Kongres Perempuan Poso : Perempuan Poso Maju, Bersuara, Bergerak untuk Perdamaian dan Keadilan

0
1907

“Jangan 30 %, jadikan 50 %. Kita perempuan Poso pasti bisa, jangan memandang enteng kekuatan kita sendiri. Tulis saja disitu 50 %, jadi kita setara dalam kesempatan dengan laki-laki” seru  Mama Sinto. Saat itu sekelompok perempuan nampak sedang berdiskusi seru di sebuah bangunan yang terbuat dari bangunan. Di sudut-sudut bangunan nampak tersebar kurang lebih 450 perempuan akar rumput lainnya. Mereka berasal dari 70 desa, 14 kecamatan di Kabupaten Poso yang berkumpul mengikuti Kongres Perempuan Poso yang diadakan di Dodoha Mosintuwu, Tentena. Seruan dari mama Sinto, peserta dari Desa Peura adalah salah satu diskusi yang berlangsung di kelompok partisipasi politik perempuan dalam pembangunan desa.

Kongres Perempuan Poso yang dilaksanakan tanggal 25 – 27 Maret 2014, dibuka secara resmi oleh Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani. Dalam sambutannya, Andy menyatakan Kongres Perempuan Poso memiliki arti penting dalam meneguhkan komitmen negara menghadirkan perubahan nyata untuk penghapusan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Bahkan,  kongres ini menjadi momentum sejarah penanda tahap kedua reformasi, dimana perempuan kembali membuktikan kepemimpinannya untuk perjalanan bangsa Indonesia. Selanjutnya, menurut Andy, Kongres Perempuan Poso menjadi benang merah kepemimpinan perempuan dalam masa-masa genting, transisi politik Indonesia, sejak Kongres Perempuan pertama dilangsungkan pada tahun 1928.

Kongres Perempuan Poso , 25 - 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu
Kongres Perempuan Poso , 25 – 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu

Pada hari pertama kongres, ratusan perempuan yang berasal dari berbagai latar belakang agama dan suku menguatkan solidaritas sebagai sesama perempuan. Pada hari kedua mereka, para perempuan yang adalah ibu rumah tangga, petani, nelayan, buruh bersama-sama berpikir, menganalisis, beberapakali  berdebat, saling menyanggah, berargumentasi, lalu menyusun pendapat.  Mereka terbagi dalam enam topik strategis yang sering dihadapi perempuan, yaitu : yaitu Hak Perempuan atas Layanan Publik; Perlindungan Perempuan dan Anak; Partisipasi Politik Perempuan dalam Pembangunan Desa; Perempuan dalam Adat Budaya; Perempuan membangun Ekonomi Solidaritas; dan Perempuan Membangun Perdamaian. Dibantu oleh fasilitator nusantara yang berasal dari Aceh, Ambon, Jambi, Jawa Tengah, Sumatera Utara , termasuk Komnas Perempuan dan dari Gerakan Desa Membangun, setiap kelompok melakukan analisis sosial berdasarkan topik dan mendiskusikan persoalan-persoalan perempuan dan masyarakat. Bukan hanya itu, juga memikirkan bagaimana mengatasinya dengan pertama-tama bertanya, bagaimana posisi perempuan, apa yang harus dilakukan perempuan?

Baca Juga :  Relawan Mosintuwu : Karena Berbagi tidak Merugikanmu
Kongres Perempuan Poso , 25 - 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu
Kongres Perempuan Poso , 25 – 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu

Bukan hanya mama Sinto, ibu Evelyn dari Desa Bance lantang mengusulkan “harus ada mekanisme yang transparan soal fungsi dan penggunaan dana dari sanksi adat. Lembaga adat harus transparan, tidak asal beri sanksi adat” atau ibu Elisabet dari Leboni “kita harus memastikan perempuan korban kekerasan tidak lagi dikucilkan oleh masyarakat, tapi dilindungi”. Sebaliknya dari kelompok Perempuan membangun perdamaian semua sepakat “kita harus usulkan agar kepolisian pertimbangkan ulang penggunaan kata terorisme karena itu membuat kita saling curiga dan memelihara trauma antar agama, padahal kita ini sudah bersama-sama mau menjaga perdamaian”. Lain lagi di kelompok Perempuan dan Hak layanan publik, ibu Risma dari Poso Kota menegaskan “pastikan pemerintah daerah bikin sistem yang bisa melayani lansia, anak tidak boleh putus sekolah dan tidak ada lagi gizi buruk. Nah, ibu-ibu, kita yang awasi pemerintah dan desak mereka” usulan ibu Risma disambung dengan usulan lainnya soal layanan kesehatan di desa, juga perbaikan infrastruktur jalan. Semuanya tidak berdiam diri, sebaliknya memberikan usulan terbaik mereka memperbaiki diri.

Kongres Perempuan Poso , 25 - 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu
Kongres Perempuan Poso , 25 – 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu

Alhasil, pada hari ketiga tepat tengah hari, semua kelompok melakukan sidang kongres perempuan Poso yang membahas semua usulan untuk menjadi rekomendasi utama kongres Perempuan Poso. Banyak yang meragukan para perempuan akar rumput mampu menghasilkan rekomendasi yang jelas, mengingat sebagian besar mereka lulusan SD, SMP dan SMU. Namun hasil kongres menunjukkan pengalaman dan penghayatan perempuan akar rumput ini luar biasa hingga menghasilkan 135 rekomendasi yang jelas dan tegas ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Poso, Pemerintah Desa/kelurahan, organisasi masyarakat sipil. Rekomendasi juga ditujukan pada diri sendiri, sebagai perempuan Poso.  Bahkan terdapat 10 rekomendasi yang ditujukan kepada tim perumus Peraturan Pemerintah tentang Desa. (Lihat rumusan Rekomendasi Kongres Perempuan Poso)

Baca Juga :  Padungku, Sebuah Pesta atau Pengucapan Syukur?
Kongres Perempuan Poso , 25 - 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu
Kongres Perempuan Poso , 25 – 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu

Begitu palu sidang diketuk oleh Lian Gogali sebagai ketua sidang yang mewakili pimpinan sidang mensyahkan seluruh hasil rekomendasi kongres, seluruh peserta berteriak bersama dengan lantang “Perempuan Poso, Maju, Bersuara dan Bergerak”. Suasana riuh sekaligus haru menyambut lahirnya tekad bersama perempuan Poso, sekaligus rekomendasi penting dari para perempuan akar rumput sebagai bagian dari sumbangsih berpolitik. Ibu Riris dari Desa Didiri, bahkan mengaku nyaris berlari ke tengah untuk mengekspresikan rasa bahagia melahirkan keputusan penting yang diyakininya menjadi warisan bagi perempuan Poso dan masyarakat Poso. Bagi mereka ini adalah pertama kalinya dalam kehidupan mereka, tidak hanya didengarkan tetapi dianggap penting dan diperhitungkan dalam menentukan masa depan pembangunan di Kabupaten Poso.

“Saya bangga, saya bahagia menjadi bagian dari gerakan perempuan Poso. Saya boleh bilang, setelah masa pacaran, mungkin ini adalah masa paling membahagiakan buat saya dalam hidup karena saya diperhatikan sebagai manusia yang didengarkan dan diperhitungkan” ibu Irene dari Desa Kilo mengungkapkan perasaannya setelah selesai penetapan rekomendasi Kongres kepada kawan-kawannya.

Baca Juga :  Tiga Generasi Musisi Poso
Kongres Perempuan Poso , 25 - 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu
Kongres Perempuan Poso , 25 – 27 Maret 2014 di Dodoha Mosintuwu. Perempuan Poso dari berbagai latar belakang agama dan suku dari 80 desa membicarakan suara perempuan dalam perdamaian dan pembangunan Poso. Foto : Dok. Mosintuwu

Tidak berlama-lama, penetapan hasil rekomendasi Kongres ini langsung dilanjutkan dengan pembacaan secara resmi hasil Kongres Perempuan Poso kepada pemerintah desa dan kelurahan, Komnas Perempuan termasuk tokoh lembaga adat dan beberapa organisasi masyarakat yang hadir. Setiap butir rekomendasi yang dibacakan oleh  Ibu Dian dari Desa Toyado yang mewakili seluruh peserta, diikuti dengan khidmat oleh seluruh  peserta. Bahkan beberapakali terdengar tepuk tangan meriah menyambut butir-butir rekomendasi khususnya yang menegaskan posisi perempuan. Senyum merekah dan wajah penuh kebanggaan terpancar dari para peserta kongres. Mereka bahkan menikmati reaksi para kepala desa dan lurah  yang terlihat tercengang dengan hasil kongres, dengan tertawa lepas. Kades Uranosari yang mewakili 20 kepala desa/lurah yang hadir dalam penyerahan hasil rekomendasi menyampaikan komitmentnya mendukung gerakan perempuan berpartisipasi dalam pembangunan desa. Katanya, para peserta kongres harus menjadi contoh bagi perempuan lain, dan tidak lagi hanya di dapur. Sementara Komnas Perempuan dalam tanggapannya menyampaikan rasa bangga menjadi bagian dari sejarah penting lahirnya kekuatan perempuan akar rumput .

Mewakili Mosintuwu sebagai penyelenggara kongres sekaligus yang juga menjadi salah satu organisasi tujuan rekomendasi kongres, Lian Gogali , menyampaikan penghargaan luar biasa kepada semua perempuan akar rumput yang dengan teguh berkomitment untuk melanjutkan hasil kongres menjadi gerakan nyata dalam masyarakat. Disampaikan pula bahwa Kongres Perempuan Poso seumpana posisi bersiap untuk berlari dalam sebuah lari jarak jauh sehingga membutuhkan napas panjang dan komitment untuk mewujudkannya.

Yang pasti wilayah yang pernah mengalami konflik panjang ini, lahir gerakan perempuan akar rumput lintas agama dan suku untuk bersuara, bergerak mencapai perdamaian dan keadilan melalui pembangunan desa.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda