Ada “Ratapan Danau Poso” di Pertunjukan Teater

0
2008
Lakon teater " ratapan Danau Poso" ditampilkan anak-anak muda Poso. Foto : Dokumentasi Mosintuwu

Sekelompok anak muda perempuan  dalam lingkaran saling membelakangi, memeluk kaki di lantai kayu.  Suara musik dengan latarbelakang kicau burung membangunkan mereka. Dalam sekejap lingkaran tadi bergerak selasar menggunakan kain biru yang nampak membentuk gelombang. Tarian Danau . Tarian ini memunculkan seorang gadis muda yang menyebut dirinya “ akulah Danau”. Ketukan musik yang semakin kencang bertalu-talu, mengubah suasana. Nampak si Danau dikelilingi orang-orang berseragam yang nampak pongah ingin melucutinya. Namun beberapa orang berpakaian adat, berusaha meyakinkan si Danau, untuk tidak meninggalkan mereka karena mereka masih melawan perkosaan atasnya.

Demikian antara lain cuplikan pertunjukan yang ditampilkan dalam aksi teater Panggung Bersama Mosintuwu, Sabtu, 23 Februari 2019 di Dodoha Mosintuwu. Aksi teater ini merupakan rangkaian dari peluncuran Ekspedisi Poso, sebuah perjalanan menyusuri keanekaragaman budaya, alam dan potensi bencana di Kabupaten Poso khususnya di wilayah Sesar Poso Barat. Pertunjukan aksi teater ini juga merupakan ajakan pada semua anak-anak muda di wilayah Kabupaten Poso untuk bergabung di ruang kreativitas Panggung Bersama Mosintuwu. 

Baca Juga :  16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Sebelumnya, pada tahun 2018, Panggung Bersama Mosintuwu diluncurkan dengan kehadiran 3 band anak muda yakni Watumpoga’a Band, Sintuwu Akustik dan Uepuro Akustik. Berbeda dengan tahun sebelumnya,  Panggung Bersama kali ini tidak hanya berisi band  musik tapi juga mengajak anak-anak muda yang memiliki minat di teater, puisi, fotografi, film, melukis dan menggambar, suka untuk melakukan penelitian , atau menulis dan sebagainya.

“Mari bergabung untuk bermain dan berkreativitas” seru Lani Mokonio, pembawa acara yang juga koordinator Panggung Bersama Mosintuwu.

Mentor di Panggung Bersama Mosintuwu : Lius Tadale, Lani Mokonio dan Indra Dharma Inta . Foto : Dokumentasi Media Mosintuwu

Indra Dharma Inta, salah seorang mentor di Panggung bersama menjelaskan “ Anak-anak muda jangan terlalu disalahkan jika mereka berperilaku membuat kerusakan, karena salah satu penyebabnya adalah tidak adanya ruang ekspresi anak muda yang disiapkan” Karena itu, menurut Kuo, panggilan akrab guru seni di berbagai sekolah ini, ruang-ruang kreativitas seperti Panggung Bersama Mosintuwu, perlu ada dan diapresiasi. 

Senada dengan Kuo, anak-anak muda penampil teater menyampaikan kegembiraan mereka bisa mengekspresikan diri.  Lebih lanjut, Kuo mengatakan, panggung bersama menjadi wadah bagi para pemuda untuk berekspresi lewat seni, baik musik, teater hingga stand up comedy. Panggung bersama kata dia tidak terbatas pada pertunjukan saja, tapi lebih banyak membentuk anak-anak muda menjadi lebih kreatif. Saat teater sedang dimainkan, di ruang perpustakaan Sophia , dua anak muda lainnya, Erik Bindu dan Decky sedang melukis di atas papan tripleks sebagai wadah kanvasnya. 

Baca Juga :  Perempuan Poso dan Mimpi Desa Membangun

“Saya bisa lebih mengekspresikan diri dan bisa melatih percaya diri” kata Jepo, si pemeran Danau. 

Lakon tentang Danau Poso yang terancam kerusakan oleh karena eksploitasi berlebihan, menjadi cerminan tentang ruang berekspresi dapat juga menjadi ruang seni kritis. 15 anak muda yang menjalani lakon Danau Poso ini berusaha memahami cerita dibalik lakon yang mereka mainkan. Dibawah bimbingan Lius Tadale, lakon ini menyoroti bagaimana manusia dengan mudah menjual tanah dan melupakan tradisi mereka dengan mengabdi kepada kepentingan modal yang tidak peduli pada tradisi dan kelestarian danau. Lakon teater menjadi cara untuk menyampaikan kritik yang membangun.

Musik garapan Kuo, mempertajam lakon teater. Foto : Dokumentasi Mosintuwu

Bukan hanya tentang cerita drama yang menarik dan ditampilkan penuh tenaga, iringan musik yang lirih dan menghentak, meneruskan pesan lakon teater ini pada puluhan penonton yang hadir malam itu. Kuo, berhasil menggarap musik yang membawa penonton terus mengikuti kisah sepanjang hampir 25 menit itu.

Herry Yogaswara pengajar Antropologi di Universitas Negeri Jakarta, berkesempatan menonton pertunjukan teater ini, menilai, suguhan drama yang ditampilkan anak-anak muda itu sangat kuat dan terus terang. Ini menurut dia agak berbeda dengan kebiasaan seni teater yang menyampaikan sebuah pesan dengan simbol-simbol. Bagi Herry, apa yang ditampilkan teater panggung bersama adalah cara baru generasi milenial yang memang lebih suka berterus terang ketimbang bermain simbol-simbol layaknya seniman angkatan sebelumnya.

Baca Juga :  Petualangan Anak Poso yang Benar-benar Baru di Hari Anak Nasional 2020

Direncanakan Panggung Bersama Mosintuwu akan menampilkan pertunjukan-pertunjukan lainnya di berbagai kesempatan dengan menganalisis dinamika ekonomi, sosial, budaya , politik di Kabupaten Poso. “Di Panggung Bersama Mosintuwu, anak muda akan membentuk karakter kreativitasnya yang kritis dan membangun “ pungkas Lani, sambil mengajak semakin banyak anak muda menjadi bagian dari Panggung Bersama.

 

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda