan yang melintasi hutan saat berkendara mobil.
Pada tahun 2021 temuannya itu diusulkan dan diberi nama sesuai nama dia sebagai penemunya, karena telah mengkoleksi tanaman ini.
Selain bunga, kekayaan alam Poso lainnya adalah Dillenia serata yang warga Poso mengenalnya sebagai Jongi. Sebuah pohon yang rasa buahnya super asam namun punya banyak manfaat sebagai obat tradisional untuk menurunkan deman, mengobati sariawan dan mengeringkan luka.
Terancam Sawit dan Tambang
Perkebunan Sawit dan Tambang Nikel kini menjadi ancaman serius bagi kelestarian dan keragaman tumbuhan di wilayah Sulteng.
Kelestarian tumbuhan-tumbuhan endemik di Sulawesi ini secara umum terancam punah akibat alih fungsi hutan baik skala kecil maupun besar, terutama untuk perkebunan sawit dan penambangan nikel yang semakin massif, terutama di sebelah selatan Danau Poso hingga Kabupaten Morowali.
“Aktivitas penambangan ini menuntut pembukaan lahan yang sangat luas dan pengupasan kulit tanah. Ketika musim hujan datang, seluruh permukaan tanah akan tercuci bersama air hujan,”jelas Wisnu mengenai ancaman perkebunan monokultur dan pertambangan bagi kelestarian lingkungan.
Kepada para pelajar dan guru yang hadir, Wisnu mengajak mereka untuk peduli dengan lingkungan. Dia mengingatkan fungsi tumbuhan bagi manusia yang sangat penting. Yakni menyerap karbondioksida dan melepaskan oksigen.
“Tumbuhan menyediakan tempat hidup bagi hewan-hewan, dan juga merupakan sumber obat-obatan alami.
Hutan-hutan di Indonesia khususnya di Sulawesi masih menyimpan potensi obat-obatan yang sangat besar dan belum tergali”.