Mewarisi Ilmu Pengetahuan dan Toleransi, Semangat dari Haul Guru Tua

0
2015
Warga dari berbagai desa datang ke Haul Guru Tua ke 51 di Kota Palu. Foto : Dok. Mosintuwu

“Saya jadi seperti ini karena Guru Tua” penuh haru, Zainab, 62 tahun dari Desa Sigenti, wilayah pantai timur Parigi Moutong bercerita. Dengan bangga Zainab menceritakan bahwa dia bergelar Sarjana Pendidikan, karena mendengarkan Guru Tua.

Kami bertemu Zainab dan keluarganya saat akan pulang menempuh perjalanan 170 km dari Palu. Zainab adalah satu dari puluhan ribu orang yang setiap 12 Syawal, atau setiap tahun setelah hari raya Idul Fitri,  berkumpul memperingati jasa Guru Tua, pendiri Alkhairaat. Zainab hadir bersama anak-anak, anak mantu hingga cucunya yang masih berumur 5 tahun, sehari sebelum puncak perayaan Haul Guru Tua di pondok pesantren Alkhairaat di Kota Palu.

Zainab yang sekarang sudah pensiun, ikut mengajarkan apa yang didengarnya dari orang tuanya tentang Guru Tua dan apa yang disaksikannya saat mengikuti Guru Tua di usianya yang masih sangat kecil dulunya. Zainab mengikuti Haul Guru Tua sejak usia 11 tahun.

Pendidikan yang diajarkan di Alkhairat, yang didirikan oleh Sayyied Idrus bin Salim Aljufri telah mempengaruhi kehidupan ratusan ribu orang di wilayah Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Ini menjadi alasan ribuan orang dari berbagai penjuru Sulawesi berdatangan dan memenuhi haul Guru Tua.

Menggunakan mobil berjenis pick up terbuka yang dirancang khusus dengan atap dari terpal, lansia, orang tua hingga anak-anak menempuh perjalanan jauh menyeberangi Propinsi untuk mengingat jasa Guru Tua. Jalanan di sepanjang trans Sulawesi diramaikan dengan mobil-mobil bertuliskan rombongan haul Guru Tua dari Gorontalo, Luwuk, Kendari, Parigi Moutong, Poso, Morowali Donggala dan sebagainya. Padahal, saat itu sedang musim hujan yang menghalangi jarak pandang mata.

“Sudah 51 tahun, mama datang setiap tahun ke sini, tidak pernah absen” kata Anto, cucu nenek Zainab. “ Kami juga selalu diajarkan dan diajak untuk bisa datang kemari dan mendorong semua anak cucu bersekolah di Alkhairat” . Tidak ragu, berulangkali Zainab mengatakan “ Dimana ada Alkhairaat, disitu ada roh Guru Tua”

Baca Juga :  Mereka Yang Membangunkan Sahur
Haul Guru Tua ke 51 di Kota Palu. Foto : Dok. Mosintuwu

Suleman,  salah satu supir yang setiap tahunnya tidak pernah absen mengantarkan warga dari desanya mengikuti Haul Guru Tua menceritakan apa yang diketahuinya tentang Guru Tua. “Sampai sekarang di kampung-kampung, warga Alkhairaat masih ingat pesan Guru Tua saat jalan keliling kampung-kampung . Guru Tua pernah berpesan dimana ada Alkhairaat disitu ada rohku”

Hal yang sama diceritakan oleh Hasyim, seorang remaja berusia 17 tahun dari Donggala. Mengikuti orang tuanya untuk ikut dalam haul Guru Tua, Hasyim mendengarkan setiap ceramah yang disampaikan oleh para Kiai tentang warisan Guru Tua dan menguatkannya untuk ikut mewariskan nilai-nilai Alkhairat.

“Yang saya ingat dan sering diulang-ulang, Guru Tua mengajak semua kita di Alkhairat ini supaya berlomba-lomba dalam kebaikan, karena itu ada di Alkhairaat maka kita bersekolah di Alkhairaat, ada roh dan semangat Guru Tua di situ” Sambung Hasyim bangga. Hasyim datang dengan teman-teman satu kampungnya di dari Lumbumamara untuk bisa memperingati jasa Guru Tua.

Sementara itu Anto, ketua pemuda Ansor Kabupaten Poso mengungkapkan kehadirannya setiap tahun di Haul Guru Tua adalah untuk selalu belajar dengan mendengarkan nasihat dan mengingat warisan ilmu pengetahuan yang didapatkannya dari Guru Tua . Meskipun tidak pernah terhubung langsung dengan Guru Tua, namun bagi Anto , Alkhairat yang didirikan oleh Guru Tua adalah yang membentuk kehidupan dan kebudayaan Islam dan banyak warga muslim lainnya di Poso, termasuk semangatnya pada tanah air Indonesia.

“Salah satu syair yang saya ingat dari Guru Tua adalah tiap bangsa memiliki simbol kemuliaan, dan simbol kemuliaan kami adalah merah putih”

Baca Juga :  Dui, Kuliner Sagu Poso : Menjaga Pangan Lokal dan Tradisi Leluhur Tetap Hidup

Haul Guru Tua menjadi sebuah perayaan besar warga Alkhairaat. Perayaan ini bukan hanya diisi dengan ceramah-ceramah, tetapi juga diwarnai dengan kehadiran para pedagang yang menghadirkan hasil karya mereka di halaman-halaman sekitar pondok pesantren. Suasana menjadi sangat hangat dengan perbincangan khas mereka yang baru bertemu sekian lama dan terpisah wilayah karena pekerjaan. Haul Guru Tua menjadi ruang yang dimiliki dan diisi oleh warga Alkhairaat.

Haul Guru Tua ke 51 di Kota Palu. Foto : Dok. Mosintuwu

Warisan Pengetahuan dan Islam Damai

Pentingnya sebuah perayaan atas warisan pengetahuan dan sejarah Guru Tua dinyatakan dengan jelas dalam manaqib  yang disampaikan oleh Habib Abdurrahman Aldjufrie

“ Yang kita peringati sekarang adalah orang tua yang mewariskan ilmunya ke seluruh pelosok. Ya, yang kami wariskan adalah ilmu.  Bilamana seseorang melupakan , mengabaikan perjuangan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya maka ini akan berlaku juga bagi generasi yang sekarang”

Habib Abdurrahman Aldjufrie  mengatakan bahwa yang diwariskan Guru Tua dan yang akan diwariskan terus menerus oleh Alkhairaat adalah ilmu. Ditegaskannya  bahwa mengingat sejarah sebagai bagian dari masa sekarang dan masa depan menjadi sangat penting untuk mengingat akar identitas sebagai seorang Alkhairaat.  Mereka yang tidak memiliki sejarah dimasa silam tidak akan memiliki sejarah di masa depan.

“ Sejarah itu adalah cerita yang paling bermutu.  Cerita yang membawa contoh agar meniru dan meneladani , kisah para rasul , kisah para nabi “ lanjutnya.

Karena itu Haul Guru Tua merupakan sebuah peristiwa dimana sejarah dan warisan pengetahuan Guru Tua bukan hanya dikenang tapi diperjuangkan untuk terus diingat dan mempengaruhi warga Alkhairaat.  Bagi warga Sulawesi khususnya Sulawesi Tengah, Guru Tua merupakan sosok yang bukan hanya mempengaruhi perkembangan Islam  dan pengetahuan di Sulawesi namun juga  memiliki dampak yang mempengaruhi kebudayaan.

Bertoleransi pada ilmu pengetahuan, salah satu warisan Guru Tua yang hingga saat ini masih dipegang oleh sekolah-sekolah Alkhairaat di Sulawesi Tengah. Guru Tua tidak segan-segan memberikan ruang pada Guru yang beragama Kristen untuk mengisi mata pelajaran. Iksam, wakil kepala museum Sulawesi Tengah yang juga  yang mempelajari kebudayaan di Sulawesi Tengah mengatakan,

Baca Juga :  Turun Gunung Berlebaran di Poso

“ Toleransi Guru Tua tinggi pada ilmu pengetahuan . Untuk mengisi kekurangan mata pelajaran ilmu pasti misalnya, pada guru yang beragama nasrasi yang akan mengisinya. Karena itu, Islam yang diwariskan oleh Guru Tua dan yang menjadi kebudayaan Islam di Alkhairat adalah Islam yang damai dan berpengetahuan ”

Di Kabupaten Poso misalnya, salah satu sekolah MA Alkhairaat di wilayah Kecamatan Lage, memiliki satu guru beragama Kristen yang mengajarkan Bahasa Inggris. Ustad Ibrahim, sekretaris Komda Alkhairaat Poso menyebutkan dalam berbagai kesempatan bahwa Guru Tua mewariskan pemahaman bahwa agama sebesar-besarnya adalah untuk kemanusiaan.

Ketua Utama Alkhairaat, H.S.Saggaf Bin Muhammad Aljufri dalam Haul Guru Tua ke 51 . Foto : Dok. Alkhairaat Poso.

Sementara itu, di berbagai kesempatan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Yayasan Perguruan Alkhairaat, Habib Ali bin Muhammad bin Idrus Al-Jufri mengungkapkan bahwa perguruan Alkhairaat telah menerapkan makna toleransi antar umat beragama sejak dahulu. Habib Ali mencontohkan, sejak masa pendiri Alkhairaat,  sudah ada sekolah-sekolah Alkhairaat yang menggunakan guru  yang beragama Kristen sebagai tenaga pengajar dan murid yang tidak beragama Islam bersekolah di Madrasah Alkhairaat.

Kebudayaan Islam Alkhairaat di Sulawesi Tengah tentu menghadapi tantangan jaman, karena itu haul Guru Tua menjadi momentun tahunan yang menguatkan warisan sejarah yang diajarkan oleh Guru Tua di Alkhairaat, yaitu Islam yang toleran dan berpengetahuan.  Sumbangan Guru Tua pada pendidikan dan sikapnya membela Republik Indonesia bahkan sebelum merdeka dan saat diproklamasikan, mendorong GP Ansor Sulawesi Tengah mengusulkan Guru Tua menjadi Pahlawan Nasional.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda