Tidak Ada Kebaya di Hari Kartini

0
1306

Tidak ada kebaya, bunga mawar di hari Kartini di Poso.  Dua hal yang seringkali mewarnai peristiwa tanggal 21 April. Setidaknya bagi ratusan anggota sekolah perempuan Mosintuwu. Melanjutkan ide Kartini tentang perempuan Indonesia yang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan, anggota sekolah perempuan melakukan serangkaian kegiatan dialog untuk menyuarakan visi tentang pembangunan berkeadilan gender di Kabupaten Poso.

Dialog dengan tema Perempuan Poso, Maju, Bersuara, Bergerak untuk Perdamaian dan Keadilan ini, dilakukan di gedung pertemuan Hotel Kartika pada tanggal 21 April 2015.  Seri dialog diikuti oleh perwakilan anggota sekolah perempuan yang berasal dari 15 desa di Kabupaten Poso. Dialog yang dimoderatori oleh Lian Gogali, pendiri Sekolah Perempuan Mosintuwu ini mengangkat tiga tema utama. Tema pertama terkait perempuan dalam pembangunan desa mengajak dialog Pemerintah Kabupaten yang diwakili oleh staff ahli Bupati. Dalam dialog dengan staff ahli, ibu Erni, menyampaikan pendapat pentingnya Peraturan Daerah yang mengakomodir ruang partisipasi perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Usulan tentang Perda Partisipasi ini disertai dengan usulan pentingnya Perda Penganggaran Pembangunan yang Berperspektif adil gender.  Kedua usulan ini direspon oleh staff ahli dengan menyarankan pentingnya melakukan komunikasi intensif dengan Pemda tentang keberadaan kelompok perempuan.

Baca Juga :  Lokakarya Guru-Guru Agama Poso : Bentuk Siswa ToleranTraining of Religious Teacher in Poso

Tema kedua dialog menghadirkan ibu Rusna, staff ahli bidang pemberdayaan perempuan dan anak yang juga menangani P2TP2A. Lima perwakilan anggota sekolah perempuan dari Poso Pesisir, Lage , Pamona Puselembah menyampaikan catatan atas fenomena meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Poso yang tidak disertai dengan peningkatan pelayanan dan penanganan kasus, termasuk kurangnya akses bagi masyarakat di desa-desa terpencil untuk bisa memberikan laporan dan mendapatkan pendampingan atas kasus kekerasan yang dialami. Ibu Evi, anggota sekolah perempuan angkatan I yang sudah membantu melakukan pendampingan kasus kekerasan melalui Mosintuwu menyampaikan perlunya melibatkan lebih banyak perempuan di desa yang terlatih untuk menjadi vocal point dalam pelaporan dan pendampingan kasus. Ibu Evi juga menyampaikan kesiapan Mosintuwu melalui Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak menjadi bagian dari gerakan bersama di Kabupaten Poso untuk menghentikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Usulan dan catatan dalam dialog ini direspon baik oleh ibu Rusna dengan menyarankan agar koordinasi yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Mosintuwu bisa dipertajam dan diperluas. Dialog juga disertai beberapa klarifikasi metode pelaporan dan pendampingan yang selama ini dilakukan oleh P2TP2A Kabupaten Poso, yang oleh sebagian besar peserta diskusi masih kurang maksimal.

Baca Juga :  Jelajah budaya Rumah Kita, Merekatkan Keberagaman di Pinedapa

Isu tentang keamanan Poso menjadi tema berikutnya yang dibahas dengan pihak Polres Kabupaten Poso. Pada awalnya pembicaraan tentang isu keamanan ini akan melibatkan pihak TNI, khususnya untuk merespon latihan militer yang dilaksanakan di Kabupaten Poso. Sayangnya pihak TNI tidak bersedia mewakilkan kehadiran mereka untuk alasan kesibukan kegiatan internal. Ibu-ibu dari Poso Pesisir menyampaikan catatan penting tentang keamanan dan rasa aman warga di Kabupaten Poso yang seharusnya menjadi prioritas penting tetapi tidak terwujud dalam satu tahun belakangan ini. Ibu Rahma dari Poso Pesisir menyampaikan cerita mengenai metode penanganan keamanan yang dilakukan baik oleh Polisi maupun oleh TNI yang hanya melahirkan trauma baru bagi masyarakat termasuk anak-anak.

Menyampaikan cerita dan berita versi perempuan adalah bagian dari membangun ruang gerak alternative perempuan di Kabupaten Poso tentang diri mereka sendiri. Memberikan catatan, pendapat, usulan bahkan kritik merupakan bagian dari upaya untuk menyampaikan secara bebas suara perempuan sekaligus bagian dari bagaimana perempaun berpartisipasi aktif dalam merancang pembangunan di Kabupaten Poso.   Alhasil, seri dialog yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga pukul 14.00 ini menghasilkan kesepakatan kerjasama, yaitu: Memastikan keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa melalui Perda Partisipasi dengan terus membangun komunikasi dengan Pemda dan DPRD; Memastikan kerjasama posko pengaduan, penanganan dan pemulihan di desa-desa, antara P2TP2A dan anggota sekolah Perempuan di berbagai desa, juga melanjutkan kerja-kerja yang sudah selama ini dilakukan

Baca Juga :  Kartini-Kartini di Poso : Refleksi dan Komitment

Dialog di hari Kartini ini bisa jadi sebuah langkah awal bagi mulai munculnya kesadaran di dalam kelompok perempuan tentang hak mereka untuk bersuara dan berpartisipasi, tetapi juga sebuah proklamasi kepada masyarakat tidak terkecuali pada pemerintah bahwa kelompok perempuan di Poso tidak lagi akan tinggal diam melihat proses ekonomi, sosial, budaya dan politik bergerak di depan mata mereka. Dialog ini merupakan sebuah proklamasi dengan menggunakan momentum hari Kartini, bahwa perempuan di Poso maju, bersuara dan bergerak bersama-sama untuk memastikan perjuangan perdamaian dan keadilan berlangsung setara dan adil di Kabupaten Poso.

Bagikan
Artikel SebelumnyaBuku : Merajut Masa Depan Anak
Artikel SelanjutnyaPerempuan Poso Menulis
Website ini dikelola oleh Institut Mosintuwu, organisasi masyarakat akar rumput yang bekerja bersama komunitas khususnya perempuan, anak, anak muda, tetua adat untuk mencapai kedaulatan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda