
Kepala Operasi Madago Raya Kombes Pol Heni Agus Sunandar mengatakan pihaknya masih menunggu keputusan Mabes Polri untuk kelanjutan Operasi Madago Raya yang akan berakhir pada 31 Desember 2025. Namun warga menilai, operasi yang sudah berjalan lebih dari 20 tahun itu tidak perlu diperpanjang.
Tahun 2025, Polri menggelar operasi Madago Raya dengan melibatkan 232 personel yang terdiri 20 personel TNI dan sisanya berasal dari personel gabungan Polda Sulawesi Tengah yang dibagi dalam empat tahap yaitu tahap 1, 2, 3 dan tahap empat. Cakupan wilayah operasi meliputi Kabupaten Poso, Parigi Moutong, Sigi dan Tojo Unauna.
“Kita sudah mengajukan kepada Mabes Polri, jadi kita tunggu keputusan dari Mabes Polri, terlihat dari nanti dukungan anggarannya,” Kata Heni Agus Sunandar dalam keterangan pers di Polres Poso, Kamis, 11 Desember 2025.
Operasi itu bertujuan untuk melakukan upaya pemulihan dan pencegahan kembali berkembangnya paham ekstrimisme radikalisme, juga pembinaan mantan narapidana terorisme yang hingga kini berjumlah 172 orang, dimana 116 diantaranya berada di Kabupaten Poso.
“Eks napiter, tentunya mereka kita rangkul, kemudian kita berikan pemahaman dan pelatihan UMKM supaya mereka bisa berbaur di masyarakat secara langsung dan tentunya nanti mereka bisa kembali beraktivitas normal,” kata Heni Agus usai acara Silahturahmi Membangun Negeri yang digelar di halaman Mapolres Poso.
Tanggapan Warga Terhadap Rencana Perpanjangan Operasi Madago Raya
Disisi yang lain beberapa warga di Poso menilai perpanjangan operasi Madago Raya tidak lagi dibutuhkan mengingat situasi keamanan yang kondusif dalam beberapa tahun terakhir.
“Kalau menurutku untuk perpanjangan operasi Madago Raya sudah tidak perlu karena keamanan sudah sangat kondusif. Masyarakat tidak perlu lagi dikawal oleh aparat keamanan contohnya d wilayah pesisir. Dulu kalau ke kebun memang harus dikawal oleh aparat keamanan,” kata Maria, warga Kelurahan Bukit Bambu.
Ibu Wasih, warga desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara mengungkapkan keseharian warga setempat kini sedang bersemangat mengelola kebun-kebun kakao karena harganya yang menguntungkan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya kini seluruh aktivitas warga tidak lagi diliputi kekhawatiran terhadap gangguan keamanan.
“Kalau untuk di kecamatan Pesisir Utara, di desa kami, di kecamatan kami kayaknya sudah tidak butuh seperti itu lagi karena kami lihat ini warga sudah aman-aman saja, pergi bekerja sudah biasa, ke kebun gunung biru pun sudah terbuka semua kebun-kebun di gunung biru, dapat terlihat dari jalan poros,” kata Wasih.
Ditambahkannya, warga kini bahkan sudah berani menginap di pondok kebun yang jauh dari kampung. Menginap di kebun adalah kebiasaan petani di wilayah ini sebelum munculnya terror oleh kelompok MIT pimpinan Santoso hingga Ali Kalora.
Gunung Biru merupakan gugusan pegunungan yang membentang di sepanjang sebelah barat wilayah Poso Pesisir hingga ke lembah Napu dan Kabupaten Parigi Moutong. Ribuan hektar hutan lebat yang ada diwilayah ini dijadikan basis basis operasi terror yang didirikan sejak tahun 2012 itu.
Seluruh kelompok itu telah dilumpuhkan, ada ditangkap dalam kondisi hidup dan belasan di tembak mati. Anggota terakhir dalam kelompok MIT bernama Al-Ikhwarisman alias Askar alias Pak Guru meninggal ditembak pada Kamis 29 September 2022.
Meskipun berhasil mengeliminasi seluruh kelompok MIT yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) di tahun 2022, tetapi pada tahun berikutnya, operasi itu tetap dilanjutkan yang difokuskan pada upaya pemulihan kehidupan masyarakat di kampung atau desa yang pernah terdampak aksi terorisme di Kabupaten Poso, Parigi Moutong dan Sigi. Operasi juga berfokus pada deradikalisasi anggota kelompok dan orang yang pernah memberikan dukungan pada kelompok MIT.
Kehadiran pasukan bersenjata lengkap di Kawasan perbukitan yang menjadi lokasi kebun warga, justru menimbulkan pertanyaan apakah ada peristiwa yang telah terjadi.
“Dengan adanya aparat mau masuk begitu kayak ah ada apa lagi karena biasa kan dengan adanya aparat jangan-jangan ada apa, begitu masyarakat bertanya padahal kalau tidak ada seperti itu biasa-biasa masyarakat ke kebun, ke gunung biru ini,” kata Wasih.
Perlu Evaluasi
Muhammad Taufiq D Umar, Ketua Forum Budaya Rakyat Kabupaten Poso yang kerap menyuarakan pentingnya transparansi operasi itu kepada masyarakat di Poso.
“Sepanjang operasi-operasi yang berjalan, evaluasi outcome (manfaat-red) dari operasi-operasi itu kan kita selaku masyarakat Kabupaten Poso tidak pernah diberitahukan. Itu satu, yang kedua berapa duit yang mereka gunakan. Duit itu kan duit negara. Duit negara itu duit rakyat,” kata Taufiq.
Menurutnya, sebagai warga Poso ia menyarankan operasi itu diubah bentuknya pada kegiatan yang bertujuan pada peningkatan kapasitas bagi mantan napiter yang sudah menjalani deradikalisasi agar mendapat pengetahuan yang cukup, sehingga ketika kembali masyarakat dapat membangun perspektif baru tentang berbangsa dan bernegara serta menguatkan ekonomi secara mandiri. Upaya itu tidak hanya dilakukan oleh pihak kepolisian, tapi juga stake holder lainnya di Kabupaten Poso.
“Ini adalah pekerjaan semua orang. Seluruh rakyat Indonesia, terutama warga masyarakat Poso tidak ingin Poso terus-terus menjadi ladang para bintang-bintang diatas. Kita ingin damai di Poso lahir dari akar rumput, bahwa kedamaian itu kita yang ciptakan bukan karena ada operasi-operasi yang sifatnya banyak makan anggaran dan memobilisasi banyak-banyak pasukan,” tegas Taufiq d Umar.
Daftar Operasi Keamanan di Poso 2010-2025
| Tahun Mulai | Nama Operasi | Periode |
| 2010 | Siwagilemba | 2009-2012 |
| 2012 | Sadar Maleo | 2012 |
| 2013 | Aman Maleo | 2013-2014 |
| 2014 | Aman Maleo | 2014 |
| 2015 | Camar Maleo | 2015 |
| 2016 | Tinombala | 2020 |
| 2021 | Madago Raya | 2020-2025 |
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Muhammad Rafiq Syamsudin seorang pelaku usaha di Poso Kota mengatakan operasi yang terus berlanjut di Poso justru mengesankan wilayah ini belum benar-benar aman padahal pemerintah terus menerus mengampanyekan sektor pariwisata yang mendorong kedatangan wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke Poso.
“Ini sebenarnya kontroversi disaat kita mau sampaikan bahwa kita aman, tenteram, nyaman, ayo silahkan ke Poso tapi di sisi lain kita masih melaksanakan operasi itu. nah kan sebenarnya kampanye itu harus diubah. Operasi semacam itu, seperti sampul buku yang walaupun di dalamnya isinya cerita-cerita tapi sampulnya horor begitu. Nah kita akan berharap orang akan membaca isinya tapi kalau melihat sampulnya sudah gambar horor orang pasti takut juga,” kata Rafiq.
Pemilik salah satu café yang ada di wilayah Kecamatan Poso Kota Utara menekankan dengan situasi keamanan yang semakin membaik, maka Operasi Madago Raya tidak lagi dibutuhkan. Menurut dia, penanganan keamanan di Kabupaten Poso cukup ditangani aparat TNI dan POLRI setempat.





