Ekspedisi Poso : Menyusuri Keanekaragaman Budaya, Alam dan Potensi Bencana di Poso

0
4324
Mural "Murka Alam" oleh Erik Bindu, menggambarkan gerakan alam melawan pengrusakan alam di Danau Poso

“Kita tidak tau  bahwa di bawah bumi yang kami pijak ini ada sesar. Kitorang tau pas rame-ramenya bencana di Palu” ujar Christian Bontinge, seorang tokoh adat Pamona, Poso. “Lebih parah lagi, kami bahkan tidak tahu apa itu sesar dan hubungannya dengan gempa bumi. Kita tahu ada namanya gempa bumi, tapi sesar?” sambungnya. Karena itu, lanjut Christian yang juga anggota Aliansi Penjaga Danau Poso, pengetahuan atas lapisan bumi dan peristiwa alam perlu  diketahui oleh masyarakat. Mengetahui tentang geologi dasar di bumi yang dipijak, menurut Christian, akan membantu masyarakat termasuk pemerintah untuk menyusun kesiapsiagaan bencana.

Data dari Pusat Studi Gempa Nasional menyebutkan ada 48 sesar aktif di Sulawesi dimana 3 diantaranya menggaris di bawah tanah Poso yakni Sesar Poso, Sesar Tokararu dan Sesar Poso Barat . Hal ini menyebabkan wilayah Kabupaten Poso sangat sering mengalami gempa.Sebelum peristiwa gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sigi, Donggala dan Parigi tanggal 28 September 2018, sempat pula sesar Palolo Graben yang membentang dari Sigi ke Napu memicu gempa 6,6 SR 30 Mei 2017 . Saat itu ratusan rumah saat itu rusak, puluhan orang mengalami luka. Setahun kemudian yakni 3 November 2018 gempa berkekuatan 5 SR juga mengguncang kota Poso, BMKG menyebutkan sumber gempa adalah Sesar Sausu.

Baca Juga :  Kaleidoskop Keamanan 2023 : Ancaman Terorisme Masih Mengintip
Peluncuran Ekspedisi Poso ditandai dengan pemukulan gong oleh salah seorang ketua Tim Ekspedisi, Dr. Yuberlian Padele . Foto : Joshua Marunduh

Berkaca dari dampak bencana dahsyat tanggal 28 September 2018, dirancang Ekspedisi Poso yang akan menyusuri desa-desa yang dilalui Sesar Poso Barat yang membentang di sebelah barat Danau Poso. Sesar Poso Barat  dan Sesar Poso menjadi lokasi awal ekspedisi Poso di tahun 2019. Ekspedisi Poso, menyusuri keanekaragaman budaya, alam dan potensi bencana di Kabupaten Poso diluncurkan pada hari Sabtu, tanggal 23 Februari 2019, di aula STT GKST Tentena . Peluncuran Ekspedisi Poso dilakukan bersamaan dengan seminar umum bertema sejarah geologi Sulawesi dan implikasinya pada perkembangan Danau Poso.

Berbeda dengan ekspedisi lainnya,  meskipun tim Ekspedisi Poso terdiri dari beberapa organisasi diantaranya Institut Mosintuwu, Perkumpulan SKALA, STT GKST Tentena, Ikatan Ahli Geologi Indonesia ( IAGI ), Sinekoci, Nemu Buku, Komda Alkhairaat Poso serta National Geographic Indonesia, namun inisiatif terbentuknya Ekspedisi Poso muncul dari masyarakat.

Kebutuhan mendesak Ekspedisi Poso muncul dalam rekomendasi Forum Budaya di Festival Mosintuwu  tanggal 3 – 5 Desember 2018 yang diorganisir oleh Aliansi Penjaga Danau Poso, sebuah komunitas masyarakat yang terdiri dari para petani, nelayan, tokoh agama dan tokoh masyarakat di Tentena. Rekomendasi ini dibicarakan kembali dalam pertemuan masyarakat dan para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti geologi, arkeologi, antropologi, sosiologi dan teologi tanggal 21 – 22 Februari 2019 di Dodoha Mosintuwu.

Baca Juga :  Kurikulum Sekolah Perempuan : Perempuan Agen Perdamaian dan Keadilan
Forum Budaya , 3 – 5 Desember 2018, di Dodoha Mosintuwu merekomendasikan kebutuhan mitigasi bencana dalam bentuk Ekspedisi Poso. Foto : Dokumentasi Mosintuwu

“Ekspedisi Poso akan menyusuri jejak peristiwa alam di masa lalu dan bagaimana masyarakat meresponnya” jelas Lian Gogali, salah seorang ketua tim Ekspedisi Poso Selanjutnya Lian Gogali menjelaskan, selain menggali sejarahnya, tim juga akan menelusuri Laolita atau cerita-cerita dongeng Poso serta Kayori atau syair yang menceritakan sebuah peristiwa alam dimasa lalu .

Ditambahkan Lian, sebelumnya tim akan dilakukan pengumpulan dokumen-dokumen mengenai sejarah peristiwa alam  yang pernah terjadi baik berupa hasil-hasil penelitian para ilmuwan juga mengartikan karya-karya legendaris etnolog AC Kruyt dan Nicholaus Adriani, Fritz Sarasin, Walter Kaudern, sertageolog E.C Abendanon ke dalam bahasa Indonesia agar lebih mudah dimengerti.

Bukan hanya melakukan penelitian ke beberapa titik di desa-desa yang diidentifikasi pernah mengalami bencana, tim juga akan melakukan kajian atas rencana kontingensi dan melihat kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan bencana.

“Nantinya laporan tim ekspedisi ini akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai model pembangunan yang mempertimbangkan kearifan lokal dan peristiwa alam didalamnya”kata Lian. Rekomendasi dari hasil ekspedisi Poso, menurut Lian, akan juga diberikan kepada pemerintah desa untuk bisa digunakan dalam rencana pembangunan jangka menengah desa ( RPJMDes ).

Baca Juga :  Gawe Ada Ngkatuwu Ada Mpojamaa, Upaya Menggali Kembali Tradisi Bertani Pamona yang Hilang

Peluncuran ekspedisi Poso dilakukan setelah sebelumnya selama dua hari, yakni Kamis hingga Jumat tanggal 21 – 22 Februari 2019, diadakan seri workshop tim ekspedisi Poso. Peluncuran dihadiri oleh anggota masyarakat dari berbagai desa, tokoh budaya, dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Poso.

Anggota Tim Ekspedisi Poso terdiri dari para ahli dari berbagai disiplin ilmu ( geologi, antropologi, sosiologi, teologi, arkeologi ) , para peneliti dan masyarakat di Kabupaten Poso . Foto : dokumentasi Media Mosintuwu

Tim ekspedisi Poso terdiri dari Dr. Yuberlian Padele, Lian Gogali, Trinirmalaningrum dan Sukmandaru Prihatmoko, M.Econ.Geol, keempatnya sebagai ketua Ekspedisi Poso; sementara itu anggota terdiri dari : Abang Mansyursyah Surya Nugraha, Ph.D (Ketua Prodi Geologi Universitas Pertamina), Dr. Herry Yogaswara, M.A (Kepala Puslit Kependudukan LIPI – Peneliti Bidang Ekologi Manusia), Dr. Burhannudin (Ikatan Ahli Geologi Indonesia), Neni Muhidin (Pegiat Literasi Bencana , pendiri Nemu Buku), Shadiq Maumbu, M.Si, Drs. IKSAM M.Hum (Arkeolog, Kepala Museum Sulawesi Tengah), Drs. Abdullah, M.T (Pengamat Kebencanaan Sulawesi Tengah), Dr. Asyer Tandapai (Sejarahwan – Dosen STT GKST Tentena), Drs. Masdian Mentiri (Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah ), Neneng Susilawasi (Peneliti), Dr. Janiarto Talius (Antropolog), Kurniawan Bandjolu, S.Si (Peneliti Etnobotani), serta anggota Aliansi Penjaga Danau Poso.

Tim Ekspedisi yang terdiri dari anggota masyarakat Poso dan para ahli akan memulai perjalanannya di bulan Maret 2019, dan diharapkan sudah bisa memberikan hasil ekspedisi pada akhir tahun 2019.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda