Kisah Piala Pertama Kami

0
1401

Saat itu masih hujan Suasana sanggar gempar, sorak-sorai anak-anak terdengar riuh mengalahkan bunyi hujan, menyambut kedatangan dua orang pemuda dengan sepeda motornya. Revlin, ketua sanggar anak Lintuyadi, tergopoh-gopoh menyambut Widi, pemuda pertama yang turun dari motor dengan wajah sumringah. Mendadak Revlin menangis, tersedu-sedu. “Tidak sia-sia, latihan sampai malam, saling marah, bhakan teriak-teriak. Tidak sia-sia dimarah-marah kakak, juga Ngkai Tinus.Semuanya terbayar” setelahl menggosok air matanya yang mulai berlinang deras, Revlin mengangkat tinggi-tinggi piala kemenangan itu. Semua anak-anak yang menunggu sejak sore langsung bersorak dan berebutan memegang piala, mencium, lalu teriak-teriak. Yang lain berebut melihat tulisan di piagam penghargaan.

“Terimakasih, terimakasih,..mama dan papaku setelah ini pasti sudah bisa percaya kalau saya keluar bukan untuk nakal-nakal lagi. Tapi ada manfaatnya” kata Ike, pada temannya yang lain. Oan, seorang remaja yang lain langsung menarik tangannya :’ ayo, foto-foto,..nanti kase tunjuk sama keluarga”

Seperti ketiban berkah besar, suasana sanggar riuh rendah dengan suara teriakan minta difoto: “kak, ambil foto, ambil foto” atau “saya lagi, saya lagi”

Baca Juga :  Anak-anak Bersahabat dengan Gempa

Sebagian besar anak-anak eks pengungsi yang bergabung dengan warga lokal pantas bergembira. Sebagai anak baru di panggung teater, mereka langsung bisa menyisihkan 17 Kecamatan lain di Kabupaten Poso. Bahkan setelah menang di tingkat Kabupaten, mereka juga mewakili Kabupaten Poso untuk tampil di Festival Danau Poso. Semangat kemenangan pada pentas perdana mereka menyertai kemenangan berikutnya di Festival Danau Poso.

Tak urung, begitu puas dengan sesi foto-foto, rata-rata menghampiri kakak pembinanya dan bertanya penuh harap.“Kak, setelah ini kita masih latihan lagi kan?Kami mau lagi” yang lain menyambung “kali ini kami lebih penurut, kak” disambut ledekan teman-temannya “asal yang betulll!!”

Selvi, remaja yang baru empat kali mengikuti sanggar datang mendekat : “kak, kalau teman-teman saya mau gabung boleh kan?daripada mereka ikut-ikut gank-gank motor, cuma minum-minum dan rokok?”

Tentu saja. Berteater, hanyalah salah satu teknik bagi anak-anak miskin, yang mengalami langsung konflik kekerasan, yang tidak mendapatkan perhatian dari orangtuanya karena sibuk mencari nafkah, yang masih muda belia mencari jati diri. Kerinduan dan harapan untuk meneruskan kemenangan yang diperoleh saat itu masihlah tahap awal, untuk kemenangan yang lebih besar. Perdamaian.

Baca Juga :  Dongeng Ajaib di Radio MosintuwuStory Telling at Mosintuwu Radio

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda